Khalid Bin Said Bin Al Ash – Sirah Sahabat

 

“Ayahku Adalah Orang Kelima. Dia Adalah Orang Pertama yang Menuliskan Bismillahirrahmanirrahim.” (Putri Khalid)

Pada suatu sore yang tenang dan damai di Mekkah, berangkatlah Said bin Al Ash bin Umayyah yang dijuluki dengan Abu Uhaihah dari rumahnya di dataran tinggi Al Hajun[1] untuk menuju Masjidil Haram. Ia sudah mengenakan sorban merah yang amat mahal di kepalanya.

Ia menyingsingkan di bahunya sebuah selendang yang menjadi salah satu perhiasan para raja Yaman, yang dipenuhi dengan benang emas.

Di depannya ada sebuah rombongan berjalan yang terdiri dari para budak yang digiring dengan pedang. Di sebelah kanannya terdapat beberapa orang putranya, salah satu dari mereka bernama Khalid.

Di sebelah kirinya terdapat beberapa orang pria dari kaumnya Bani Abdi Syamsin dan mereka mengenakan pakaian dan perhiasan yang terbuat dari sutra.

Begitu nampak kedatangan Abu Uhaihah di sekitar Masjidil Haram, maka para penduduk berkata: “Sang Pemilik Mahkota sudah tiba!” Para penduduk Mekkah memberikan gelar kepadanya seperti itu karena jika kepalanya sudah mengenakan sorban, maka tidak ada seorang pun dari Quraisy yang akan mengenakan sorban dengan warna serupa kecuali ia akan melepaskannya.

Para penduduk akan memberikan jalan kepadanya beserta rombongannya sehingga ia menempati sebuah tempat tepat di bawah Ka’bah.

Lalu datanglah menghadapnya Abu Sufyan bin Harb, Utbah bin Rabiah, Abu Jahl bin Hisyam dan para pemuka Quraisy lainnya. Ia lalu bertanya kepada mereka: “Benarkah kabar yang aku dengar bahwa Sa’d bin Abi Waqash telah mengikuti jejak Muhammad?! Dan bahwa dia telah berani menyerang seorang pria dari suku Quraisy, yang telah ia pecahkan kepalanya sehingga darah bercucuran. Sebab pria tadi telah berani melarangnya untuk shalat kepada selain berhala kita?”

Kemudian ia berkata: “Demi Lata dan Uzza, Jika kalian masih terus mengalah terhadap Muhammad bin Abdullah karena memandang bahwa ia masih termasuk keluarga Bani Hasyim, maka aku sendiri yang akan menghadapinya. Dan aku akan menghalangi Tuhan anak Abi Kabasyah[2] untuk disembah di Mekkah.”

Kemudian ia kembali dengan rombongannya seperti ia datang tadi. Tidak ada yang tertinggal selain anaknya yang bernama Khalid.

❀•◎•❀

Khalid bin Said bin Al Ash tinggal di Masjidil Haram dengan berpindah dari majlis yang satu ke majlis lainnya demi mencari berita tentang Muhammad dan untuk mendengarkan kisah tentang dakwahnya.

Namun dari berita yang ia dapatkan tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ada yang membenarkan kedengkian yang telah ia lihat dari ayahnya kepada Muhammad dan para sahabatnya. Atau ada hal yang dapat membuktikan kebenaran kedengkian yang ada pada diri pemuka Quraisy.

❀•◎•❀

Begitu malam tiba, Khalid bin Said kembali ke rumahnya. Ia langsung menuju kamarnya tanpa melewati kamar ayahnya untuk menyampaikan ucapan selamat malam sebagaimana yang biasa ia lakukan setiap hari. Kemudian ia langsung menuju pembaringannya yang empuk untuk tidur.

Akan tetapi matanya malam itu tidak bisa terpejam. Ia merasa ada sesuatu yang membuat matanya tidak bisa tertidur.

Yang membuat hatinya menjadi resah pada malam itu adalah tentang Muhammad dan apa yang ia dakwahkan. Ia merasa khawatir jika ayahnya akan menyiksa Muhammad dengan begitu kejam.

