Muslim Itu Samhah Tidak Terlalu Hitung-hitungan

Ketika Shahibul Madyan; ayah kedua wanita itu mengatakan dan memberikan tawaran kepada Nabi Musa alaihissalam, sebagaimana yang dihikayatkan Allah:

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ

Dia berkata: “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.” (QS. Al-Qashash: 27)

Maka Nabi Musa pun menerima dan memilih untuk menyempurnakan akad ini menjadi sepuluh tahun. Padahal, kewajibannya hanya delapan tahun. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

سَأَلْتُ جِبْرِيْلَ أَيُّ الأَجَلَيْنِ قَضَى مُوْسَى ؟ قَالَ : أَتَمُّهُمَا وَأَكْمَلُهُمَا

“Aku bertanya kepada Jibril, ‘Jangka waktu yang mana yang ditunaikan Musa?’ Dia menjawab, ‘Yang paling penuh dan sempurna dari keduanya.’” (HR. Ibnu Jarir 20/44, Ash-Shahihah: 1880)

Jadi pelajaran pentingnya, bahwa seorang muslim itu, adalah pribadi yang murah hati, tidak bakhil dan tidak terlalu “hitung-hitungan.” Makanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

  رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى

“Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli dan juga orang yang meminta haknya.” (HR. Bukhari: 2076)

Dari Abu Rafi’ radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah meminjam unta muda kepada seorang laki-laki, ketika unta sedekah tiba, maka beliau pun memerintahkan Abu Rafi’ untuk membayar unta muda yang dipinjamnya kepada laki-laki tersebut. Lalu Abu Rafi’ kembali kepada beliau seraya berkata, “Aku tidak mendapatkan unta muda kecuali unta yang sudah dewasa.” Maka beliau bersabda:

أَعْطِهِ إِيَّاهُ إِنَّ خِيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً

“Berikanlah kepadanya, sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Muslim: 1600)

Oleh karena itu, jadilah seorang muslim yang samhah; mudah dan murah hati. Jangan semuanya serba hitung-hitungan, tenaga dan waktu terlalu mahal untuk orang, sehingga setiap detiknya harus ada ganti ruginya. Setiap tetes keringat harus ada imbalannya. Tidak seperti itu seorang muslim.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !