Antara Najis dan Haram
Satu hal yang harus dipahami dalam hal najis dan haram adalah bahwa setiap benda yang najis pasti haram, namun tidak setiap yang haram itu adalah najis. Hal ini berdasarkan dalil dari firman Allah:
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu najis.” (QS. Al-An’am: 145)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Kita dapat mengambil faidah dari sebab yang disebutkan dalam ayat ini bahwa setiap najis adalah haram. Karena Allah mengaitkan sebab diharamkannya hal-hal yang disebutkan ini dengan bahwasanya hal itu adalah najis. Maka kita dapat mengambil sebuah kaidah dari hal ini yaitu:
كُلُّ نَجْسٍ حَرَامٌ وَلَيْسَ كُلُّ حَرَامٍ نَجْسًا
“Setiap najis adalah haram dan tidak setiap yang haram adalah najis.”
Contohnya adalah sutra, ia haram bagi kaum laki-laki akan tetapi tidak najis. Hasil curian adalah haram tapi tidak najis. Racun haram tapi tidak najis.” (Manzhumah Ushulil Fiqh wa Qawaidihi: 42)
Maka apabila sesuatu itu najis maka sudah pasti haram untuk dikonsumsi. Inilah salah satu di antara kaidah syari’at kita, oleh sebab itu jika kita memahaminya maka akan banyak permasalahan yang akan terjawab.