Antara Hak Allah dan Hak Hamba-Nya

Salah seorang sahabat Nabi yang mulia, Mu’adz bin Jabal radliyallaahu anhu pernah menuturkan:

كُنْتُ رِدْفَ النَّبِي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ، فَقَالَ: يَا مُعَاذُ، تَدْرِى حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ؟ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ؟ قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: لاَ تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا

Pernah suatu ketika aku dibonceng oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam di atas seekor himar yang bernama ‘Ufair. Lalu beliau berkata kepadaku: “Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?” Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda:“Sesungguhnya hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka hanya beribadah kepada Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun. Dan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan mengadzab seorang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” Lantas kemudian aku bertanya: “Wahai Rasulullah, bolehkah aku kabarkan hal ini kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan kabarkan kepada mereka, nanti mereka meninggalkan amal.” (HR. Bukhari: 2856, Muslim: 30)

__________________________

Mu’adz Bin Jabal radliyallaahu anhu

Nama beliau adalah Mu’adz bin Jabal bin Amr al-Khazraji al-Anshari. Salah seorang ulamanya sahabat, Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkannya untuk mengajari penduduk Mekkah perihal agama Islam pada waktu Fathul Makkah, kemudian mengirimnya ke Yaman untuk menjadi da’i sekaligus qadhi. Meninggal di Syam pada tahun 18 H dalam usia 38 tahun.

Di antara keutamaannya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda tentangnya:

مُعَاذُ يحشر يَوْمَ الْقِيَامَةِ أمام العلماء بِرَتْوَةٍ

“Mu’adz dibangkitkan nanti di hari kiamat di depan para ulama selangkah.” (HR. Ibnu Sa’ad: 2/347, ash-Shahihah: 1091)

Makna Hak Allah dan Hak Hamba

Maksud hak Allah atas hamba-Nya adalah segala sesuatu yang Allah wajibkan atas mereka yang harus dikerjakan. Adapun maksud dari hak hamba atas Allah adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah:

مَا كَتَبَهُ عَلى نَفْسِهِ تَفَضُّلًا مِنْهُ وَإِحْسَانَا

Apa yang Allah wajibkan atas diri-Nya sendiri sebagai bentuk keutamaan dari-Nya dan ihsan (al-Mulakhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 21)

Karena makhluk tidak satu pun yang mewajibkan sesuatu pada Allah. Allah-lah yang mewajibkan atas dirinya sendiri sebagai bentuk kasih sayang terhadap para hamba-Nya

Ketika seorang hamba itu tidak mempersekutukan Allah, ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan bersih dari syirik maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sebagai bentuk kasih sayang Allah padanya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ

“Barang siapa mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun pasti masuk surga. Dan barang siapa mati dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pasti akan masuk neraka.” (HR. Muslim: 93)

Faidah Hadits
Beberapa faidah yang dapat dipetik dari hadits yang mulia ini:

1. Tawadhu’nya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

2. Keutamaan tauhid yang merupakan hak terbesar Allah yang harus ditunaikan oleh semua hamba-Nya.

3. Dianjurkan untuk memberikan kabar gembira kepada orang lain. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عز وجل سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah azza wajalla adalah kebahagiaan yang engkau masukkan ke dalam hati seorang muslim.” (HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir, al-Silsilah ash-Shahihah: 2/575 no. 906)

4. Bolehnya menyembunyikan ilmu karena kemaslahatan.Abu Hurairah radhiyallahu anhu mengatakan:

حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِعَاءَيْنِ : فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا الْبُلْعُومُ

“Aku hafal dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dua bejana hadits, adapun salah satunya aku hamburkan (sampaikan), sedangkan yang lain jika aku hamburkan pasti akan dipotong tenggorongan ini.” (HR. Bukhari: 120)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan: “Para ulama membawa ucapan wadah yang tidak ia hamburkan tersebut pada maksud hadits-hadits yang berkaitan dengan penjelasan nama-nama para pemimpin yang buruk, keadaan mereka serta waktunya. Abu Hurairah radhiyallahu anhu biasanya menggunakan kiasan berkaitan dengan sebagian dari hal tersebut, ia tidak menyampaikan dengan terang-terangan  karena khawatir terhadap keselamatan jiwanya. Seperti ucapan beliau radhiyallahu anhu:

أَعُوذ بِاَللَّهِ مِنْ رَأْس السِّتِّينَ وَإِمَارَة الصِّبْيَان

‘Aku berlindung kepada Allah dari keburukan penguasa tahun enam puluh serta kepemimpinan anak-anak.’ 

Hal ini adalah isyarat beliau terhadap kekhilafahan Yazid bin Mu’awiyah. Karena kekhilafahan tersebut pada tahun 60 Hijriyah. Dan Allah mengabulkan do’a Abu Hurairah tersebut, ia meninggal satu satunya sebelum tahun itu. (Fathul Bari’: 1/377)

5. Pertimbangan maslahat dan mafsadat dalam menyampaikan kebaikan.

Menolak mafsadat lebih diutamakan daripada mendatangkan manfaatkan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

يَا عَائِشَةُ لَوْلاَ قَوْمُكِ حَدِيثٌ عَهْدُهُمْ – قَالَ ابْنُ الزُّبَيْرِ – بِكُفْرٍ، لَنَقَضْتُ الكَعْبَةَ فَجَعَلْتُ لَهَا بَابَيْنِ: بَابٌ يَدْخُلُ النَّاسُ وَبَابٌ يَخْرُجُونَ

Wahai Aisyah kalau bukan karena kaummu masih sangat dekat masa mereka – Ibnu Zubair mengatakan: dari kekafiran – maka aku akan menghancurkan ka’bah kemudian aku bangun dan menjadikannya dua pintu; satu pintu masuk orang-orang dan satu pintu lagi untuk keluar.” (HR. Bukhari: 126)

Dalam redaksi yang lain beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَوْلَا حَدَاثَةُ عَهْدِ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ، وَلَجَعَلْتُهَا عَلَى أَسَاسِ إِبْرَاهِيمَ، فَإِنَّ قُرَيْشًا حِينَ بَنَتِ الْبَيْتَ اسْتَقْصَرَتْ، وَلَجَعَلْتُ لَهَا خَلْفًا

“Kalau bukan karena kaummu baru saja keluar dari kekafiran niscaya aku akan menghancurkan ka’bah dan kemudian menjadikannya (membangun) di atas pondasi Ibrahim, sesungguhnya Quraisy ketika membangunnya kekurangan dan aku akan buatkan pintu belakang.” (HR. Muslim: 1333)

Al-Imam Bukhari rahimahullah membuat judul bab dalam kitab shahihnya dengan:

بَابٌ مَنْ تَرَكَ بَعْضَ الاِخْتِيَارِ مَخَافَةَ أَنْ يَقْصُرَ فَهْمَ بَعْضِ النَّاسِ عَنْهُ فَيَقَعُوْا فِي أَشَدَّ مِنْهُ

Bab seorang yang meninggalkan sebagian pilihan karena khawatir terbatasnya pemahaman sebagian orang terhadap hal itu sehingga mereka terjatuh dalam hal yang lebih parah dari hal tersebut. (Shahihul Bukhari: 33)

Demikianlah pembahasan singkat dari hadits yang mulia ini, semoga bermanfaat. Wallahul muwaffiq.

Referensi:
1. Fathul Majid li Syarh Kitabit Tauhid, al-‘Allamah Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab, Dar Ibni Atsir
2. Al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid,Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Darul ‘Ashimah

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !