IMAM AL-BUKHARI (KabaUrangDulu012)
Disebutkan dalam biografi dan catatan perjalanan hidup Imam Bukhari rahimahullah, sebagaimana yang dituturkan oleh al-Khatib al-Baghdadi:
كَانَ الإِمَامُ البُخَارِيُّ يَقُوْمُ فِيْ اللَّيْلَةِ الوَحِدَةِ مَا يَقْرُبُ مِنْ عِشْرِيْنَ مَرَّةً لِتَدْوِيْنِ حَدِيْثٍ أَوْ فِكْرَةٍ طَرَأَتْ عَلَيْهِ، كَمَا أَنَّهُ مِنْ أَعْظَمِ الرُمَاةِ، مَا كَانَ سَهْمُهُ يُخْطِئُ الهَدَفَ إِلاَّ نَادِرًا
“Dahulu Imam Bukhari terbangun dalam satu malam sampai dua puluh kali untuk menulis hadist atau ide yang terlintas secara tak sengaja olehnya. Sebagaimana beliau adalah seorang pemanah yang hebat, dimana anak panahnya jarang ada yang meleset dari targetnya.” (Mausua’ah Nadhratin Na’im: 3007) Alih bahasa: Salman, Padang
_______________
“Kesungguhan,” Itulah yang membedakan kita dengan mereka para ulama. Bukankah pada dasarnya kita sama, sebagaimana Firman Allah:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl: 78)
Kita sama-sama dilahirkan dalam keadaan telanjang dan tidak tahu apa-apa. Imam Bukhari ketika lahir juga tidak hafal al-qur’an atau hadits-hadits. Tapi dengan “kesungguhan” sehingga mereka menjadi ulama dan dengan karena “kesungguhan” pula kita menjadi kita. Mereka memang benar bersungguh-sungguh sedangkan kita setengah atau seperempatnya saja, kemudian kita berangan-angan seperti mereka? Apakah mungkin?! Tanyakan saja pada diri kita.