FIKIH UDHIYAH (KURBAN)



KURBAN
Dalam istilah syariat lebih dikenal dengan udhiyah yaitu hewan yang disembih untuk mendekatkan diri kepada Allah pada hari-hari nahr dengan ketentuan-ketentuan yang khusus. Karena itulah disebut idul adha yaitu hari raya penyembelihan. (Lihat: Sulubu as-Salam)
DISYARIATKANNYA KURBAN
Disyariatkannya kurban berdasarkan dalil al-quran, sunnah dan ijma’. Al-Qur’an surat al-Kautsar: 2. Sedangkan sunnah di antaranya riwayat dari Anas bin Malik ia mengatakan:
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Nabi menyembelih dua ekor kambing kibas yang gemuk lagi bertanduk, dan menyembelihnya dengan tangannya. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya pada leher hewan sembelihannya itu.” (HR. Bukhari: 5562, Muslim: 1980)
Adapun ijma’ sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (IX/345) dan Ibnu Hazm dalam al-Muhalla (VII/355)  
HUKUM KURBAN
Kurban disyariatkan hanya kepada orang yang mampu (berkelapangan dalam harta), akan tetapi para ulama berselisih mengenai hukumnya, menjadi dua:
Pertama, wajib. Ini adalah pendapat Rabi’ah, al-Auza’i, Abu Hanifah, al-Laits dan sebagian ulama Malikiyah. Di antara dalil mereka adalah:
Hadits Abu Hurairah, Nabi bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَم يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan dan belum bekurban maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah: 3123, Ahmad: II/321)
Kedua, sunnah bukan wajib. Ini adalah pendapat jumhur ulama; Malik, Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, al-Muzani, Ibnul Mundzir, Dawud, dan Ibnu Hazm. Di antara dalilnya:
Hadits Ummu Salamah, Nabi bersabda:
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Jika telah tiba hari kesepuluh Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah ia memotong rambut atau bulunya sedikitpun.” (HR. Muslim: 1977)
Sabda beliau “Man arada…(barangsiapa yang ingin)” adalah dalil bahwa kurban tidak wajib.
Pendapat yang kuat adalah sunnah, sebab keterangan dari para sahabat menunjukkan bahwa kurban tidak wajib. Di antaranya:
1. Atsar dari Abu Sarihah, ia mengatakan:
              
رَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ وَ عُمَرَ وَ مَا يُضَحِّيَانِ
“Saya melihat Abu Bakar dan Umar, keduanya tidak berkurban.” (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq: 8139, al-Baihaqi: 9/269)
2. Atsar dari Abu Mas’ud al-Anshari, ia mengatakan:
إِنِّي لَأدَع الأَضْحَى وَ إِنِّي لموَسِّرٌ مَخَاَفَةً أَنْ يَرَى جِيْرَانِي أَنَّهُ حَتْمٌ عَليَّ 
“Sesungguhnya aku tidak berkurban, padahal aku adalah orang yang berkelapangan, karena aku khawatir tetanggaku berpendapat hal itu wajib bagiku.” (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq: 8149, al-Baihaqi: 9/265)
HEWAN YANG DIKURBANKAN
Tidak sah kecuali hewan ternak berdasarkan firman Allah:
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan kepada mereka.” (QS. Al-Haj: 34)
Binatang ternak meliputi:
1,2. Unta dan sapi. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas, ia mengatakan:
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي البَقَرَةِ سَبْعَةً ، وَفِي البَعِيرِ عَشَرَةً
“Dahulu kami bersama Rasulullah pada satu perjalanan, kemudian tibalah hari Idul Adha, maka kami bersyarikat sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang.” (HR. Tirmidzi: 1501)
Faidah: Dari hadits di atas diambil faidah bolehnya bersyarikat dalam kurban. Untuk unta sepuluh orang dan untuk sapi tujuh orang.
3. Kambing. Berdasarkan hadits Anas bin Malik, ia mengatakan:
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Nabi menyembelih dua ekor kambing kibas yang gemuk lagi bertanduk, dan menyembelihnya dengan tangannya. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya pada leher hewan sembelihannya itu.” (HR. Bukhari: 5562, Muslim: 1980)
UMUR HEWAN KURBAN
Rasulullah bersabda:
لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, kecuali jika hal itu sulit bagi kalian maka sembelihlah jadza’ah dari adh-Dha’n.” (HR. Muslim: 1963)
Musinnah dari:
1. Unta yaitu yang telah berumur lima tahun dan masuk tahun keenam
2. Sapi yaitu yang telah berumur dua tahun masuk tahun ketiga
3. Kambing yaitu yang berumur satu tahun masuk tahun kedua
Pengecualian: Untuk adh-Dha’n (domba) maka dibolehkan jadza’ah yaitu yang berumur enam bulan.
CACAT PADA HEWAN KURBAN
Terbagi menjadi tiga macam:
1. Cacat yang menjadikan tidak sah
Ada empat sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
 أَرْبَعٌ لَا يَجْزِينَ فِي الْأَضَاحِي: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا، وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تُنْقِي
“Ada empat cacat yang tidak sah sebagai hewan kurban; buta yang jelas kebutaannya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan kurus yang tidak ada dagingnya.” (HR. An-Nasa’i: 4370)
2. Cacat yang makhruh, tapi kurban tetap sah
Ada dua (Lihat Shahih Fiqh as-Sunnah: 2/373):
Pertama, terpotong telinganya atau sebagaian darinya.
Kedua, patah tanduknya atau sebagian besar darinya.
3. Cacat yang tidak berpengaruh
Selain dari cacat dua di atas.
HEWAN KURBAN YANG IDEAL
1. Gemuk dan sempurna. Bahkan, berkurban dengan seekor kambing yang gemuk lebih utama daripada dua ekor kambing yang tidak gemuk. Karena yang menjadi tujuan di sini adalah dagingnya. Dianjurkannya gemuk berdasarkan:
Pertama, firman Allah:
 وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barangsiapa mengangungkan syiar-syiar Allah, maka susungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Haj: 32)
Imam Syafi’i menjadikan ayat ini sebagai dalil atas dianjurkannya membesarkan dan menggemukkan hewan kurban. (Lihat al-Hawi: XIX/94)
Kedua, diriwayatkan dari Abu Umamah bin Sahl, ia berkata: “Dahulu kami menggemukkan hewan kurban di Madinah, dan kaum muslimin yang lain juga menggemukkannya.” (HR. Bukhari X/12 secara mu’allaq)
2. Yang paling afdhal (istimewa)
Menurut jumhur, yang utama yaitu unta, sapi kemudian kambing. Berdasarkan sabda Nabi:
 مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ
“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi jinabat kemudian berangkat (ke masjid), maka seolah-olah ia telah berkurban seekor unta. Barangsiapa yang berangkat pada saat yang kedua, maka seolah-olah ia berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang pergi pada saat ketiga, maka seolah-olah ia berkurban dengan seekor kibas bertanduk…” (HR. Bukhari: 881, Muslim: 850)
Faidah: Meski berkurban sapi lebih utama dari seekor kambing, akan tetapi berkurban seokor kambing lebih utama daripada berserikat untuk berkurban seekor sapi.
3. Berwarna putih
 Berdasarkan hadits:
 ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ
“Nabi berkurban dengan dua ekor kibas amlah.” (HR. Bukhari: 5558)
Al-Amlah yaitu putih yang murni putihnya
4. Jantan
Berdasarkan keumuman sabda Nabi dalam hal budak yang paling utama untuk dibebaskan:
 أَغْلاَهَا ثَمَنًا وَأَنْفَسُهَا عِنْدَ أَهْلِهَا
“Yang paling mahal harganya dan paling berharga bagi tuannya.” (HR. Bukhari: 2518, Muslim: 84)
LARANGAN BAGI YANG BERKURBAN
Yaitu memangkas rambut dan memotong kuku.
Rasulullah bersabda:
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Jika telah tiba hari kesepuluh Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah ia mengambil rambut atau bulunya sedikitpun.” (HR. Muslim: 1977)
Faidah:
Pertama, yang dimaksud mengambil mencakup mencukur, memendekkan, mencabut dan sebagainya. Sama saja apakah itu bulu ketiak, kumis, bulu kemaluan, rambut dan bulu-bulu lain yang tumbuh pada badan.
Kedua, diqiyaskan dari rambut yaitu kuku. Maka terlarang memotong kuku, mematahkannya dan sejenisnya.
Ketiga, hikmahnya kata para ulama di antaranya agar seluruh bagian tubuh mendapat pembebasan dari api neraka.
WAKTU PENYEMBELIHAN
Dimulai setelah shalat id, berdasarkan hadits:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Barangsiapa menyembelih setelah shalat maka telah sempurna kurbannya dan itu sesuai dengan sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhari: 5546, Muslim: 1962)
Dan beakhir dengan berakhirnya hari tasyriq (tiga belas Dzulhijjah)
PEMANFAATAN HEWAN KURBAN
Daging hewan kurban boleh untuk tiga hal:
1. Dimakan oleh orang yang berkurban sendiri
2. Disedekahkan kepada fakir miskin
3. Disimpan
Hal ini berdasarkan hadits dari Salamah bin Ukwa’, ia berkata Nabi bersabda:
مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِي بَيْتِهِ (وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ) مِنْهُ شَيْءٌ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي قَالَ كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
“Barangsiapa di antara kalian yang berkurban, maka janganlah berlalu tiga hari sementara masih tersisa di rumahnya sesuatu darinya.” Pada tahun berikutnya, mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan seperti tahun lalu?” Beliau menjawab: “Makanlah, beri makan dan simpanlah. Karena sesungguhnya tahun lalu itu adalah tahun yang sulit bagi manusia, maka aku ingin kalian saling membantu saat itu.” (HR. Bukhari: 5569, Muslim: 1974)
UPAH TUKANG JAGAL
Tidak boleh memberikan upah tukang jagal dari bagian hewan kurban. Sebab, upah adalah kompensasi dari pekerjaannya. Upahnya diberikan dari harta lain. Namun demikian, tukang jagal juga dapat diberi sedekah dari daging kurban, tapi bukan sebagai upahnya.
Hal ini berdasarkan hadits dari Ali:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا
“Bahwa Nabi memerintahkannya untuk mengurus unta beliau dan membagi-bagikannya seluruhnya; daging, kulit, isi perutnya dan tidak memberikan kepada tukang jagalnya apapun darinya.” (HR. Bukhari: 1717, Muslim: 1317)
    
 Semoga bermanfaat

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !