KOTA PERCONTOHAN (Art.Refleksi Hikmah)

Jakarta

Jika Anda pernah berkunjung ke Jakarta, maka Anda akan mengatakan Jakarta adalah kota yang luar biasa. Luar biasa megahnya dengan deretan gedung-gedung pencakar langit, jalanan yang bersimpang siur, ramai, apalagi di malam hari kerlap-kerlip lampu yang begitu menawan, semuanya ada dan tidak lupa dengan macetnya.

Yang terakhir mungkin sudah jadi ciri khas kota ini, sehingga bisa dijadikan oleh-oleh buat mereka yang ingin pulang kampung.

Memang sepertinya banyak hal yang luar biasa di kota ini, membuat heran setiap orang yang baru menjajakinya. Orang-orang di kota ini seolah tidak pernah beristirahat, perpacu dengan waktu dan keringat supaya tidak teringgal oleh orang lain.

Perekonomian luar biasa, perputaran uang sangat cepat. Peluang kerja? Entahlah. Tapi buktinya setiap habis lebaran selalu bertambah saja jumlah orang baru yang datang ke kota ini. Benar, ia punya daya tarik tersendiri.

Suatu hari, kami baru saja keluar dari Stasiun Pasar Senen, melewati sebuah proyek perbaikan jalan. Pengerjaannya tengah berlangsung. Ada eskavator dan beberapa kendaraan proyek lainnya. Para pekerja pun tengah sibuk dengan job mereka masing-masing. Ada beberapa di antara mereka yang berdiri berjejer sambil memperhatikan keadaan sekitar. Sepertinya sedang menunggu perintah baru dari atasan.

Tidak ada yang aneh dari mereka. Seperti biasa; baju kerja, sepatu bot, lengkap dengan helm di kepala, dan tidak lupa keringat dan rasa letih di wajah mereka. Namun, setelah mobil kami mendekat, baru kami sadar bahwa dua orang di antara mereka adalah perempuan. Sambil bercanda, pak sopir kami berceletuk ke arah saya; “persamaan gender”.

Beberapa tahun sebelumnya, masih di kota yang sama, saya sempat heran, takjub sekaligus prihatin. Ketika hendak membayar ongkos Kopaja, ternyata kernetnya adalah seorang perempuan. Waktu itu mungkin belum terpikiran, tapi setelah mendapat inspirasi dari pak supir tadi, mungkin sekarang saya juga akan berceletuk; “persamaan gender”.

Kesetaraan gender

Isu kesetaraan gender ini memang sudah menjadi isu yang tiada habisnya. Bahkan semakin hari semakin meningkat, terus diperjuangkan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Apalagi kemarin baru saja selesai peringatan hari Kartini, sehingga kembali menghangatkan suasana. Sebab katanya, Ibu Kartinilah salah satu pejuang yang memperjuangkan hak-hak perempuan di negeri kita ini.

Gender yang dimaksud di sini, tentu bukan jenis kelamin laki-laki atau perempuan karena dalam masalah ini pasti semua sepakat mengatakan bahwa keduanya berbeda. Akan tetapi, lebih ditekankan pada peranan dan fungsi yang ada dan dibuat oleh masyarakat.

Jika isu tersebut sebatas pada hal itu maka kita mungkin tidak terlalu ambil pusing. Tapi pada kenyataannya juga merembet membawa nama Islam. Dengan sorak-sorai mereka mengatakan Islam tidak adil, Islam mendeskriminasikan kaum perempun, mengekang perempuan dalam rumah seperti seekor burung dalam sangkar emas. Mereka tidak boleh ikut serta dalam banyak hal, serta celoteh-celoteh lainnya.

Dan yang membuat kita juga tak habis pikir yang menjadi pejuangnya ternyata mereka yang mengaku muslim atau muslimah. Kemudian yang menambah prihatin, banyak umat Islam yang termakan isu tersebut, mulai dari masyarakat awam sampai kaum intelektual. Cukup sudah semuanya.

Entah apa motivasinya, tapi seandainya mereka mau mempelajari dan merenungi syariat Islam tentu mereka akan menyadari bahwa justru Islam-lah yang menyelamatkan, melindungi, mengangkat serta menempatkan wanita pada tempat yang mulia.

Bagaimana tidak, di zaman jahiliyah kaum wanita mengalami nasib yang sangat tragis. Ia diakui keberadaannya, tetapi tidak dihargai kedudukannya. Bahkan ada yang sampai menyebutkan bahwa wanita di zaman itu tak ubahnya sebagai barang mainan. Di waktu malam menjadi alas tidur dan di waktu siang menjadi alas kaki.

Wanita yang berparas cantik dijadikan pemuas nafsu. Jatuh dari pelukan satu lelaki ke lelaki yang lain. Terkadang, juga bisa dijadikan suguhan kepada tamu sebagai jamuan dan penghormatan. Laksana hidangan yang bisa dilahap kapan saja dan oleh siapa saja. Wanita sama sekali tidak punya harga diri.

Lantas Islam datang, menyelamatkan dan meletakkan mereka pada tempat yang sangat mulia. Hanya saja, masih banyak pihak yang gelap mata, sehingga belum melihat hal itu. Dan kalau pun melihat mereka pura-pura tidak tahu.

Kota percontohan

Hari ini, sepertinya masa suram itu hendak dikembalikan lagi oleh manusia-manusia busuk yang tidak bertanggung jawab dengan dalih kesetaraan gender. Mereka ingin kaum wanita itu busuk seperti busuknya mereka.

Lihat saja keadaan wanita sekarang, mereka dijadikan alat untuk mencapai tujuan; harta, kekuasaan, kepuasan dan seterusnya. Coba lihat iklan-iklan di media baik cetak maupun elektronik, hampir semuanya wanita. Bayangkan, iklan oli saja ada wanitanya.

Kembali kecerita semula, tampaknya Jakarta ini mau dijadikan kota percontohan dari kesetaraan gender yang kebablasan itu. Pokoknya wanita dan laki-laki itu tidak ada bedanya. Wanita juga boleh berkiprah di ranah politik, pemerintah, ekonomi, kesehatan dan tidak lupa pada proyek pengerjaan jalan serta trasnportasi termasuk knek Kopaja.

Saya masih teringat, ada yang mengatakan; kenapa sulit mencari lapangan pekerjaan? Kenapa banyak laki-laki pengangguran? Jawabannya karena sebagain besar dari pekerjaan laki-laki sekarang telah beralih ke tangan perempuan. Sepertinya benar….

Kebebasan dan kemerdekaan
Berbicara tentang kebebasan dan kemerdekaan perempuan, justru hal itu ada pada aturan yang telah disyariatkan oleh Islam. Bukan pada kebebasan yang dikonsepkan oleh orang-orang zaman sekarang; “wanita boleh melakukan apa saja, mereka bebas, jangan halangi karier mereka, jangan tutup mata mereka untuk melihat dunia, karena mereka punya hak juga”.

Sebagai seorang muslim, tentu kita percaya bahwa tidak ada syariat yang akan membawa pada keburukan. Bahkan kita yakin setiap ketentuan Allah pasti di baliknya ada hikmah dan kebaikan yang luar biasa.

Jika seorang muslimah yang masih memiliki iman mau berkata jujur dari lubuk hatinya yang terdalam, maka ia akan mengatakan bahwa kebebasan perempuan hari ini adalah sebuah kepura-puraan. Raga mereka bebas, tapi batin mereka justru terjajah oleh perasaan bersalah. Karena mereka sadar bahwa Allah memang telah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan perbedaan.

Inilah dia Ibunda Maryam yang jelas-jelas mengatakan hal itu, seperti yang dihikayatkan Allah dalam al-Qur’an.

 وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنثَىٰ

Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. (QS. Ali Imran: 36)

Jadi, wahai saudariku muslimah jangan mau menjadi korban dari propaganda ini meski banyak sekali orang yang menyorakkannya. Anda telah dimuliakan oleh Islam maka jagalah kemuliaan itu.

Seruan itu hanyalah tipuan. Ibarat seorang yang menawarkan air kepada Anda yang tengah kehausan. Begitu segar kelihatannya, tapi ternyata itu bukan air tawar tapi itu air laut. Sekali Anda meminumnya Anda akan semakin kehausan lantas mati dalam keadaan tertimpa penderitaan di atas penderitaan. Sudah jatuh tertimpa tangga, sudah kehausan tertipu pula. Wallahul muwaffiq.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !