JANGAN TERBAWA PERASAAN
Contoh mudah adalah ketika figur yang dikagumi dikritik orang lain. Didorong perasaan ingin membela kemudian karena tergesa-gesa maka terjadilah apa yang terjadi. Muncullah sikap dan komentar yang seharusnya tidak perlu, dari mereka yang “mengagumi.”
Padahal di dalam agama kita ini jika terjadi hal yang demikian itu, cukup lihat diri kita apakah “layak” kita bicara ataukah tidak. Jangan karena terdorong perasaan, akhirnya kita menjadi gelap mata. Agama kita dibangun di atas pondasi ilmu. Sudah ada timbangannya yaitu al-Qur’an dan Hadits yang semuanya telah jelas dan ada koridornya. Bukan dibangun di atas perasaan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَا يَحْكُمْ أَحَدٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ
“Janganlah seorang pun yang menghukumi antara dua orang sedang ia dalam keadaan marah.” (HR. Muslim: 3343)
Karena saat marah, seorang akan sangat rentan mengikuti perasaannya dibanding akal sehat serta timbangan ilmu al-Qur’an dan Sunnah.
Jangan tergesa-gesa, tenangkanlah diri dari panasnya perasaan itu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
التَّأَنِّي مِنَ اللهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
“Ketenangan datangnya dari Allah sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra: 10/104, ash-Shahihah: 1795)
Kemudian baru setelah itu, serahkan kepada ahlinya. Jangan komentar, diam sajalah. Sebab diam jauh lebih baik daripada berucap tapi justru ucapan itu nantinya akan mendatangkan penyesalan. Tengok kadar diri, seberapa jauhkah pengetahuan kita terhadap al-Qur’an dan Sunnah?! Kalau tidak ada secuilnya, maka jangan coba-coba untuk menghukumi siapa yang benar dan yang salah.