❀•◎•❀

Pada bagian malam terakhir, rasa kantuk membuat ia terlelap dan akhirnya ia pun menyerah tak kuasa menahan keinginan untuk tidur.

Tidak lama kemudian ia langsung bangkit dengan rona wajah yang berubah. Ia seperti terkaget dengan apa yang baru saja ia impikan. Tubuhnya berguncang menahan apa yang baru saja ia alami, dan ia berkata: “Aku bersumpah demi Allah, mimpi yang baru saja aku alami adalah benar. Aku tidak melihat bahwa mimpi tersebut adalah dusta.”

❀•◎•❀

Khalid telah melihat dalam mimpinya bahwa ia berdiri di tepi sebuah lembah neraka Jahannam yang amat dalam. Tidak ada yang tahu berapa jauh kedalamannya. Di dalam lembah tersebut terdapat api yang berkobar dan menyala yang menimbulkan suara lolongan dan rintihan yang membuat hati dan jiwa terasa copot ketakutan.

Begitu ia ingin mencoba untuk menjauhkan diri dari tepi lembah tersebut, rupanya ayahnya menghalangi jalan untuknya. Ayahnya mencoba dengan sekuat tenaga untuk mendorongnya masuk ke dalam lembah api. Maka Khalid pun berusaha menghadapi ayahnya sekuat mungkin.

Khalid bergumul dengan ayahnya sampai ia merasa kelelahan, dan hampir saja ia terjerumus ke dalam lembah neraka.

Lalu tiba-tiba datanglah Muhammad bin Abdullah menarik tubuhnya dengan kedua tangan Beliau. Ia menarik Khalid ke arahnya dan menolongnya agar tidak jatuh ke dalam lubang api neraka.

❀•◎•❀

Belum juga pagi mulai terang benderang saat Khalid bin Said datang ke rumah Abu Bakar As Shiddiq radhiallahu anhu. Hal itu dilakukannya, sebab Khalid telah mengenal dan percaya kepada Abu Bakar.

Khalid menceritakan kepada Abu Bakar tentang mimpinya. Abu Bakar lalu berkata: “Allah telah menginginkan kebaikan atasmu, ya Khalid! Sebab Allah telah mengutus Muhammad bin Abdullah dengan agama petunjuk dan kebenaran. Dan agama ini akan mengungguli semua agama yang ada meski para musyrikin membencinya. Ikutilah jejak Beliau, ya Khalid! Jika engkau mau mengikutinya, maka pintu surga akan dibukakan untukmu. Dan engkau akan terhijab dari api neraka. Sedangkan ayahmu akan masuk ke dalam neraka, tempat yang ia ingin kau masuk ke dalamnya.”

❀•◎•❀

Khalid bin Said berangkat untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang beribadah kepada Allah secara sembunyi-sembunyi di Ajyad[3]. Lalu Khalid mengucapkan salam kepada Beliau dan berkata: “Apa yang hendak kau dakwahkan kepada kami, ya Muhammad?”  

Beliau bersabda: “Aku mengajak kalian untuk beriman kepada Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa aku adalah hamba dan Rasul-Nya. Dan agar kalian meninggalkan penyembahan kepada batu yang tidak dapat melihat dan mendengar. Tidak dapat mendatangkan mudharat atau manfaat. Yang tidak mampu membedakan orang yang datang untuk beribadah kepadanya, dan orang yang akan membawa kecelakaan baginya.”

Maka merekahlah kebahagiaan di wajah Khalid, dan ia berkata: “Asyhadu an la ilaha illa-Llahu wa annaka Abdullahi wa Rasuluhu.”

Maka Khalid bin Said Al Ash adalah orang kelima atau keenam yang masuk Islam di muka bumi. Karena tidak ada orang yang mendahuluinya untuk mendapatkan kemuliaan yang agung ini selain Khadijah binti Khuwailid, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar As Shiddiq, dan Sa’d bin Abi Waqash.

❀•◎•❀

 Khalid bin Said meninggalkan istana ayahnya yang tinggi yang terletak di dataran tinggi Al Hajun, dan ia meninggalkan kehidupannya yang mewah dan nikmat.

Ia menghapalkan ayat-ayat Al Qur’an yang turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ia beribadah kepada Allah secara sembunyi karena khawatir akan aniaya Quraisy.

Begitu Khalid telah lama menghilang dari rumah, maka ayahnya mencari-cari dimana keberadaannya, namun ia tidak dapat menjumpainya. Maka ayahnya mengutus beberapa orang untuk mencari informasi tentang keberadaan anaknya. Akhirnya ayahnya mendapatkan berita bahwa anaknya telah masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad.

❀•◎•❀

 Maka menjadi kalutlah sang pemimpin Mekkah ini. Sebab ia tidak pernah menduga bahwa salah seorang putranya akan berani keluar dari asuhannya, berpaling dari Lata dan Uzza lalu menjadi pengikut Muhammad.

Maka ayahnya mengutus seorang budaknya yang bernama Rafi’ dan kedua saudaranya yang bernama Aban dan Umar. Ketiganya berhasil menemukan Khalid yang sedang melakukan shalat di sebuah jalan yang membuat hati dan jiwa mereka menjadi damai.

Ketiganya lalu berkata kepada Khalid: “Ayahmu memanggilmu untuk segera menemuinya. Ia menjadi marah karena engkau telah berani meninggalkan rumah tanpa seizinnya.”

Maka berangkatlah Khalid bersama ketiganya. Dan ketika ia sudah bertemu dengan ayahnya, Khalid mengucapkan salam Islam kepadanya.

Ayahnya berkata kepadanya: “Celaka kamu. Apakah engkau telah keluar dari agamamu, agama ayahmu dan agama kakekmu lalu kini kau mengikuti Muhammad?!”

Khalid menjawab: “Aku tidak keluar, akan tetapi aku beriman kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku percaya dengan kenabian Rasul-Nya yang bernama Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan aku menyingkirkan segala berhala yang kalian sembah selain Allah.”

Ayahnya langsung berkata: “Celaka kamu! Apakah engkau mengatakan bahwa engkau telah percaya kepada orang yang mengaku Nabi ini?” Khalid menjawab: “Dia bukanlah orang yang mengaku Nabi, akan tetapi dia adalah orang yang jujur yang menyampaikan risalah Tuhannya. Ia bertugas untuk memberi nasehat bagiku, bagimu dan bagi semua manusia.”

Ayahnya berkata: “Engkau harus berpaling darinya dan mendustakannya!” Khalid menjawab: “Aku tidak akan melakukannya selagi di dalam tubuhku ada darah yang mengalir.” Ayahnya berkata: “Kalau demikian, aku tidak akan memberi rizqiku kepadamu!” Khalid menjawab: “Itu adalah hal yang lebih rendah dari perkiraanku. Dan Allah adalah pemberi rizqi kepadamu dan kepadaku.”

Maka timbullah amarah pemuka Bani Abdi Syamsin ini terhadap anaknya. Kemudian ia mendekat ke arah anaknya dengan membawa sebuah tongkat besar yang telah ia siapkan. Lalu ayahnya memukulkan tongkat tersebut ke kepala Khalid, lalu mengalirlah darah merah berhamburan.

Ayahnya tidak berhenti memukulkan tongkat ke kepala dan tubuh Khalid, sehingga darah terus mengalir.

Kemudian ayahnya memerintahkan agar Khalid diikat dengan tali dan ia dikurung di sebuah kamar yang gelap. Ia tidak diberi makan dan minum selama 3 hari.

Kemudian pada hari keempat datanglah beberapa orang dari anggota keluarganya dan berkata: “Bagaimana kondisimu, ya Khalid?” Ia menjawab: “Aku senantiasa berada dalam kenikmatan dari Allah Azza wa Jalla.” Mereka bertanya: “Bukankah tepat kiranya bila kau kembali menggunakan akal sehatmu dan mentaati ayahmu?!” Ia menjawab: “Akal sehatku tidak pernah pergi dariku dan aku pun tidak pernah meninggalkannya. Dan aku tidak akan mentaati ayahku selagi ia bermaksiat kepada Allah.”

Mereka berkata kepadanya: “Katakan sebuah ucapan tentang Lata dan Uzza yang dapat membuat ayahmu senang, maka ia akan mengurangi penderitaanmu!” Khalid menjawab: “Lata dan Uzza adalah dua batu yang tuli dan bisu. Dan aku tidak akan mengatakan ucapan tentang keduanya kecuali ucapan yang dapat membuat Allah dan Rasul-Nya ridha kepadaku. Meski ayah akan melakukan apa saja yang ia suka kepadaku.”

❀•◎•❀

Abu Uhaihah semakin mengencangkan tali pengikat pada diri Khalid. Ia memerintahkan para pembantunya untuk mengeluarkan Khalid setiap hari pada waktu siang ke padang pasir Mekkah. Para pembantu tadi diperintahkan untuk melemparkan Khalid di antara bebatuan sehingga ia akan terbakar oleh terik matahari.

Setiap kali mereka membawa Khalid lalu melemparkannya di terik matahari, ia akan berkata: “Segala puji bagi Allah Yang telah memuliakan aku dengan iman dan Islam. Ini semua bagiku lebih ringan dari pada sesaat teradzab di api neraka Jahannam sebagaimana yang ayahku inginkan untuk menjerumuskan aku ke dalamnya. Semoga Allah akan membalas kebaikan Nabi-Nya atas jasa Beliau kepadaku dan kepada kaum muslimin dengan balasan yang paling mulia.”

Suatu hari Khalid mempunyai kesempatan untuk melarikan diri dari kurungan ayahnya dan pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Tidak lama kemudian kedua saudaranya yang bernama Umar dan Aban bergabung bersamanya dalam rombongan kebaikan dan cahaya. Di saat itulah Abu Uhaihah semakin geram dan ia berkata: “Demi Lata dan Uzza, aku akan pergi jauh dari Mekkah dengan membawa hartaku, dan itu lebih baik untukku. Dan aku akan meninggalkan mereka semua yang telah meninggalkan agama, mereka yang telah mencela berhalaku!”

Kemudian ia pindah ke sebuah desa di Thaif, dan ia menetap di sana sehingga ia mati dalam kesedihan dan kemusyrikan

❀•◎•❀

Begitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Habasyah, maka Khalid bin Said bin Al Ash ini berangkat ke sana bersama istrinya yang bernama Aminah binti Khalaf Al Khuza’iyah. Ia menetap di sana lebih dari 10 tahun menjadi seorang da’i ila-llah. Ia tidak meninggalkan negeri Habasyah menuju Madinah kecuali setelah Allah menaklukkan Khaibar bagi kaum muslimin.

Maka gembiralah hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan kedatangannya, dan Beliau memberikan jatah ghanimah Khaibar kepadanya sebagaimana Beliau membagikannya kepada para pejuang.

Kemudian Beliau mengangkatnya sebagi wali di Yaman. Dan Khalid terus menjabat sebagai wali Yaman sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat.

❀•◎•❀

Pada masa khalifah Abu Bakar As Shiddiq, Khalid bergabung di bawah panji pasukan yang menuju ke negeri Syam untuk berperang melawan bangsa Romawi. Dia begitu semangat berperang di tengah medan laga seolah dia adalah seorang ksatria pemberani yang amat gagah.

Sebelum terjadinya perang Marjis Shuffar yang terletak dekat dengan Damaskus, Khalid meminang Ummu Hakim binti Al Harits[4] dan melakukan akad nikah kepadanya. Saat Khalid hendak meminangnya, Ummu Hakim berkata: “Ya Khalid, alangkah baiknya kalau engkau menunda pernikahan ini hingga orang-orang telah kembali dari peperangan tersebut, karena aku tahu bahwa mereka akan berangkat ke sana.” Khalid berkata: “Hatiku mengatakan bahwa aku akan menjadi syahid dalam perang tersebut.”

Kemudian Khalid menikahi Ummu Hakim.

Pada pagi hari dimana ia hendak mengadakan walimah bagi para sahabatnya, belum lagi para muslimin menyelesaikan makanan mereka namun bangsa Romawi telah menyiapkan pasukan yang begitu banyak dan kuat.

Salah seorang dari ksatria Romawi keluar dari barisan untuk menantang duel. Maka tampillah Habib bin Salamah untuk menghadapinya, dan Habib berhasil membunuhnya.

Salah seorang ksatria dari pihak Romawi tampil lagi untuk menantang duel. Maka majulah Khalid bin Said untuk menghadapinya.

Kedua ksatria tersebut mulai saling melompat dan menyerang. Masing-masing dari mereka mengarahkan pukulan yang mematikan ke arah musuhnya. Pedang ksatria Romawi tadi rupanya tepat mengenai sasaran, namun pedang Khalid meleset dari sasaran. Maka terjerembablah tubuh Khalid di atas tanah. Ia mati sebagai syahid.

Lalu kedua pasukan pun bertemu. Berlangsung antara mereka sebuah peperangan yang dahsyat. Tidak ada suara yang terdengar selain pukulan pedang pada kepala manusia.

Pada saat itu, melompatlah Ummu Hakim bagai seekor singa betina yang kehilangan anaknya.

Ia melepaskan gaun pengantinnya, dan ia mencabut tiang tenda yang akan menjadi kemah malam perkawinannya. Ia turut-serta dalam peperangan dengan para prajurit muslimin lainnya.

Ummu Hakim berhasil membunuh 7 orang penunggang kuda dari pasukan Romawi. Ia terus saja menghadapi musuh sehingga peperangan berakhir dengan kemenangan telak di pihak Islam dan muslimin.

❀•◎•❀

Harga yang harus dibayar untuk mencapai kemenangan ini adalah arwah yang suci yang kembali kepada Tuhannya dengan ridha dan diridhai.

Dan di antara para arwah tadi, terdapat ruh Khalid bin Said bin Al Ash yang terbang kegirangan.

Orang yang membunuh Khalid melihat dengan mata kepalanya ada sebuah cahaya yang bersinar di langit, kemudian menari-nari di atas tubuh Khalid dan dihadapannya. Lalu orang yang membunuh Khalid tadi merasa begitu menyesal telah membunuhnya.

Dan itu menjadi penyebab dirinya masuk ke dalam agama Allah bersama orang-orang lain.

Untuk lebih jauh mengenal profil Khalid bin Said bin Al Ash silahkan melihat:

  1. Al Bidayah wa An Nihayah: 3/32
  2. Al Thabaqat Al Kubra: 4/94
  3. Hayatus Shahabah: 1/406 atau (Tarjamah) 2167
  4. Al Ishabah: 1/406 atau (Tarjamah) 2168
  5. Al Istiab (dengan Hamisy Al Ishabah): 1/399

_________________________________________________

[1] Al Hajun adalah sebuah tempat di Mekkah dekat dari Masjidil Haram

[2] Abu Kabasyah: adalah Al Harits bin Abdul Uzza bin Rifa’ah Al Sa’di yaitu suami Halimatus Sa’diyah yaitu seorang ibu yang telah menyusui Rasul

[3] Ajyad atau Jiyad adalah sebuah jalan di Mekkah dan hingga kini masih ada dan terletak di sebelah Masjid Al Haram

[4] Ummu Hakim sebelumnya adalah istri Ikrimah bin Abu Jahal

Lihat Arsip Lengkapnya:

Kumpulan Sirah Sahabat Nabi ﷺ

Disalin dari Kitab Suwar min Hayati Ash-Shahabah Dr. Abdurrahman Ra’fat Al-Basya, Edisi Indonesia Kisah Heroik 65 Orang Sahabat Nabi, disebar luaskan oleh Kaunee.com

Diposting oleh Maribaraja.Com pada Senin, 27 Dzulhijjah 1441H/ 17 Agustus 2020 M

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !