Al-Bidayah fi Ulum Al-Qur’an – Bab Pertama: Al-Wahyu #2

Defenisi Al-Qur'an

Artikel ini adalah serial penjelasan singkat dari Matan Al-Bidayah Fi Ulum Al-Qur’an yang ditulis oleh Sami bin Ibrahim bin Bali (Keponakan dari Syaikh Wahid Abdussalam Bali) yang merupakan bagian dari kitab Al-Bidayat Fi Thalab Al-Ilmi

Kaidah Ketiga: Defenisi Al-Qur’an

Penulis mengatakan:

القُرْآنُ الكَرِيْمُ هُوَ كَلَامُ الله تَعَالَى المُنَزَّلُ عَلَى رَسُوْلِهِ بِلَفْظِهِ العَرَبِيِّ المُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ المَنْقُولُ بِالتَّوَاتُرِ المَكْتُوْبُ فِي المَصَاحِفِ

Al-Qur’anul Karim adalah Kalamullah (firman Allah) Ta’ala yang diturunkan kepada Rasul-Nya (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lafazhnya yang berbahasa Arab, bernilai ibadah dengan membacanya, dinukil secara Mutawatir dan yang tertulis di mushaf-mushaf.

____________________________________

Definisi yang dikemukakan oleh penulis ini termasuk defenisi yang bagus karena ia memberikan makna yang menyeluruh sekaligus memberikan pembatasan untuk membedakan Al-Qur’an dengan yang lain. Hal ini beisa kita lihat dari beberapa bagian berikut:

Pertama: “Al-Qur’an adalah Kalamullah,” hal ini jelas untuk menunjukkan keyakinan Ahlussunnah yang mengatakan Al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk. Kalam adalah salah satu sifat Allah seperti kita mengatakan ilmu Allah, Penglihatan Allah, Pendengaran Allah, dll yang semuanya merupakan bagian Allah Allah bukan makhluk. Banyak dalil yang menunjukkan akan hal ini, diantaranya firman Allah:

  وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ

Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (QS. At-Taubah: 6)

Dalam sebuah hadits juga sangat jelas menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu adalah kalam (ucapan) Allah. Dari Jabir bin Abdullah ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُ نَفْسَهُ عَلَى النَّاسِ فِي الْمَوْقِفِ فَقَالَ أَلَا رَجُلٌ يَحْمِلُنِي إِلَى قَوْمِهِ فَإِنَّ قُرَيْشًا قَدْ مَنَعُونِي أَنْ أُبَلِّغَ كَلَامَ رَبِّي

Pada suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menawarkan dirinya kepada manusia di tempat pemberhentian, beliau bersabda: “Adakah seorang laki-laki yang mau membawaku kepada kaumnya, sesungguhnya orang-orang Quraisy telah melarang aku menyampaikan Kalam Tuhanku. [1]

Hal ini sekaligus untuk membantah kayakinan Mu’tazilah dan yang semisal dengan mereka yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk.

Tujuan Mu’tazilah mengatakan Al-Qur’an makhluk adalah karena mereka merupakan orang-orang yang lebih mengedepankan Aql (akal) daripada Naql (dalil) sehingga yang mereka inginkan ketika menancapkan akidah sesat mereka dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an makhluk adalah untuk menolak banyak syariat. Jadi, ketika terjadi pertentangan antara Aql dan Naql maka mereka dengan mudah menolak Naql (wahyu) karena tidak ada bedanya antara Al-Qur’an dan akal karena keduanya sama-sama makhluk.

Kedua: “Yang diturunkan kepada rasul-Nya (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wasallam,” Allah berfirman:

وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ

Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (QS. Asy-Syu’ara’: 192-195

Sekaligus hal ini untuk membedakan Al-Qur’an dengan Kalamullah dan kitab yang lain. Seperti Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud, Taurat kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, dan seterusnya.

Ketiga: “Dengan lafazhnya yang berbahasa Arab” hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS. Asy-Syu’ara’: 192-195 diatas. Bahkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa Al-Quran murni berbahasa Arab tidak ada satu kata pun dalam Al-Qur’an yang bukan bahasa Arab. [2]

Dari sini kita bisa mengambil faidah bahwa yang Al-Qura’n itu lafazh yang berbahasa Arabnya, adapun setelah diterjemahkan ke dalam bahasa lain seperti bahasa Indonesia maka itu bukan Al-Qur’an tetapi lebih tepatnya terjemahan dari Al-Qur’an.

Keempat: “Bernilai ibadah dengan membacanya,” sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَن قرأَ حرفًا من كتابِ اللَّهِ فلَهُ بِهِ حسنةٌ، والحسنةُ بعشرِ أمثالِها، لا أقولُ آلم حرفٌ، ولَكِن ألِفٌ حرفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وميمٌ حرفٌ

Barang siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf. [3]

Sekaligus dengan patokan ini menjadikan ayat-ayat yang telah dimansukh (dihapus) lafaznya tidak termasuk lagi Al-Qur’an karena tidak bisa lagi dibaca.

Kelima: “Dinukil secara Mutawatir,” ini untuk membedakan al-Qur’an dengan hadits Qudsi karena hadits Qudsi meski lafazh dan maknanya berasal dari Allah akan tetapi ia seperti hadits biasa dari segi penukilan, ada yang mutawatir ada pula yang tidak.

Keenam: “Dan yang tertulis di mushaf-mushaf,” adapun tulisan Al-Qur’an yang ada di handphone, komputer, tablet, dsb maka ini bukan Al-Qur’an sehingga tidak berlaku hukum-hukum yang berlaku pada Al-Qur’an seperti thaharah sebelum membaca, di bawa ke kamar mandi atau toilet, dll. Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan:

فلا نرى أنه يأخذ حكم المصحف. المصحف لا يمسه إلا طاهر ، كما في الحديث : (لا يمس القرآن إلا طاهر) وأما الجوال فلا يسمى مصحفا

Kami tidak berpendapat bahwa ia (aplikasi Al-Qur’an pada handphone) seperti hukum Mushaf. Mushaf tidak boleh disentuh kecuali oleh seorang yang telah bersuci sebagaimana dalam hadits; Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali seorang yang telah bersuci” adapun Jawwal (handphone) tidak disebut mushaf. [4]

_____________________________________________________

[1] HR. Abu Dawud: 4734

[2] Ar-Risalah: 45, Ma’alim Ushul Fiqh Inda Ahlissunnah wal Jama’ah: 103

[3] HR. Tirmidzi: 2910 dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani

[4] Dinukil dari artikel Islamqa.info dengan judul Qira’ah Al-Qur’an min al-Jawwwal Hal Yusytarathu Laha Ath-Thaharah

Lihat:

Arsip Artikel Rubrik Tafsir

Selesai disusun di Komplek Pondok Jatimurni Bekasi, 25 Dzulhijjah 1442 H/ 4 Agustus 2021M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !