Faktor-faktor Penyebab Berlipat Gandanya Pahala

Di antara kasih sayang Allah, memberikan ganjaran pahala yang besar kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat baik. Seorang yang berniat baik saja tapi tidak jadi melakukannya sudah mendapatkan satu pahala. Dalam sebuah hadits qudsi dijelaskan:

إِنّ الله كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسّيّئَاتِ. ثُمّ بَيّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا الله عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً وَإِنْ هَمّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا الله عَزّ وَجَلّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskannya; Barang siapa yang berniat melakukan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat disisi-Nya satu kebaikan sempurna. Dan jika ia berniat lalu mengamalkannya maka Allah akan mencatat sepuluh kebaikan, hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak.” (HR. Bukhari: 6491, Muslim: 131)

Di antara faktor yang dapat menjadikan pahala kebaikan berlipat ganda yaitu:

Pertama, niat. Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Semua amalan tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari: 1, Muslim: 1907)

Imam Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah mengatakan:

رُبَّ عَمَلٍ صَغِيْرٍ تُكَبِّرُهُ النِيَّةُ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَثِيْرٍ تُصَغِّرُهُ النِيَّةُ

“Kerap kali amalan kecil dibesarkan oleh niat dan kerap kali amalan yang banyak dikecilkan oleh niat.” (Siyar Alamin Nubala’: 8/400, Ma’alim fi Thariqil Ishlah: 36)

Kedua, kemuliaan pelaku. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي؛ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ

“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kalian berinfak emas semisal gunung Uhud niscaya tidak akan dapat menyamai satu mud atau setengahnya dari apa yang mereka infakkan.” (HR. Bukhari: 3673, Muslim: 2541)

Ketiga, keadaan pelakunya. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :

لَا يَسْتَوِي مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ مِن قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِينَ أَنفَقُوا مِن بَعْدُ وَقَاتَلُوا

Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sesudah itu. (QS. Al-Hadid: 10)

Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ قَالُوا وَكَيْفَ قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ دِرْهَمَانِ تَصَدَّقَ بِأَحَدِهِمَا وَانْطَلَقَ رَجُلٌ إِلَى عُرْضِ مَالِهِ فَأَخَذَ مِنْهُ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ فَتَصَدَّقَ بِهَا

Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham“. Para sahabat bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau jelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham untuk disedekahkan.” (HR. An-Nasa’i: 2528)

Begitu pula dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ، الْمُتَمَسِّكُ فِيهِنَّ يَوْمَئِذٍ بِمِثْلِ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ لَهُ كَأَجْرِ خَمْسِينَ مِنْكُمْ”قَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَوْ مِنْهُمْ؟ قَالَ:”بَلْ مِنْكُمْ”قَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَوْ مِنْهُمْ؟ قَالَ:”لا، بَلْ مِنْكُمْ”ثَلاثَ مَرَّاتٍ أَوْ أَرْبَعًا

“Sesungguhnya nanti di belakang kalian akan ada hari-hari kesabaran, seorang yang berpegang teguh dengan agamanya pada hari itu seperti kalian hari ini akan memperoleh ganjaran lima puluh dari kalian.” Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Nabi Allah ataukah dari mereka?” Nabi menjawab: “Bahkan dari kalian.” Mereka kembali bertanya: “Wahai Nabi Allah, ataukah dari mereka?” Nabi menjawab: “Tidak, bahkan dari kalian.” Nabi mengulangi tiga atau empat kali. (HR. Ath-Thabrani dalam al-Kabir, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 1/812)

Keempat, kemuliaan waktu. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

مَا مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْه فِي هَذِهِ الأيَّامِ العَشْر. قَالُوا: وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللَّه!! قَالَ: وَلاَ الجِهَادُ فِي سَبِيلِ الله، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ وَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

“Tidaklah ada di antara hari-hari dimana amal shaleh di dalamnya lebih dicintai Allah daripada sepuluh hari ini (awal bulan Dzulhijjah)” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar membawa jiwa dan hartanya lalu ia tidak kembali lagi (mati syahid).” (HR. Bukhari: 969)

Diantaranya juga sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3)

Kelima, kemulian tempat. Semisal sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

“Satu shalat di masjidku ini lebih utama daripada seribu kali shalat di masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram.” (HR. Bukhari: 1190, Muslim: 1394)

Keenam, pertimbangan amal. Amalan yang wajib lebih utama dan lebih besar pahalanya dibandingkan amalan sunnah. Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman:

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ

“Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Bukhari: 6502)

Demikianlah di antara faktor penyebab dilipatgandakanya pahala sebuah amalan. Semoga bermanfaat. (Art0274)

Referensi:
1. Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah, Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin
2. Jami’ul Ulumi wal Hikam, Imam Ibnu Rajab al-Hambali
3. Ma’alim fi Thariqil Ishlah, Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan

Penulis: Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !