Mukmin ataukah Muslim?!

Pernahkah kita bertanya pada diri sendiri apakah kita ini mukmin ataukah baru hanya sekadar muslim?! Karena dua hal itu berbeda. Agama ada tiga tingkatan yaitu Islam, Iman dan Ihsan; muslim, mukmin dan muhsin. Tingkatan yang paling tinggi adalah muhsin. Para ulama mengatakan:

إِذَا تَحَقَّقَ الإِحْسَانَ تَحَقَّقَ الإِيْمَانُ وَالإِسْلَامُ، كُلُّ مُحْسِنٍ مُؤْمِنٌ مُسْلِمٌ، وَلَيْسَ كُلُّ مُسْلِمٍ مُؤْمِنًا مُحْسِنًا

“Apabila terwujud ihsan maka pasti terwujud iman dan Islam. Setiap muhsin adalah mukmin muslim. Sedangkan tidak setiap muslim itu adalah mukmin dan muhsin.” (Hushulul Ma’mul: 140)

Suatu ketika beberapa orang arab Badui baru saja masuk Islam, kemudian mereka mengatakan “Kami adalah orang-orang mukmin” Maka Allah menurunkan wahyu untuk menegur mereka:

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah hai Muhammad: “Kalian belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah Islam’, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian.” (QS. Al-Hujurat: 14)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan: “Faidah yang dapat diambil dari ayat mulia ini bahwasanya iman lebih khusus daripada Islam, sebagaimana hal ini merupakan madzab Ahlussunnah wal jama’ah.” (Tafsir al-Qur’anil Azhim: 7/394)

Jadi memang, mengatakan dan mengklaim diri kita ini adalah seorang mukmin adalah hal yang berat. Karena iman itu tidak hanya ucapan lisan saja. Iman adalah keyakinan hati yang diucapkan oleh lisan kemudian dibuktikan dengan amal perbuatan.

Jika demikian, maka bagaimana mungkin dapat dikatakan kita ini adalah orang yang beriman jika seandainya keyakinan belum menancap di dalam hati. Kita masih lebih khawatir “tidak makan” daripada “siksa Allah subhanahu wata’ala.” Karenanya masih banyak saja di antara kita yang tetap eksis dalam usaha dan pekerjaan haram, bergelimang riba, maksiat dan dosa. Oleh sebab itu, sekali lagi tanyakan pada diri kita sendiri, “Aku ini mukmin ataukah muslim?” /art0311

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !