Bolehkah Shalat Witir Sebelum Tidur?

Soal: “Mau tanya Pak Ustadz, saya terbiasa shalat witir setelah shalat Isya bagaimana hukumnya. Kemudian apabila malam shalat (tahajjud) lagi apakah harus witir lagi?” Ibu Ade di Inhu Riau

Jawab:

Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah, amma ba’du.

Shalat witir adalah shalat penutup bagi shalat-shalat yang dilakukan di malam hari. Pada dasarnya waktu untuk melaksanakan shalat witir adalah di akhir malam (sebelum terbit fajar). Akan tetapi jika tidak memungkinkan maka boleh dilakukan sebelum tidur. Karenanya, setiap muslim atau muslimah harus melihat kondisinya masing-masing, sehingga ia tetap bisa melakukan shalat witir.

Mungkin kita bisa merincikan begini:

Pertama, apabila seorang itu merasa bahwa dia sanggup bangun di akhir malam (sebelum masuk waktu shalat Subuh) maka yang terbaik baginya adalah mengakhirkan shalat witir. Artinya dia tidur dahulu, nanti witirnya sebelum masuk waktu shalat subuh. Hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata:

سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ

“Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar, “Bagaimana cara shalat malam?” Beliau menjawab: “Dua rakaat dua rakaat. Apabila dikhawatirkan masuk Subuh, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya.” Ibnu ‘Umar berkata, “Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan hal yang demikian.” (HR. Bukhari: 472)

Kedua, apabila seorang itu merasa bahwa dia tidak sanggup bangun malam sebelum masuk waktu subuh. Artinya, dia memprediksi bahwa dia tidak akan bisa bangun kecuali ketika adzan subuh, maka yang lebih baik baginya yaitu melakukan shalat witir sebelum tidur. Hal ini sebagaimana kebiasaan Abu Hurairah yang merupakan perintah Nabi. Dari Abu Hurairah, ia berkata;

أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ

“Kekasihku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatkan kepadaku untuk melakukan tiga hal, puasa tiga hari tiap bulan, dua rakaat dhuha, dan melakukan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Muslim:721)

Adapun jika seorang itu telah melakukan shalat witir sebelum tidur, kemudian terbangun malam hari, maka dia boleh shalat malam lagi akan tetapi dengan syarat tanpa shalat witir. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan:

الأفضل أن يكون الوتر آخر الليل يختم به صلاة الليل، لكن إذا أوتر في أول الليل أو في وسطه ثم يسر الله له القيام في آخر الليل؛ فإنه يتهجد ما يسر الله له، ويسلم من كل ركعتين، ولا يعيد الوتر يكفيه الوتر الأول

“Yang afdhal hendaknya shalat witir dilakukan di akhir malam sehingga menjadi penutup shalat malam. Akan tetapi, apabila ia telah melakukan shalat witir pada awal malam (sebelum tidur), atau di pertengahan malam kemudian Allah memberikan kemudahan buat dirinya untuk bangun di akhir malam maka hendaknya ia melakukan shalat tahajjud sejumlah apa yang dimudahkan Allah untuk dirinya, melakukan salam setiap dua rakaat dan tidak perlu mengulangi shalat witit karena witir yang ia lakukan di awal malam sudah cukup.” (dinukil dari artikel binbaz.org.sa dengan judul Ma Ya’malu Man Autara Qabla An-Naum Tsumma Qama Akhira Al-Lail?)

Oleh karena itu, penanya harus kembali melihat kodisi dirinya. Jika seandainya ia sanggup untuk bangun di akhir malam maka lebih utamanya melaksanakan witir di akhir malam bukan sebelum tidur. Wallahu a’lam

Maktabah Az-Zahiriy Bekasi, Senin 23 Syawal 1441 H/ 15 Juni M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !