Senyum dan Ucapkan Permisi Lalu Pergi

Terkadang, mengalah dan tidak melayani lalu berbalik pergi, itulah jalan keluar terbaik. Terutama jika menghadapi orang-orang yang memang tidak miliki ilmu dan tidak pula memiliki rasa malu. Meski kita berada pada pihak yang benar. Percuma kita menjelaskan, mereka juga tidak akan menerima. Diam, tersenyum, katakan ucapan yang baik, kemudian berpaling pergi dan jangan diambil hati, lalu berlapang dadalah untuk memaafkan mereka. Inilah yang diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’raf: 199)

Allah juga berfirman mengabarkan tentang salah satu sifat dari Ibadurrahman, bahwa mereka jika bertemu dan dikatai-katai oleh orang bodoh mereka hanya mengucapkan kata yang baik, Allah berfirman:

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan” (QS. Al Furqan: 63)

Belajarlah dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam menyikapi orang-orang seperti itu. Anas bin Malik radhiyallahu anhu pernah bercerita:

كُنتُ أَمْشِي مَعَ رسول اللَّه ﷺ وَعَلَيْهِ بُرْدٌ نَجْرَانيٌّ غلِيظُ الحَاشِيةِ، فأَدْركَهُ أَعْرَابيٌّ، فَجَبَذهُ بِرِدَائِهِ جَبْذَةً شَديدَةً، فَنظرتُ إِلَى صَفْحَةِ عاتِقِ النَّبيِّ ﷺ وقَد أَثَّرَتْ بِها حَاشِيةُ الرِّداءِ مِنْ شِدَّةِ جَبْذَتِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مُرْ لِي مِن مالِ اللَّهِ الَّذِي عِندَكَ، فالتَفَتَ إِلَيْه، فضَحِكَ، ثُمَّ أَمر لَهُ بعَطَاءٍ

Pada suatu hari aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ketika itu beliau memakai jubah Najran yang berbingkai tebal dan kasar. Kemudian datang seorang Arab badui menemuinya lantas menarik jubah beliau dengan keras. Sampai-sampai aku melihat bahu beliau berbekas karena kerasnya tarikan tesebut. Kemudian orang itu berkata: ‘Wahai Muhammad, berilah aku bagian dari harta Allah yang ada padamu.’ Nabi menoleh ke arahnya sambil tertawa, kemudian memerintahkan agar orang itu diberi sesuatu.”(HR. Muslim: 1057, Ahmad 20/21)

Al-Ahnaf bin Qais rahimahullah, seorang tabi’in mulia yang karena sifat sabarnya ia dijadikan permisalan. Sifat sabarnya terukir di saat Amr bin Al-Ahtam mendorong dan mengompori seorang lelaki untuk menghinanya dengan hinaan yang begitu pedas dan menyakitkan perasaan. Akan tetapi al-Ahnaf mengambil sikap diam seribu bahasa. Dia hanya bergeming dengan celaan tersebut, bagai karang yang tegar kala dihempas ombak lautan.

Ketika lelaki itu mengetahui bahwa al-Ahnaf tidak berkenan membalas hinaannya tersebut dan bahkan tidak mempedulikannya sedikit pun, dia pun meletakkan ibu jarinya di mulutnya dan mulai menggigitnya seraya berkata:

وَاسَوْأَتَاهُ ، وَاللَّهِ مَا مَنَعَهُ مِنْ جَوَابِي إِلَّا هَوَانِيْ عَلَيْهِ

Aduhai kasihannya diriku! Demi Allah, tidak ada yang menghalanginya untuk membalas cacianku kecuali kehinaaku di matanya.” (Suwar min Hayatit Tabi’in: 466)

Dari kisah tersebut, sebuah pelajaran penting yang dapat kita petik bahwa terkadang diam seribu bahasa ketika menghadapi cacian dan hinaan orang pada diri kita adalah sebuah senjata ampuh nan mematikan. Oleh sebab itu, menjadi batu karang itu perlu, sebab kita tidak tahu gelombang yang seperti apa yang akan kita hadapi. Cukup jadilah orang baik, sampaikan kebaikan, lalu tutup telinga dari ucapan manusia, senyum dan ucapkan permisi lalu pergi.

Baca juga Artikel:

Al-Ahnaf – Diam Adalah Senjata Ampuh Hadapi Celaan

Jangan Ambil Pusing

Selesai ditulis di rumah mertua tercinta, Jatimurni Bekasi. Jum’at, 25 Rabi’ul awwal 1441H/ 22 November 2019M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !