Menjaga Akidah Sampai Akhir Hayat Husnul Khatimah

HATI YANG SALIM

Allah berfirman:

‏يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيم ٍ

Di hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang salim. (QS. Asy-Syu’ara’: 88-89)

Imam Ibnu Katsir menyebut sebuah riwayat dari Abu ‘Utsman An-Naisaburi, bahwa beliau mengatakan:

هُوَ القَلْبُ الخَالِي مِنَ البِدْعَةِ المُطْمَئِنُّ عَلَى السُنَّةِ

“Hati yang salim itu adalah hati yang bersih dari kebid’ahan dan tenang di atas sunnah.” (Tafsir Ibn Katsir: 6/149)

Sunnah disini dalam artian istilah aqidah yaitu segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah, lawan dari bid’ah, bukan dalam artian istilah fikih.

URGENSI AKIDAH TAUHID SAMPAI AKHIR HAYAT

  1. Syarat diterima ibadah

Diriwayatkan dari Fudhail bin Iyadh ketika menafsirkan firman Allah berikut:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk: 1-2)

“’Yang paling baik‘” adalah yang paling ikhlas dan shawab. Sebuah amalan tidak akan diterima kecuali dengan ikhlas dan shawab. Ikhlas apabila untuk Allah semata dan shawab apabila sesuai sunnah (tuntunan Rasulullah).” (Jamiul Ulumi  wal Hikam: 19 cet. Darul Aqidah)

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah berfirman:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

Aku adalah Dzar yang paling tidak memerlukan sekutu, barangsiapa melakukan suatu amalan dengan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku meninggalkannya dan sekutunya’.” (HR. Muslim: 2985)

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim: 1718)

  1. Syarat bermanfaatnya akhlak yang baik

Allah berfirman:

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ لَا يَسْتَوُونَ عِندَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS. At-Taubah: 19)

Ayat ini sebagai bantahan buat orang-orang Qurasy yang tidak mau beriman karena mereka merasa memiliki jasa dan berakhlak kepada manusia. Allah sebutkan bahwa itu tidak sama dengan keimanan kepada Allah. Jangan berbangga dengan amalan kalian tersebut, karena keimanan kepada Allah jauh lebih berharga daripada amalan kalian tersebut.

Dari Aisyah dia berkata, aku pernah bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ قَالَ لَا يَنْفَعُهُ إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’an pada masa jahiliyyah selalu bersilaturrahim dan memberi makan orang miskin. Apakah itu memberikan manfaat untuknya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak, sebab dia belum mengucapkan, ‘Rabbku ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan’.” (HR. Muslim: 214)

Lihat hadits ini dan renungkan dengan seksama, Ibnu Jud’an itu adalah orang yang sangat baik dan bagus sekali akhlaknya, dia yang selalu menyambung silaturrahim, memberi makan orang-orang miskin. Tapi itu semua tidak bermanfaat kepadanya sedikitpun karena dia tidak beriman kepada Allah.

Karenanya, orang kafir di akhirat nanti akan menyaksikan kebaikan mereka lenyap bagai debu yang berterbangan. Allah berfirman:

وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا

Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS. Al-Furqan: 23)

  1. Syarat mutlak masuk surga

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

مَنْ لَقِىَ اللَّهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ النَّارِ

Barang siapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun akan masuk surga dan barang siapa yang berjumpa dengan-Nya sedangkan ia mempersekutukan-Nya akan masuk neraka. ( HR. Muslim: 93)

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas neraka seorang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, mengharapkan dengan ucapannya itu wajah Allah. (HR. Bukhari: 425, Muslim: 33)

Bentuk pengharaman Allah tersebut ada dua macam:

Pertama, pengharaman masuk. Maksudnya yaitu Allah akan menghalangi seseorang yang bertauhid agar tidak masuk neraka, meskipun dosanya selain syirik membumbung setinggi langit. Kalau Allah berkehendak maka Ia akan mengampuni dosa-dosa tersebut lalu memasukkan hambanya itu ke dalam surga tanpa harus masuk dulu ke dalam neraka. Rasulullah ﷺ bersabda:

 إِنَّ اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا ، كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلَ مَدِّ الْبَصَرِ ، ثُمَّ يَقُولُ أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا ؟ أَظَلَمَكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ ؟ فَيَقُولُ : لَا يَا رَبِّ ! فَيَقُولُ : أَفَلَكَ عُذْرٌ ؟ قَالَ : لَا يَا رَبِّ ! فَيَقُولُ : بَلَى ؛ إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً ، وَإِنَّهُ لَا ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ ، فَتُخْرَجُ بِطَاقَةٌ فِيهَا : أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، فَيَقُولُ : احْضُرْ وَزْنَكَ ، فَيَقُولُ : يَا رَبِّ ! مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ ؟ فَيَقُولُ : إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ ، قَالَ : فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كِفَّةٍ ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ ، فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ ؛ فَلَا يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللَّهِ شَيْءٌ

Sesungguhnya Allah akan memilih seorang dari ummatku dihadapan sekian banyak makhluk nanti di hari kiamat. Kemudian dibukakan kepadanya sembilan puluh sembilan catatan dosa. Setiap catatan sejauh mata memandang. Kembali Allah berkata: “Apakah ada yang engkau ingkari dari semua ini? Apakah para malaikat pencatat-Ku menzalimimu?” Orang itu mengatakan: “Tidah wahai Rabbku.” Allah bertanya: “Apakah engkau mempunyai udzur?” Ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabbku.” Kemudian Allah berkata: “Ya, sungguh engkau memiliki kebaikan disisi kami, dan engkau tidak akan dizalimi pada hari ini.” Kemudian dikeluarkan sebuah kartu kecil yang bertuliskan : Asyhadu an la ilaha illah wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah. Kemudian Allah berkata: “Hadirkanlah timbanganmu.” Maka orang itu pun berkata: “Wahai Rabbku apalah artinya satu kartu ini dengan sekian banyak catatan dosa ini.” Allah berkata: “Sungguh engkau tidak akan dizalimi.” Kemudian catatan-catatan dosa diletakkan di daun timbangan dan kartu diletakkan di daun timbangan yang lain. Ternyata cacatan dosa itu ringan sedangkan kartu berat. Tidak ada sesuatu pun yang dapat mengalahkan nama Allah. (HR. Tirmidzi: 2639, Ibnu Majah: 4300, Ash-Shahihah: 135)

Kedua, pengharaman kekekalan. Maksudnya seorang yang bertauhid meski masuk ke dalam neraka untuk menerima balasan dari dosa-dosa yang telah ia kerjakan, kelak akan dikeluarkan oleh Allah dari sana lalu dimasukkan ke dalam surga. Dia dihalangi oleh Allah agar tidak kekal di dalam neraka. Rasulullah ﷺ bersabda:

وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ

Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah dan di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari kebaikan. (HR. Bukhari: 44, Muslim: 193)

CARA MENJAGA AKIDAH

  1. Belajar tauhid secara global yang terperinci

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِْيقًا َيلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا ِإلىَ اْلجَنَّةِ

“Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim)

  1. Mengamalkan ilmu dan memperbanyak ibadah

Imam Malik berkata:

Aku mendapati para ahli ilmu di negeri kami (Madinah) dimana mereka mencari dunia dan menuntut ilmu serta banyak berbaur dengan manusia. Hingga ketika mereka telah sampai pada umur 40 tahun, mulailah mereka meninggalkan banyak berbaur dengan manusia dan segera menyibukkan diri untuk akhirat hingga datang kematian kepada mereka. (Tafsir Al-Qurthuby: 17/390, Tafsir QS. Fathir: 37)

Abdullah bin Dawud Al-Khuraiby menggambarkan hal yang sama, tentang kebiasaan orang-orang shalih di masanya, ia berkata:

كَانَ أَحَدُهُمْ إِذَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً طَوَى فِرَاشَهُ

Diantara mereka apabila telah sampai umur 40 tahun maka ia melipat kasurnya. (Mawa’izhu Ash-Shahabah: 111)

Abu Musa Al-Asy’ari adalah seorang sahabat Nabi yang mulia, salah satu manusia terbaik yang banyak ibadahnya. Namun ketika bertambah usianya dan ia merasa ajal semakin mendekatinya maka ia pun bersungguh-sungguh untuk banyak beribadah, sampai-sampai para sahabat dan orang-orang dekatnya merasa kasihan dan memintanya untuk tidak terlalu memaksakan diri, akan tetapi ia justru menjawab dengan sebuah ungkapan yang sangat dalam yang masih terkenang hingga hari ini, ia berkata:

إِنَّ الخَيْلَ إِذَا أُرْسِلَتْ فَقَارَبَتْ رَأْسَ مَجْرَاهَا ، أَخْرَجَتْ جَمِيْعَ مَا عِنْدَهُ ، وَالَّذِي بَقِيَ مِنْ أَجَلِي أَقَلُّ مِنْ ذَلِكَ

“Sesungguhnya seekor kuda pacu ketika dilepaskan dan akan mendekati garis akhir maka ia akan mengerahkan semua tenaga dan upaya yang ada padanya. Sedangkan yang tersisa dari ajalku lebih sedikit dari hal itu.”

Abu Musa pun terus seperti itu hingga ia meninggal dunia. (Tarikh Al-Islam: 145, Tarikh Dimasq: 534)

Menjauhi segala macam bentuk kesyirikan dan kemunafikan diantaranya Riya. Disebutkan dalam sebuah hadits:

نَظَرَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إلى رَجُلٍ يُقاتِلُ المُشْرِكِينَ، وكانَ مِن أعْظَمِ المُسْلِمِينَ غَناءً عنْهمْ، فقالَ: مَن أحَبَّ أنْ يَنْظُرَ إلى رَجُلٍ مِن أهْلِ النَّارِ، فَلْيَنْظُرْ إلى هذا فَتَبِعَهُ رَجُلٌ، فَلَمْ يَزَلْ علَى ذلكَ حتَّى جُرِحَ، فاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فقالَ بذُبابَةِ سَيْفِهِ فَوَضَعَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، فَتَحامَلَ عليه حتَّى خَرَجَ مِن بَيْنِ كَتِفَيْهِ، فقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ العَبْدَ لَيَعْمَلُ، فِيما يَرَى النَّاسُ، عَمَلَ أهْلِ الجَنَّةِ وإنَّه لَمِنْ أهْلِ النَّارِ، ويَعْمَلُ فِيما يَرَى النَّاسُ، عَمَلَ أهْلِ النَّارِ وهو مِن أهْلِ الجَنَّةِ، وإنَّما الأعْمالُ بخَواتِيمِها

Nabi ﷺ memandang seorang laki-laki yang sedang berperang melawan orang-orang musyrik, dan dia termasuk orang yang paling hebat bantuannya bagi kaum Muslimin. Maka beliau ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang ingin melihat seorang penghuni neraka, maka lihatlah orang ini.” Lalu ada seseorang yang mengikutinya, dan dia terus mengamatinya sampai orang itu terluka, lalu dia ingin segera mati, maka dia meletakkan ujung pedangnya di tengah dadanya, kemudian menekannya hingga menembus punggungnya dan dia pun mati bunuh diri. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal dengan amalan penghuni surga di mata manusia, namun dia adalah penghuni neraka. Dan ada yang beramal dengan amalan penghuni neraka di mata manusia, namun dia adalah penghuni surga. Sesungguhnya amal itu tergantung pada penutupnya (akhir hidupnya).” (HR. Bukhari: 6493)

Syiar munafik: suka pamer (riya), karenanya Nabi sangat khawatir. Beliau bersabda:

«إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكَ الأَصْغَرُ».قالوا: وما الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يا رَسُولَ اللهِ؟ قالَ: «الرِّيَاءُ».

“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya: “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Riya’ (pamer amal).”

Tiga golongan pertama diazab adalah orang yang berjihad, belajar dan mengajar agama, bersedekah tapi riya. (dalam HR. Muslim1905)

  1. Mewaspadai cinta buta dunia

Imam ‘Abdul Haq Al-Isybili berkata : “adapun penyebab “terbesarnya” (su-ul khatimah) adalah; “tenggelam” dalam dunia, berpaling dari “akhirat” dan melakukan kemaksiatan kepada allah ta’ala” (al-‘aaqibah fii dzikril maut 178)

Disebutkan dalam riwayat bahwa:

حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ

“Cinta dunia adalah pangkal dari segala dosa.”

Dikisahkan, ada seorang muadzin yang sangat rajin adzan dan shalat. Dia sangat taat beribadah dan sering di masjid. Suatu hari, dia melihat ke rumah seorang Nasrani yang berada di bawah me- nara masjid, ternyata dia melihat putri penghuni rumah dan lang- sung jatuh cinta padanya. Dia pun meninggalkan adzannya dan turun menuju rumahnya. Wanita tersebut mengatakan: “Apa yang Anda inginkan?” Muadzin menjawab: “Saya menginginkan dirimu.” Wanita itu bertanya: “Kenapa begitu?” Dia menjawab: “Aku telah jatuh cinta padamu.” Wanita itu berkata: “Saya tidak mau berbuat dosa.” Muadzin berkata: “Aku akan menikahimu.” Wanita itu men- jawab: “Kamu seorang muslim dan saya seorang nasrani, ayahku jelas tidak akan merestui.” Muadzin berkata: “Saya akan beragama Nasrani.” Akhirnya, dia pun menjadi pemeluk agama Nasrani agar bisa menikahi wanita itu dan tinggal bersamanya, tetapi sebelum menikah dia menaiki loteng rumahnya dan terpeleset lalu meni- nggal dunia. (At-Tadzkirah fi Umuril Akhirah oleh Al-Qurthubi him. 43)

  1. Banyak bertaubat, beristighfar dan berdo’a

Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ

Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam satu hari sebanyak seratus kali.” (HR. Muslim: 2702)

Rasulullah ﷺ saja pada akhir hayatnya semakin sering beristighfar, bertakbir, dan memuji Allah, terlebih lagi pada saat turunnya Surat an-Nashr yang memberi isyarat dekatnya ajal beliau. Aisyah berkata, Rasulullah ﷺ memperbanyak membaca do’a terlebih ketika rukuk dan sujud:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

Maha Suci Engkau wahai Allah, aku memuji-Mu, ampunilah aku. (HR. Bukhari)

Disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah ﷺ sering berdo’a dengan do’a:

يَا مُقَلِّبَ القُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi: 2140, Ibnu Majah: 3834 Dihasankan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah no. 2091)

  1. Mencari lingkungan (teman-teman) yang shalih

Ulama Tabi’in, Mujahid berkata : “Barangsiapa mati, maka akan Datang di hadapan dirinya orang yang Satu majelis (Setipe) Dengannya. Jika ia biasa duduk, di majelis orang yg selalu menghabiskan waktu dalam ‘kesia-siaan’, maka itu yang menjadi ‘temannya’ saat Sakaratul maut. Tapi jika di kehidupannya ia selalu duduk Bersama Ahli Dzikir (yg Senantiasa ingat Allah), maka itulah yang menjadi ‘Teman’ yang akan menemaninya saat “Sakaratul Maut” (At-Tadzkirah Imam Al-Qurthubi I/38)

Banyak penyesalan di akhirat nanti lantaran sahabat-sahabat yang buruk ini. Allah berfirman:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ، يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ، لَّقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُولًا

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (QS. Al-Furqan: 27-29)

Lihat:

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !