BERIMAN KEPADA TAKDIR

 Beriman kepada takdir Allah merupakan salah satu di antara rukun iman bahkan sangat ditekankan, karenanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengulangi penyebutan beriman ketika masalah takdir, beliau bersabda:

 أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ ، وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya dan hari akhir serta engkau beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim: 8)

Defenisi Takdir

Takdir secara bahasa maknanya adalah penentuan. Sebagaimana firman Allah:

فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ

Lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan. (QS. Al-Mursalat: 23)

Sedangkan secara istilah adalah keterkaitan ilmu Allah terhadap segala kejadian serta iradah-Nya terhadap hal itu pada waktu azali sebelum adanya kejadian tersebut. Tidak ada satupun kejadian kecuali Allah telah menentukannya. (Syarh al-Aqidah al-Wasitiyah al-Fauzan: 209)

Tingkatan Beriman Kepada Qadar

Beriman kepada qadar mencangkup empat tingkatan:

Pertama, ilmu. Yaitu beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara umum maupun secara terperinci, azali dan abadi. Dan sama saja apakah hal itu berkaitan dengan perbuatan-Nya atau pun perbuatan hamba-hambaNya.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. Ath-Thalaq: 12)

Allah mengetahui segala yang tampak maupun yang tersembunyi, Allah berfirman:

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ

Dialah Allah yang tiada ilah yang haq selain ia, mengetahui yang ghaib dan yang tampak. (QS. Al-Hasyr: 22)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Mahamengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59)

Kedua, penulisan. Yaitu mengimani bahwa Allah telah mencatat semua yang Ia ilmui itu di dalam Lauhul Mahfuz. Allah berfirman:

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS. Al-Haj: 70)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.

“Allah telah mencatat seluruh taqdir semua makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim: 2653)

Ketiga, iradah dan masyi’ah (kehendak). Mengimani bahwa segala sesuatu tidak akan terjadi kecuali dengan kehendak Allah. Diantara dalilnya adalah:

وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّه

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi,” kecuali dengan menyebut:  “Jika Allah berkehendak.” (QS. Al-Kahfi: 23-24)

Semua yang dikehendaki Allah pasti terjadi, berbeda halnya dengan kehendak manusia. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan:

مَا شِئْتَ كَانَ وَإِنْ لَمْ أَشَأْ وَمَا شِئْتُ إِنْ لَمْ تَشَأْ لَمْ يَكُنْ

Apa yang Engkau kehendaki pasti terjadi meski aku tidak ingin dan apa yang aku inginkan jika engkau tidak berkehendak pasti tidak akan terjadi. (Fathul Bari: 13/457)

Keempat, penciptaan. Yaitu mengimani bahwa Allah-lah yang menciptakan segala sesuatunya baik dzat, sifat ataupun pergerakannya. Allah berfirman:

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dialah memelihara segala sesuatu. (QS. Az-Zumar: 62)

Takdir Umum Dan Khusus

Takdir ditinjau dari cangkupannya terbagi menjadi dua macam (lihat: Syarh al-Aqidah al-Wasitiyah al-Fauzan: 215) yaitu:

Pertama, takdir umum, yaitu mencangkup segala kejadian yang tertulis di Lauhul Mahfuz.

Kedua, takdir khusus, yaitu perincian dari takdir umum. Takdir khusus ini ada tiga macam:

1. Takdir Umuri, sebagaimana di dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu perihal pencatatan takdir terhadap janin yang masih ada di perut ibunya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ

“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya dalam bentuk setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi segumpal darah selama empat puluh hari juga, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh. Kemudian malaikat itu diperintahkan untuk menulis empat perkara padanya; menuliskan rezeki, ajal, amal dan kecelakaan atau kebahagiannya.” (HR. Bukhari: 3208, Muslim: 2643)

2. Takdir Hauli (tahunan), yaitu apa yang ditetapkan pada malam lailatul qadr tentang kejadian yang akan terjadi selama setahun. Sebagaimana firman Allah:

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (QS. Ad-Dukhan: 4)

3. Takdir Yaumi (harian), yaitu apa saja yang ditetapkan dari kejadian-kejadian dalam satu hari berupa kehidupan, kematian, kemuliaan, kehinaan, dan yang lainnya. Sebagaimana firman-Nya:

يَسْأَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ

Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap hari Dia dalam kesibukan. (QS. Ar-Rahman: 29)

Faidah beriman kepada takdir Allah

1. Temasuk kesempurnaan iman. Seorang tidak dikatakan mukmin melainkan ia harus beriman kepada takdir.

2. Termasuk kesempurnaan iman terhadap rububiyah Allah. Karena takdir termasuk perbuatanNya.

3. Mengembalikan semua urusan hanya kepada Allah. Karena apabila seorang mengetahui bahwa segala sesuatu terjadi dengan qadha’ dan qadar Allah maka ia akan kembali kepada Allah dalam hal menolak kemudharatan, ia akan menisbatkan kebahagiaan kepada-Nya dan mengetahui bahwa itu adalah keutamaan dari Allah.

4. Seorang akan tahu kadar dirinya sehingga menjadikannya tidak sombong apabila mengerjakan kebaikan.

5. Ringannya musibah atas seorang hamba, karena jika seseorang mengetahui bahwa musibah itu dari Allah, niscaya ringanlah baginya musibah tersebut. Sebagaimana Allah berfirman:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghabun: 11)

Al-Qamah rahimahullah mengatakan:

هُوَ الرَجُلُ تُصِيْبُهُ المُصِيْبَةُ، فَيَعْلَمُ أَنَّهَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ، فَيَرْضَى وَ يَسْلَمُ

Dia adalah orang yang tertimpa musibah lalu dia mengetahui bahwa musibah itu dari Allah, maka dia ridha dan menerima. (Syubatul Iman: 6/227) /Art0287

Referensi:
1. Syarh Tsalatsatul Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Dar ats-Tsurayya, KSA
2. Syarh al-‘Aqidah al-Wasitiyah, Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Darul ‘Ashimah, KSA
3. Syarh Aqidah Wasithiyyah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, Dar Ibn al-Jauzi,

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !