Kitab Thaharah; Urgensi, Defenisi, Tingkatan dan Jenis Thaharah

A. Urgensi Thaharah

Thaharah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam syari’at. Para ulama ahli fikih selalu memulai kitab-kitab mereka dengan Kitab Thaharah. Di antara urgensi thaharah serta sebab pendorong para ulama melakukan hal tersebut adalah:

1. Karena thaharah merupakan kunci dari shalat. Sedang shalat adalah rukun Islam yang paling utama setelah syahadatain serta merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di hari kiamat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ

“Hal pertama yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat dari amalannya adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka sungguh ia telah sukses dan selamat. Sebaliknya, apabila rusak maka sungguh ia telah gagal dan merugi.” (HR. Abu Dawud: 864, Tirmidzi: 413, an Nasa’i: 465)

2. Thaharah syarat yang paling utama dari shalat. Tidak sah shalat tanpa thaharah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Allah tidak akan menerima shalat salah seorang diantara kalian jika dia berhadats sampai dia wudhu.” (HR. Bukhari: 135)

3. Untuk mengingatkan para penuntut ilmu terhadap pentingnya thaharah bathin (membersihkan hati) yaitu meluruskan niat dalam belajar dan beribadah. Kebanyakan dari amalan dalam Islam disyariatkan ketika setelah hijrah, ketika hati kebanyakan manusia telah bersih dari noda kesyirikan.

4. Membersihkan sebelum menghiasi. Hal ini dikenal di kalangan ulama dengan:

التَّخْلِيَّةُ قَبْلَ التَّحْلِيَّةِ

“Mengosongkan sebelum menghiasi.”

Hal ini berdasarkan dari banyak dalil, baik dari al-Qur’an maupun Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Diantaranya yaitu firman Allah:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256)

Dalam ayat ini Allah mendahulukan perintah untuk ingkar kepada Thaghut baru setelah itu perintah beriman kepada-Nya.

5. Mengikuti para ulama yang sebelumnya dalam metode penulisan dsn penyusunan.

B. Macam-macam Thaharah

Thaharah terbagi menjadi dua yaitu maknawi dan indrawi.

Pertama, thaharah maknawi membersihkan hati dari kesyirikan dan segala korotoran maksiat. Kesyirikan itu adalah sebuah najis, Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. (QS. At-Taubah: 28)

Inilah jenis thaharah yang paling penting. Lebih penting dari pada thaharah badan. Dan untuk mendapatkan thaharah ini seorang wajib belajar akidah yang benar. Sehingga ia dapat membedakan antara tauhid dengan syirik.

Kedua, thaharah indrawi inilah yang dibahas dalam disiplin ilmu fikih. Sehingga apabila ada kata thaharah disebutkan dalam pembahasan fikih maka maksudnya adalah thaharah yang kedua ini yaitu thaharah indrawi.

C. Tingkatan Thaharah

Al-Imam Ghazali rahimahullah di dalam kitab al-Ihya’ mengatakan: “Allah subhanahu wata’ala berfirman:

لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ

Untuk mensucikan kamu dengan hujan itu. (QS. Al-Anfal: 11)

Dan diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dari Abu Malik al-asy’ari radhiyallahu anhu, ia mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

الطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ

“Thaharah itu setengah dari keimanan.” (HR. Muslim: 223)

Thaharah memiliki empat tingkatan:
1. Membersihkan zhahir dari segala hadats dan najis
2. Membersihkan anggota badan dari perbuatan buruk dan dosa.
3. Membersihkan hati dari akhlak yang tercela.
4. Membersihkan batin dari segala sesuatu selain Allah.

Tingkatan yang keempat inilah puncak tujuan bagi orang-orang yang kuat pandangannya sehingga ia berjalan menuju ke tujuan ini. Sedangkan orang yang buta matanya, ia tidak akan memahami dari tingkatan thaharah ini selain tingkatan yang pertama saja.” (Taudhihul Ahkam: 1/114)

D. Defenisi Thaharah

Thaharah secara bahasa bermakna bersih dan suci dari kotoran. Sedangkan secara istilah yaitu:

رَفْعُ الحَدَثِ وَ زَوَالُ الخَبَثِ

“Menghilangkan hadats dan melenyapkan khabats”

Hadats adalah sebuah sifat yang ada pada badan yang menghalangi seseorang dari shalat. Sedang Khabats adalah najis. (Asy-Syarhul Mumti’ Ibn Al-Utsaimin: 1/25-26)

Hadats terbagi menjadi dua macam yaitu pertama, hadats besar yang harus dihilangkan dengan cara mandi. Kedua, hadats kecil yang dapat dihilangkan dengan wudhu’.

Khabats atau najis jika ditinjau dari cara membersihkannya terbagi menjadi tiga yaitu: Pertama, najis yang wajib dibasuh dengan air seperti kotoran manusia. Kedua, najis yang wajib diperciki air yaitu air kencing anak laki-laki yang belum makan apa-apa selain air susu ibunya.
Ketiga, najis yang wajib untuk di usap yaitu Istijmar (cebok dengan menggunakan batu atau sejenisnya).

Sehingga yang dimaksud dengan menghilangkan hadats yaitu menghilangkan sifat yang menghalangi dari shalat. Adapun menghilangkan khabats yaitu membersihkan najis yang ada pada badan, pakaian dan tempat.

Membersihkan diri dari najis adalah sebuah kewajiban. Bahkan kelalaian diri dari najis merupakan salah satu sebab siksa kubur. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا هَذَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِه

‘Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang di adzab. Dan keduanya diadzab bukan karena hal yang besar (sulit untuk dikerjakan). Adapun yang ini karena dia tidak membersihkan diri dari air kencingnya.” (HR. Bukhari: 6052, Muslim: 292)

Demikianlah pembahasan singkat tentang thaharah, semoga bermanfaat. Wallahul muwaffiq.

Referensi:
1. Kitab Al-Fiqh Al-Muyassar, Mujamma’ al-Malik Fahd, KSA
2. Asy-Syarhul Mumti’, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Dar Ibnul Jauzi, KSA
3. Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Maktabah al-Asadi, KSA

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !