MENYEMPURNAKAN ITTIBA’ – Pelajaran Dari Bulan Dzulhijjah

Ittiba‘ adalah mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, melakukan ibadah sesuai dengan tuntunannya. Hal ini adalah sebuah kewajiban. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Ahzab: 21 )

Semua ibadah harus didasarkan pada ittiba’. Dalam kaitannya dengan salah satu amalan di bulan Dzulhijjah ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ

“Ambillah dariku (contoh) tata cara manasik haji kalian.” (HR. Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra)

Dalam riwayat Imam Muslim rahimahullah

لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ

“Agar kalian mengambil cara manasik kalian (dariku).” (HR. Muslim: 1297)

Dalil ini sangat jelas menunjukkan kepada kita tentang kedudukan Ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam melakukan ibadah.

Kwualitas ittiba’ akan menetukan besar kecilnya kemuliaan. Semakin seorang ittiba’, semakin ia mulia dan selamat. Para sahabat menjadi generasi terbaik karena mereka memang benar-benar mewujudkan ittiba’ yang sesungguhnya dalam kehidupan mereka. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

فَقَدِمَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِسِعَايَتِهِ قَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَ أَهْلَلْتَ يَا عَلِيُّ قَالَ بِمَا أَهَلَّ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu datang dengan membawa si’ayah. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam pun bertanya kepadanya: ‘Dengan apa engkau tadi bertalbiyah wahai Ali?’ Ali menjawab: ‘Aku bertalbiyah dengan talbiyahnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.’” (HR. Bukhari: 4352)

Umar bin Khaththab pernah mengatakan ketika mencium Hajar Aswad:

وَاللَّهِ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْه وَسَلَّم قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ

“Demi Allah aku menciummu padahal aku sangat tahu bahwa engkau hanyalah sebongkah batu yang tidak bisa memberi manfaat atau mudharat. Kalaulah bukan karena aku pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menciummu, aku tidak akan menciummu.” (HR Bukhari: 1532, Muslim: 1270)

Oleh sebab itu, mengambil pelajaran dari syariat di bulan Dzulhijjah yang mulia ini, maka marilah membenahi ittiba’ kita kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Jangan banyak tanya atau meremehkan, jangan kemudian mengatakan “Ini kan hanya sunnah, tidak wajib.” Jika sesuatu itu memang ajaran beliau shallallahu alaihi wasallam maka terima dan laksanakan. Agar kita selamat dan menjadi pribadi-pribadi yang mulia.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !