Ilmu Agama Menetukan Derajat Kemuliaan
Ilmu agama menentukan derajat kemuliaan seorang. Ia dapat mengangkat derajat budak hingga mendudukannya di majelis para raja. Dan sebaliknya, ia juga dapat merendahkan derajat para raja hingga ke derajat paling hina. Imam Muslim menyebutkan dalam Shahihnya dari dari Amir bin Watsilah, ia bercerita:
Nafi’ bin Abdul Harits, pada suatu ketika bertemu dengan Khalifah Umar di ‘Usfan. Ketika itu, Nafi’ bertugas sebagai pejabat (gubernur) di kota Makkah. Umar bertanya kepada Nafi’, “Siapa yang Anda angkat sebagai pemimpin bagi penduduk lembah (Makkah)?” Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.” Umar bertanya lagi, “Siapakah itu Ibnu Abza?” Nafi’ menjawab, “Salah seorang Maula (budak yang telah dimerdekakan) di antara beberapa Maula kami.” Umar bertanya, “Kenapa Maula yang diangkat?” Nafi’ menjawab, “Karena ia adalah seorang yang pintar tentang Kitabullah dan pandai tentang ilmu fara`idl (ilmu tentang pembagian harta warisan).” Maka Umar berkata:
أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
“Benar, Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Sesungguhnya Allah akan memuliakan suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur`an) dan menghinakan yang lain.'” (Shahih Muslim: 817)
Oleh sebab itu, kemulian sesungguhnya bukan pada harta kekayaan, jabatan dan tingginya pendidikan. Akan tetapi ada pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Barang siapa yang mempelajari kemudian mengamalkan keduanya maka dia akan mulia di dunia dan akhirat meskipun dia adalah orang miskin, tidak dikenal, rendah. Sebaliknya, barang siapa yang tidak memahami keduanya maka hakikatnya dia adalah orang yang bodoh, tidak ada kedudukannya meski sekalipun dia banyak harta dan gelar pendidikan dunia, serta memiliki jabatan tinggi di kalangan manusia.