Tiga Sebab Terbesar Su’ul Khatimah – Khutbah Jum’at

KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْـحَمْدَ الِلَّهِ، نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاٱللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَامَنْ يَهْدِهِ ٱاللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱاللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُيَا أَيُّهَا ٱالَّذِينَ آمَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ اٱلـحَدِيثِ كِتَابُ ٱللَّهِ، وَخَيْرَ ٱالهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي ٱالنَّارِ

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….

Kehidupan kita di dunia ini, sejatinya hanyalah antrian panjang menunggu sebuah kepastian yaitu kematian. Mati tidak menunggu tua atau sakit; anak-anak, pemuda, orang tua, kaya, miskin, orang sakit, orang sehat, semuanya mati. Karena Allah berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Setiap yang bernyawa pasti akan mati.” (QS. Ali Imran: 185)

Tidak ada tempat lari dan tidak ada tempat berlindung, saat ajal telah tiba, semua kita akan mati. Baik suka rela atau terpaksa, siap atau tidak. Karena kematian tidak menunggu kesiapan dari kita.

Tidak ada yang menjamin, bahwa saat kita mati, kita masih di atas kebaikan. Padahal, kondisi dan keadaan saat mati itulah sebagai penentu. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ada seseorang yang benar-benar beramal dalam waktu yang lama dengan amalan penghuni surga, kemudian diakhiri amalnya dengan amalan penghuni neraka.” (HR. Muslim: 2651)

Beliau melanjutkan:

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada penutupnya (akhirnya).” (HR. Bukhari: 6493)

Karenanya wajib bagi kita, untuk senantiasa berusaha dan berdo’a agar akhir hidup kita dalam keadaan yang baik (husnul khatimah). Dan kita berlindung kepada Allah dari akhir hidup yang buruk, yaitu mati dalam kondisi bermaksiat dan berada diatas perkara yang tidak diridhai oleh Allah yang disebut dengan Su’ul khatimah.

Dalam hadits riwayat Muslim: 121, seorang sahabat Nabi yang mulia yang bernama Amr bin Al-Ash, saat ia sedang menghadapi sakratul maut. Ia menangis dan memalingkan wajahnya ke dinding, karena takut dari Su’ul khatimah. Padalah ia adalah seorang sahabat, yang hidup bersama Nabi, hidupnya penuh dengan ibadah, yang pernah berjihad mengorbankan jiwa, raga dan harta. Manusia dari generasi terbaik yang telah diridhai oleh Allah, sekalipun demikian ia masih khawatir dari akhir kehidupan yang buruk. Maka kita yang tidak memiliki kelebihan sedikit pun ini, lebih layak untuk takut terhadap su’ul khatimah. Apa yang bisa kita banggakan dari ibadah kita?! Adakah yang kita korbankan untuk agama?!

Maka wajib bagi kita untuk senantiasa berdo’a kepada Allah dan berusaha menjauhi segala sebab yang bisa mengantarkan kepada su’ul khatimah.

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….

Ada 3 sebab terbesar yang menyebabkan seorang Su’ul Khatimah:

  1. Tenggelam dalam cinta dunia

Imam ‘Abdul Haq Al-Isybili berkata : “Penyebab terbesar Suul Khatimah adalah tenggelam dalam dunia, berpaling dari akhirat dan melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala” (Al-‘Aaqibah Fii Dzikril Maut: 178)

Saat dunia telah menjadi ambisi terbesar hidup ini. Saat dunia tidak hanya di tangan lagi, tapi telah masuk ke dalam hati, saat itulah kita berada di pintu gerbang Suul Khatimah. Imam Hasan Al-Bashri berkata:

حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ

“Cinta dunia adalah pangkal dari segala dosa dan maksiat.” (Az-Zuhd Imam Abi Dunya: 9)

Saat cinta terhadap dunia telah membutakan mata, kewajiban Allah akan ditinggalkan tanpa rasa takut dan larangan Allah akan diterjang. Demi dunia shalat ditinggalkan. Demi dunia; riba, korupsi, suap, dusta, penipuan, khianat, ingkar janji, fitnah, zalim kepada orang lain, menjadi hal yang biasa. Cinta buta dunia membuat seorang berpaling dari akhirat dan lupa kematian sehingga saat tiba-tiba kematian datang dia berada dalam kondisi yang menyedihkan.

  1. Terus menerus dalam dosa dan menunda-nunda taubat

Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa di masa Jahliyah dulu ada seorang penyair terkenal bernama Al-A’sya, berjalan ke luar dari Mekah menuju Madinah demi menemui Rasullah untuk masuk Islam. Namun di perjalanan sampai kepadanya kabar bahwa Islam melarang khamar sedangakan ia adalah pecinta khamar, maka ia pun mengurungkan niatnya dan kembali seraya berkata:  “Aku akan memuaskan diri dulu minum khamr selama setahun, tahun depan baru aku akan mendatanginya.” Namun ia tak pernah sampai ke rumahnya, karena dia jatuh dari untanya hingga patah lehernya dan kemudian mati. (Tafsir al-Qurthubi: 3/440)

Taswif yaitu sifat menunda-nunda dalam perkara kebaikan adalah sifat berbahaya, apalagi menunda-nunda dalam taubat. Taswif merupakan salah satu senjata ampuh yang digunakan oleh Iblis untuk menyesatkan manusia. Agar mereka mati dalam kemaksiatan. Anas bin Malik, mengatakan:

التَّسْوِيفُ جُنْدٌ مِنْ جُنُودِ إِبْلِيسَ عَظِيمٌ ، طَالَمَا خَدَعَ بِهِ

At-Taswif (sikap menunda-nunda) adalah salah satu tentara Iblis yang besar, sering kali Iblis mengelabui manusia menggunakannya. (Qashru Al-Amal karya Ibnu Abid Dunya: 201

Seorang yang terus menerus dalam maksiat serta menunda-nunda taubat akan berkahir dengan su’ul khatimah. Karena seorang akan mati sesuai dengan kebiasaannya. Rasulullah bersabda:

يُبعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ

Setiap hamba akan dibangkitkan sesuai kondisi kematiannya.” (HR. Muslim: 2878)

Imam  Al-Munawi mengatakan: “Maksud hadits yaitu, ia mati di atas kehidupan yang biasanya ia lakukan dan ia dibangkitkan di atas hal itu pula.” (At-Taisir bi Syarh Al-Jami’ As-Shagir, 2: 859)

Orang yang hari-harinya hidup dengan menjaga shalat dan selalu menunggu-nunggu shalat, mondar mandir ke masjid maka akan mati dalam keadaan itu. Orang yang senang membaca al-Qur’an, berzikir, hadir ke majelis ilmu, suka mendengarkan ceramah dan membaca buku-buku agama akan meninggal dalam keadaan itu. Sebaliknya seorang yang hari-harinya dipenuhi dengan maksiat maka ia akan meninggal diatas kemaksiatannya itu.

Seorang ulama yang bernama Abdul Aziz bin Abi Ruwad berkata: Aku menyaksikan seseorang yang sedang menghadapi kematian dan ditalqinkan Laa ilaha illah kepadanya namun ia justru mengingkari. Ternyata dia adalah seorang yang kecanduan khamar.  Ada pula  seseorang yang saat sakratul maut, dikatakan kepadanya: Ucapkanlah: Laa ilaha illah namun dirinya justru menyenandungkan lagu-lagu yang selama hidupnya biasa ia senandungkan hingga ruhnya tercabut. Bahkan ada pula orang yang ketika ditalqinkan ia mengatakan: Aa..Aa…aku tidak bisa mengucapkannya. (Lihat Jami’ul ulum wal hikam, halaman: 173, Al-Jawabul Kafi halaman: 147)

Semua itu karena kemaksiatan dan dosa yang ia perbuat, dan menganggap remeh perkara taubat.

Semoga Allah melindungi kita semuanya. Jangan pernah memandang remeh dosa lalu berkata, “ah besok aku akan bertaubat,”  karena tidak ada yang menjamin ada hari esok untuk kita.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّهِ رب العالمين أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

  1. Teman dan lingkungan pergaulan yang buruk

Imam Mujahid (Tabi’in) berkata : “Barangsiapa mati, maka akan datang di hadapan dirinya orang yang satu majelis (setipe) dengannya. jika ia biasa duduk di majelis orang yang selalu menghabiskan waktu dalam ‘kesia-siaan’, maka itu yang menjadi ‘temannya’ saat sakaratul maut. Tapi jika di kehidupannya ia selalu duduk bersama ahli dzikir (yang senantiasa ingat Allah), maka itulah yang menjadi ‘teman’ yang akan menemaninya saat “sakaratul maut” (At-Tadzkirah Imam Al-Qurthubi I/38)

Saat seorang berteman dan berada pada circle yang buruk, maka dikhawatirkan ia akan Suul khatimah. Lihatlah kisah paman Nabi yaitu Abu Thalib yang mati dalam Suul khatimah karena pengaruh teman-temannya yang buruk. Disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim: Ketika Abu Thalib tengah sekarat, datanglah Rasulullah. Ternyata disisinya sudah hadir Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah. Kemudian Rasulullah berkata:

يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ

“Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaha illallah! Satu kalimat yang menjadi pembelaanku terhadapmu di sisi Allah nanti” 

Akan tetapi, Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah segera menimpali:

يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ

“Wahai Abu Thalib, apakah engkau membenci agama Abdul Muththalib?” Rasulullah terus menawarkan hal itu kepadanya dan mengulang-ngulang ucapannya. Akan tetapi, mereka berdua pun mengulang-ulangi kata-kata mereka pula. Hingga, Abu Thalib mengatakan suatu yang menjadi akhir ucapannya bahwa dia berada diatas agama Abdul Muththalib, dan ia enggan mengucapkan Laa ilaha illallah. (HR. Bukhari: 4675, Muslim: 24)

Karenanya, banyak penyesalan di akhirat nanti lantaran sahabat-sahabat yang buruk ini. Allah berfirman:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ، يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ، لَّقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. (QS. Al-Furqan: 27-29)

Penutup

Dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar, ia berkata: Seorang laki-laki dari kalangan Anshar bertanya: “Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَأَشَدُّهُمْ اسْتِعْدَادًا لَهُ، أُولَئِكَ هُمُ الأَكْيَاسُ، ذَهَبُوا بِشَرَفِ الدُّنْيَا وَكَرَامَةِ الآخِرَةِ.

“Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk menghadapinya. Mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka telah pergi membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat.” (HR. Ibnu Majah: 4259)

Marilah kita menjadi orang-orang yang cerdas sebagaimana sabda Nabi ini. Orang yang mempersiapkan kematian yang baik dan kehidupan yang baik setelah mati. Msulim yang cerdas tidak hanya mempersiapkan hidup yang enak di dunia, tapi juga mempersiapkan bagaimana ia mati enak (dalam keadaan baik), hidup enak di alam kubur dan hidup enak di akhirat dengan masuk ke dalam surga Allah ta’ala.

Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, menjadikan ambisi terbesar kita adalah akhirat bukan dunia, serta menganugerahi teman dan lingkungan yang baik untuk kita, sehingga kita bisa mati dalam keadaan husnul khatimah. Amin ya rabbil alamin.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

يَا مُقَلِّبَ القُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْوبنا عَلَى دِينِكَ

ربنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُسْنَ الخَاتِمَةِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سُوْءِهَا

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن

Masjid Al-Hamidiyah AD Premier

Jum’at, 08 Agustus 2025

Lihat:

Arsip Khutbah Maribaraja.Com

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !