Jangan Menceritakan dan Menampakkan Nikmat Yang Diterima Kepada Semua Orang

Menampakkan nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah adalah sebuah perbuatan yang dianjurkan oleh syari’at. Allah berfirman:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Adapun terhadap nikmat dari Rabbmu maka ceritakanlah. (QS. Adh-Dhuha: 11)

Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirnya menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Nadhrah rahimahullah, dimana ia berkata:

كان المسلمون يرون أن من شكر النعم أن يحدث بها

Dahulu kaum muslimin (orang-orang shaleh terdahulu) memandang bahwa termasuk di antara bentuk mensyukuri nikmat adalah dengan menceritakannya. (Tafsir Ibnu Katsir QS. Adh-Dhuha: 11)

Akan tetapi, menampakkan serta menceritakan nikmat Allah yang telah diterima kepada orang lain, juga perlu pertimbangan dan melihat kepada kondisi orang yang akan diceritakan.

Apabila orang yang akan melihat dan mendengar tersebut diperkirakan merupakan orang yang memiliki sifat hasad maka tidak boleh menceritakan dan menampakkan nikmat tersebut kepadanya. Karena hal itu justru akan memudharatkan, baik bagi orang tersebut maupun bagi yang menceritakan.

Oleh sebab itulah dalam sebuah hadits, Rasulullah melarang menceritakan rencana yang disitu terdapat nikmat Allah kepada orang yang diperkirakan memiliki sifat hasad. Bahkan lebih dianjurkan lagi untuk menutupinya.

استعينوا على إنجاح الحوائج بالكتمان ، فإن كل ذي نعمةٍ محسود

Mintalah bantuan untuk mensukseskan hajatan dengan merahasiakannya. Karena sesungguhnya setiap orang yang mendapatkan nikmat memiliki Mahsud (orang yang hasad kepadanya). (HR. Thabrani dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ 943)

Maka kesimpulannya, bagi kita yang mendapatkan nikmat hendaknya bersikap bijak. Ada nikmat yang boleh kita tampakkan dan ceritakan kepada seorang, ada pula nikmat yang sebaiknya kita sembunyikan dari seorang yang lain. Karena tidak semua orang itu memiliki hati yang baik, bersih dari hasad. Wallahul muwaffiq


Selesai disusun di Komplek Pondok Jatimurni Bekasi

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !