Kemarau Panjang, Kekeringan dan Kebakaran Hutan – Refleksi Hikmah

Berdasarkan analisis BMKG, pada tahun 2019 ini, Indonesia diperkirakan akan mengalami musim kemarau yang cukup panjang, melebihi periode musim kemarau pada tahun lalu. Musim hujan baru akan dimulai saat memasuki bulan Oktober.

Dampak musim kemarau panjang ini, sudah dirasakan dimana-mana; terjadi kekeringan di beberapa tempat, kebakaran hutan dan lahan, yang kemudian menimbulkan kabut asap, dan polusi udara. Di beberapa daerah seperti Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan, kualitas udara menjadi sangat buruk. Bahkan seperti yang diberitakan oleh media (KLIK untuk baca), polusi udara di kota Pekanbaru (Riau) dan Pontianak (Kalbar) pada 16 September kemarin, sudah sampai pada level berbahaya.

Jadilah hamba yang cerdas

Orang cerdas, yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut dengan Ulul Albab, adalah orang yang banyak mengingat Allah serta mampu merenungi berbagai peristiwa kehidupan dunia dan mengambil pelajaran dari semuanya, untuk menyiapkan bekal menyongsong kehidupan setelahnya. Allah berfirman:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran: 190-191)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah hadits menyebutkan tentang ciri dari seorang yang cerdas sejati, beliau bersabda:

الكَيِّس مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِما بَعْدَ الْموْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَه هَواهَا، وتمَنَّى عَلَى اللَّهِ

“Orang yang cerdas adalah orang yang memuhasabah dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi: 2459)

Dari peristiwa kemarau panjang, kekeringan dan kebakaran hutan yang tengah terjadi, seharusnya kita bisa menjadi pribadi muslim yang cerdas yang mampu merenungi kejadian untuk diambil pelajarannya.

Semua kerusakan adalah akibat dari ulah manusia

Sebagai seorang mukmin, tidak pantas bagi kita hanya mengaitkan segala musibah dengan kejadian alam semata. Kita mestinya ingat bahwa segala bentuk kerusakan adalah salah satu bentuk teguran Allah kepada umat manusia. Karena kerusakan itu adalah akibat dari ulah tangan mereka sendiri. Allah berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41)

Allah juga berfirman:

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Asy-Syura: 30)

Kemarau panjang adalah di antara akibat langsung dari dosa dan kejahatan manusia. Makanya hewan ternak dan binatang melaknat manusia karena akibat ulah manusia mereka terkena imbasnya.

Ustadz Ainur Rofiq bin Ghufron hafizhahullah mengatakan: “Perbuatan dosa yang dilakukan manusia bukan hanya merugikan manusia, tetapi merugikan binatang ternak pula dan binatang lainnya. Mereka kelaparan karena rumput kering dan mati. Hanya, mereka tidak mampu melawan manusia. Mereka hanya bisa berdoa kepada Allah agar mereka (pelaku dosa, Red.) dilaknat. Mujahid menafsirkan firman Allah:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati (QS. al-Baqarah; 159)

(Kata Mujahid), “Mereka itu binatang ternak melaknat pelaku maksiat dari kalangan anak Adam pada saat kemarau panjang, tidak ada hujan yang turun.” (Tafsir Ibn Katsir 1/473)

Ibnu Taimiyah menjelaskan ayat Allah yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” – QS. ar-Rüm: 41), “Ibnu Atiyah menerangkan ayat ini: Janganlah kalian berbuat maksiat di permukaan bumi, sehingga Allah menahan turunnya hujan, dan mematikan tanaman karena kemaksiatanmu. Banyak ulama salaf berkata: Apabila musim kemarau panjang tidak turun hujan, maka binatang itu berdoa:

اللَّهُمَّ الْعَنْهُمْ فَبِسَبَبِهمْ أَجْدَبَتْ الأرض وَقَحَط الْمَطَرُ

‘Ya Allah, laknatlah manusia yang berbuat maksiat, disebabkan maksiat mereka, bumi menjadi gersang dan tidak turun hujan.’” (Majmü Fatawá Ibn Taimiyah 3/240)

Baca : Hewan Melaknat Pelaku Dosa

Karenanya, syari’at kita mengajarkan bahwa ketika kita dilanda kekeringan dan kemarau panjang agar segera bertaubat dan meminta ampun kepada Allah, seperti syariat shalat istisqa’. Dan juga Allah berfirman menghikayatkan ucapan Nabi Nuh alaihissalam:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ، يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا

Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. (QS. Nuh: 10-11)

Hati dan jiwa juga bisa kering dan gersang seperti bumi.

Hati manusia bisa kering, gersang, lalu mengeras, bahkan ada yang menjadi lebih keras dari batu. Allah berfirman menceritakan keadaan hati bani Israil:

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 74)

Ketika hati itu telah kering dan gersang maka:

– ia akan berat melakukan ketaatan lebih senang mengikuti apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya

– lebih cinta pada dunia; pekerjaan, karier, kedudukan daripada duduk di majelis taklim, shalat berjama’ah, membaca al-Qur’an, dst.

– harta lebih berharga daripada ilmu, ia akan lebih menghormati orang-orang kaya daripada orang-orang yang mengajarkan ilmu agama.

Ketika hati sudah mulai kering dan gersang maka itulah awal mula keburukan yang akan silih berganti menimpanya, persis seperti bumi yang kering di musim kemarau awal mula dari bencana kekeringan, kebakaran hutan, polusi udara, gangguan kesehatan, dst.

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kita untuk memperbaharui keimanan kita agar ia tidak lusuh, kering dan gersang. Beliau bersabda:

قَالَ رَبُّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ لَوْ أَنَّ عِبَادِي أَطَاعُونِي لَأَسْقَيْتُهُمْ الْمَطَرَ بِاللَّيْلِ وَأَطْلَعْتُ عَلَيْهِمْ الشَّمْسَ بِالنَّهَارِ وَلَمَا أَسْمَعْتُهُمْ صَوْتَ الرَّعْدِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ حُسْنَ الظَّنِّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حُسْنِ عِبَادَةِ اللَّهِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَدِّدُوا إِيمَانَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Rabb kalian telah berfirman: ‘Kalau saja hamba-hamab-Ku taat kepada-Ku niscaya Aku akan menyiram mereka dengan hujan di waktu malam, dan Aku akan menerbitkan matahari kepada mereka di waktu siang serta Aku tidak akan memperdengarkan suara halilintar kepada mereka.'” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya berbaik sangka kepada Allah ‘azza wajalla termasuk beribadah kepada Allah dengan baik.” Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perbaharuilah iman kalian, ” maka ditanyakan kepada beliau; “Bagaimana kami memperbaharui iman kami wahai Rasulullah?” beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perbanyaklah mengucapkan; LAA ILAAHA ILLAALLAH.” (HR. Ahmad: 8353)

Ilmu agama ibarat air hujan yang dibutuhkan

Rasullullah shallallahu alaihi wasallam secara jelas mengatakan bahwa ilmu agama persis seperti air hujan. Dari Abu Musa radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ

“Perumpamaan agama yang aku diutus Allah ‘azza wajalla dengannya, yaitu berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang jatuh ke bumi. Diantaranya ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap air, maka tumbuhlah padang rumput yang subur. Diantaranya pula ada yang jatuh ke tanah keras sehingga air tergenang karenanya. Lalu air itu dimanfaatkan orang banyak untuk minum, menyiram kebun dan beternak. Dan ada pula yang jatuh ke tanah tandus, tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Seperti itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah dan mengambil manfaat dari padanya, belajar dan mengajarkan, dan perumpamaan orang yang tidak mau tahu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku di utus dengannya.” (HR. Muslim: 2282)

Oleh sebab itu, sebagaimana di musim kemarau panjang ini, kita sangat membutuhkan hujan, maka hati dan jiwa kita sesungguhnya juga butuh terhadap siraman, bahkan lebih butuh. Karena kering dan gersangnya hati lebih parah dan berbahaya jika dibandingkan dengan kering dan gersangnya bumi. Maka marilah kita menyadari pentingnya ilmu agama itu untuk diri dan kehidupan kita. Merasa butuh terhadapnya, melebihi kebutuhan kita terhadap yang lainnya.

Penulis: Zahir Al-Minangkabawi

Ditulis, di rumah mertua tercinta, Jatimurni, Bekasi, Kamis 19 Muharram 1441H / 19 September 2019

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Kemarau panjang
Ayo belanja kitab arab di maribaraja store
Belanja sambil beramal. Dengan belanja di maribaraja store maka anda akan ikut andil dalam kegiatan dakwah dan pendidikan islam. Karena keuntungan dari penjualan 100% akan digunakan untuk operasional dakwah dan pendidikan di Maribaraja.com

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !