ABU HANIFAH – Sedekah Karena Barang Cacat Terjual Tanpa Dijelaskan

Hafsh bin Abdurrahman rahimahullah pernah ikut berdagang dengan Imam Abu Hanifah rahimahullah. Terkadang dia diutus untuk mengantar barang dagangan ke kota-kota yang ada di Irak. Pada suatu waktu, Hafsh diberi barang dagangan yang banyak untuk dijual, kemudian Abu Hanifah memberi tahu kepadanya bahwa di antara barang-barang tersebut ada yang cacat, beliau berkata:

إِذَا هَمَمْتَ بِبَيْعِهَا فَبَيِّنْ لِلْمُشْتَرِي مَا فِيْهَا مِنْ عَيْبٍ

“Apabila kamu mau menjualnya, maka terangkanlah kepada pembeli tentang cacat yang ada pada barang tersebut.”

Kemudian Hafsh menjual semua barang yang dititipkan dan dia lupa untuk memberi tahu sebagian barang yang ada cacatnya kepada pembeli. Dia telah mencoba mencari orang yang membeli barang yang ada cacatnya itu, akan tetapi dia tidak menemukannya.

Maka tatkala Abu Hanifah rahimahullah tahu akan hal itu, hatinya tidak tenang. Sampai akhirnya beliau pun bersedekah dengan harta sejumlah harga semua barang yang dijual oleh Hafsh. (Suwar min Hayatit Tabi’in: 490)

Itulah salah satu potret salafush shalih, mereka tahu bahwa tujuan utama dari perdagangan atau jual beli bukan semata-mata keuntungan besar, akan tetapi lebih dari itu yaitu keberkahan. Dan mereka tahu bahwa cara mendapatkan keberkahan itu adalah dengan kejujuran, sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا ، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan maka jual beli mereka akan diberkahi. Dan apabila keduanya menutupi serta berdusta maka dicabutlah keberkahan jual beli mereka. (HR. Bukhari: 2079, Muslim: 1532)

Bandingkan dengan kita pada saat ini, demi mengejar keuntungan besar kita campakkan kejujuran lalu terjang segala cara, tak peduli halal-haram. Maka pantaslah perdagangan kita sangat jauh dari keberkahan Allah.

Oleh sebab itu, berkaca kepada Imam Abu Hanifah rahimahullah dalam berjual-beli, jujur harus dijunjung tinggi, jelaskan keadaan barang tanpa sedikit pun ditutupi agar kita mendapatkan keberkahan dalam setiap transaksi perdagangan kita.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !