Madrasah Ramadhan

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ. ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ.

Madrasah adalah bahasa Arab yang kemudian menjadi bahasa Indonesia artinya adalah tempat belajar. Sebagaimana fungsi dari sekolah diantaranya (ini paling inti) menjadi sarana untuk mendidik seseorang agar menjadi pribadi yang baik. Baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan yang terpenting kepada Tuhannya. Madrasah menjadikan seorang mengetahui apa saja kewajiban-kewajibannya sebagai seorang manusia. Maka demikian pula dengan Ramadhan, ia merupakan bulan yang mendidik manusia agar bisa menjadi pribadi-pribadi yang baik; dari sisi akidah, ibadah maupun akhlak. Karenanya Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai sekalian orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (QS. Al-Baqarah: 183)

Tampak jelaslah bahwa syariat puasa menghendaki kita bisa menjadi pribadi yang bertakwa. Orang yang bertakwa adalah pribadi yang benar akidahnya, ibadahnya dan baik akhlaknya dari segala sisi;  kepada diri sendiri, orang lain dan kepada Tuhan. Orang yang bertakwa adalah orang baik akhlaknya kepada Allah dan baik pula akhlaknya kepada Makhluk. 

Orang yang baik akhlaknya kepada manusia tapi tidak berakhlak kepada Allah (tidak bertauhid) bukan seorang yang bertakwa. Allah berfirman:

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ لَا يَسْتَوُونَ عِندَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS. At-Taubah: 19)

Ayat ini sebagai bantahan buat orang-orang Quraisy yang tidak mau beriman karena mereka merasa memiliki jasa dan berakhlak kepada manusia. 

Aisyah radhiyallahu anha berkata, aku pernah bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ قَالَ لَا يَنْفَعُهُ إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

‘Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’an pada masa jahiliyyah selalu bersilaturrahim dan memberi makan orang miskin. Apakah itu memberikan manfaat untuknya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak, sebab dia belum mengucapkan, ‘Rabbku ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan’.” (HR. Muslim: 214)

Sebaliknya orang yang bertauhid bagus ibadahnya namun tidak baik akhlaknya kepada manusia juga bukan seorang yang bertakwa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ia berkata:

قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ فُلَانَةَ يُذْكَرُ مِنْ كَثْرَةِ صَلَاتِهَا، وَصِيَامِهَا، وَصَدَقَتِهَا، غَيْرَ أَنَّهَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا، قَالَ: هِيَ فِي النَّارِ

“Seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya si fulanah banyak shalatnya, banyak pula sedekah dan puasanya, namun ia suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.’ Maka Nabi bersabda, ‘Ia di Neraka.’” (HR. Ahmad no. 9675 dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no.2560)

Ramadhan mendidik manusia untuk semuanya Madrasah Ramadhan bisa kita lihat dari bagaimana ia mendidik manusia dari tiga sisi:

1. KESADARAN TERHADAP HAK ALLAH SERTA JIWA RAGA

  • Keikhlasan

Karenanya puasa menjadi ibadah dengan balasan langsung dari Allah. Rasulullah bersabda:

قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Allah berfirman: Setiap amalan anak Adam untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, Akulah yang akan membalasinya. (HR. Bukhari: 1761, Muslim: 1946)

Imam Al Qurthubi (tafsir Al-Qurthubi QS. Al-Baqarah: 183) berkata: Puasa dikhususkan oleh Allah bahwa ia untuk-Nya – sekalipun semua ibadah untuk Allah – karena dua hal:

  1. Puasa dapat menghalangi seorang dari syahwat jiwa yang tercela dengan sesuatu yang tidak ada pada ibadah lain kecuali shalat. 
  2. Puasa adalah ibadah yang bersifat rahasia antara hamba dengan rabbnya.

Ramadhan mengajarkan kepada kita bahwa kita punya Rabb yang semua ibadah harus ditujukan kepada-Nya. Yang diinginkan adalah keridhaan-Nya, bukan pujian manusia atau ambisi dunia. 

Puasa ramadhan juga mengajarkan kita untuk memiliki sikap Muraqabah (selalu merasa diawasi) sehingga seorang akan selalu berbuat baik dan takut dari berbuat buruk sekalipun tidak ada manusia yang melihatnya

  • Sabar (menahan amarah)

Seorang harus menanamkan keyakinan bahwa sabar adalah perintah Allah yang mendatangkan banyak kebaikan dunia dan akhirat. Ramadhan mengajarkan kepada kita akan hal ini, kita bisa melihatnya pada:

– Hakikat asal puasa: menahan diri dari sesuatu yang asalnya dalam rentang waktu tertentu. Maka hal ini akan membuat kita mudah menahan diri dari sesuatu yang haram. 

– Jangan meladeni orang yang mengajak bertengkar 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمُ صِيَامِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

Jika sedang berpuasa, maka janganlah salah seorang dari kalian berkata keji, membuat kegaduhan, dan jangan pula berbuat bodoh. Jika ada seseorang mencacinya atau mengajaknya bertengkar, maka hendaklah ia mengatakan; ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’ (HR. Bukhari: 1904, Muslim: 1151)

  • Mensucikan hati

– Menambah kuantitas ibadah (Iman bertambah dengan ketaatan)

 Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا

“Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya).” (Q.S. Al-Anfal: 2)

Mendengarkan Al-Qur’an adalah ibadah. Maka Ramadhan dengan ibadah yang terkumpul padanya; shalat, puasa, zakat, sedekah, berbakti kepada orang tua, menyambung silaturahmi, dst, akan membuat hati semakin bersih dan suci. 

– Banyak membaca Al-Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Kesempatan berinteraksi banyak dengan Al-Qur’an. Sedang dengan membaca Al-Quran membuat jiwa menjadi sehat, Al-Qur’an adalah penawar dari segala penyakit dalam dada. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)

Maka dengan adanya Ramadhan dan berbagai syariat di dalamnya, ia telah mengingatkan kita agar peduli pada kesehatan jasmani dan rohani. Sebagaimana kita peduli dengan jasmani dan badan kita maka demikian pulalah, bahkan kalau bisa lebih, hendaknya kepedulian kita terhadap rohani dan hati kita. 

– Mengosongkan perut akan membuat raga bersih

Dengan berpuasa maka badan dan jiwa kita akan menjadi sehat. Karena salah satu cara menjaga kesehatan badan adalah dengan menyedikitkan makan. Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah pernah mengatakan:

إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَصِحَّ جِسْمُكَ،  وَيَقِلَّ نَوْمُكَ، فَأَقِل مِنَ الْأَكْلِ

“Apabila kamu ingin memiliki badan yang sehat dan sedikit tidur maka kurangilah makan.” (Jamiul Ulumi wal Hikam: 2/472)

Demikian pula, dengan meninggalkan berbagai kenikmatan dan keinginan jiwa dengan berpuasa, menyedikitkan makan dan minum maka pikiran dan hati akan menjadi jernih dan bersih. Hati dan pikiran akan terpusat untuk dzikir dan beribadah. Sedangkan dzikir adalah makanan rohani kita, obat untuk mendapatkan ketenangan yang paling ampuh, Allah berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d: 28)

Sebaliknya, banyak makan dan minum akan membuat hati dan jiwa menjadi lalai dan sibuk. Bahkan, tidak mustahil membuat hati menjadi keras, gersang dan sakit. Ibrahim bin Adham rahimahullah pernah mengatakan:

مَنْ ضَبَطَ بَطْنَهُ ضَبَطَ دِينَهُ، وَمَنْ مَلَكَ جُوعَهُ مَلَكَ الْأَخْلَاقَ الصَّالِحَةَ، وَإِنَّ مَعْصِيَةَ اللَّهِ بَعِيدَةٌ مِنَ الْجَائِعِ، قَرِيبَةٌ مِنَ الشَّبْعَانِ، وَالشِّبَعُ يُمِيتُ الْقَلْبَ، وَمِنْهُ يَكُونُ الْفَرَحُ وَالْمَرَحُ وَالضَّحِكُ

“Barang siapa yang mampu menahan perutnya akan mampu menjaga agamanya. Barang siapa dapat menguasai rasa lapar akan meraih akhlak mulia, karena maksiat kepada Allah sangat jauh bagi orang yang lapar dan sangat dekat bagi yang kenyang. Kenyang dapat mematikan hati karena orang yang kenyang akan banyak senang, gembira, dan tertawa.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam: 2/473) 

  • Menjaga lisan

Rasulullah bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari: 1903)

Ramadhan mengajarkan kepada kita agar perhatian kepada kebutuhan jasmani dan rohani. Juga mendidik kita untuk bisa menunaikan hak Allah dan hak diri kita sendiri. 

2. PEDULI DENGAN HAK KELUARGA

Keluarga adalah yang paling berhak mendapatkan kebaikan kita sebelum orang lain. Ramadhan mengajarkan kepada kita, agar kita peduli dengan hak mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. (HR. Bukhari: 2409, Muslim: 1829)

Bagi seorang ayah, maka keluarga, istri dan anak-anak, adalah amanah. Ia diperintahkan untuk menjaga dan menyelamatkan mereka dari api neraka, serta sabar dalam mendidik dan mengarahkan mereka agar menjadi hamba Allah yang sesungguhnya. Allah berfirman:

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ قُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِیكُمۡ نَارࣰا

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. (QS. at-Tahrim: 6)

Memang seorang ayah juga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan jasmani anggota keluarga. Akan tetapi, kebutuhan rohani keluarga jauh lebih penting dibandingkan kebutuhan jasmani, jauh lebih utama untuk dipenuhi. Dan kebutuhan rohani yaitu keimanan kepada Allah. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan inilah merupakan pokok kebahagiaan.

Seorang ayah tidak akan ditanya kenapa anaknya tidak bisa Bahasa Inggris, akan tetapi dia akan ditanya kenapa anaknya tidak bisa shalat? Dia tidak akan ditanya kenapa anaknya tidak lulus S1, namun dia akan ditanya kenapa anaknya tidak berpuasa?

Ayah tidak akan ditanya kenapa anaknya tidak memiliki gaji besar, jabatan yang tinggi, rumah dan mobil pribadi, akan tetapi ayah akan ditanya kenapa anaknya itu tidak tahu ibadah kepada Allah. Dia akan ditanya kenapa anaknya tidak pernah datang ke Masjid. Dia akan ditanya kenapa saat adzan subuh berkumandang anaknya masih tidur pulas dikamarnya.

Kesuksesan seorang ayah dalam membina keluarganya adalah ketika ia bisa menyelamatkan mereka dari api neraka dan dimasukkan oleh Allah ke surga-Nya. Allah berfirman:

 فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ

Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. (QS. Ali Imran: 185)

Ramadhan telah mengingatkan para ayah dan ibu akan tujuan ini, agar peduli dengan pendidikan dan kebutuhan rohani keluarganya. Rasulullah selalu menaruh perhatian lebih kepada keluarga beliau ketika bulan Ramadhan terlebih pada sepuluh hari terakhir. Aisyah radhiyallahu anha:

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dengan ber’ibadah dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari: 2024)

Para sahabat Nabi juga menaruh perhatian lebih kepada keluarga mereka. Bahkan mereka telah melatih anak-anak untuk berpuasa sebagaimana yang diceritakan oleh Rubayyi’ binti Muawidz radhiyallahu anha:

أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِى حَوْلَ الْمَدِينَةِ : (مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ) ، فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ

“Rasulullah mengutus sahabat di pagi hari Asyura untuk mengumumkan, ‘Barang siapa yang sejak pagi sudah puasa, hendaklah dia lanjutkan puasanya. Barang siapa yang sudah makan, hendaknya ia puasa di sisa harinya.’ Para sahabat mengatakan, “Setelah itu, kami pun puasa dan menyuruh anak-anak kami untuk puasa. Kami pergi ke masjid dan kami buatkan mainan dari bulu. Jika mereka menangis karena minta makan, kami beri mainan itu hingga bisa bertahan sampai waktu berbuka.” (HR. Bukhari: 1960, Muslim: 1136)

Maka hendaknya dengan adanya Ramadhan ini, kita bisa menaruh kepedulian yang besar terhadap pendidikan agama dan kebutuhan rohani keluarga kita. Mudah-mudahan dengan begitu kita bisa terus bersama hingga ke surga.

3. PEDULI DENGAN ORANG LAIN DAN MEMBANGUN MASYARAKAT YANG BAIK

Ramadhan mendidik kita untuk peduli terhadap sesama. Karenanya banyak amalan di bulan Ramadhan yang bertujuan untuk mendidik kita agar lebih peduli terhadap sesama, terlebih kepada orang-orang yang miskin dan lemah.

Dengan berpuasa, kita turut merasakan penderitaan mereka. Kita mungkin hanya satu bulan merasakan lapar dan dahaga, akan tetapi orang-orang miskin dan lemah itu merasakannya sepanjang tahun. Kita hanya merasakan lapar dan dahaga dari pagi hingga petang saja, akan tetapi mereka merasakannya siang dan malam dan mungkin saja mereka tidur masih dalam keadaan lapar.

Kita juga dianjurkan memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barang siapa yang memberi makan orang yang berbuka, maka baginya pahala semisal pahala orang itu tanpa dikurangi dari pahalanya sedikit pun.” [HR. Tirmidzi: 807]

Hal ini untuk menambah kepedulian kita kepada sesama. Para sahabat nabi dan orang-orang shalih terdahulu sangat mengerti akan hikmah dari syariat ini. Karenanya, banyak kisah-kisah menakjubkan dari mereka dalam hal ini.

Diantaranya adalah kisah Abdullah bin Umar. Disebutkan bahwa:

كَانَ ابْنُ عُمَرَ  يَصُوْمُ وَلَا يُفْطِرُ إِلاَّ مَعَ المَسَاكِيْنِ، يَأتِي إِلَى المَسْجِدِ فَيُصَلِّي ثُمَّ يَذْهَبُ إِلَى بَيْتِهِ وَمَعَهُ مَجْمُوْعَةٌ مِنَ المَسَاكِيْنِ، فَإِذَا مَنَعَهُ أَهْلَهُ عَنْهُمْ لَمْ يَتَعَشَّ تِلْكَ اللَيْلَةَ وَكَانَ إِذَا جَاءَهُ سَائِلٌ وَهُوَ عَلَى طَعَامِهِ، أَخَذَ نَصِيْبَهُ مِنَ الطَّعَامِ، وَقَامَ فَأَعْطَاهُ السَّائَلَ

Ibnu Umar saat berpuasa tidak akan berbuka kecuali bersama orang-orang miskin. Ia datang ke masjid untuk shalat kemudian pulang ke rumahnya bersama dengan beberapa orang miskin. Jika keluarganya melarangnya dari mereka maka ia tidak akan mau makan malam pada malam itu. Dan apabila datang kepadanya seorang pengemis saat ia sedang makan, maka ia akan mengambil bagiannya dari makanan yang tersedia lalu memberikannya kepada pengemis tersebut. [Lathaif Al-Ma’arif: 218]

Termasuk potret menakjubkan pula dalam hal ini datang dari Hamd bin Abi Sulaiman. Diceritakan bahwa:

كَانَ يُفَطِّرُ كُلَّ يَوْمٍ فِي رَمَضَانَ خَمْسِينَ إِنْسَانًا ، فَإِذَا كَانَ لَيْلَةَ الْفِطْرِ ، كَسَاهُمْ ثَوْبًا ثَوْبًا

Ia (Hamd bin Abi Sulaiman) memberikan makanan untuk berbuka kepada 50 orang setiap hari pada bulan Ramadhan. Dan apabila telah datang malam Idul Fitri (malam takbiran) maka ia memberikan kepada masing-masing mereka baju. [Siyar A’lam An-Nubala’: 5/238]

Demikian pula syariat Zakat fitrah, Rasulullah secara tegas menyebutkan hikmahnya. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia menuturkan:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah shallAllahu wa’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang-orang miskin.” (HR. Abu Dawud: 1609, Ibnu Majah: 1827)

Dari hadits diatas, diketahui bahwa hikmah disyariatkannya zakat fitrah adalah sebagai belas kasih terhadap kaum fakir dengan mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak perlu meminta-minta pada hari Ied, membuat mereka senang pada hari dimana kaum muslimin bergembira dengan hari tersebut, serta sebagai pembersih bagi orang yang diwajibkan zakat tersebut setelah sebulan berpuasa dari perbuatan sia-sia dan keji. (Shahih Fiqh As-Sunnah: 2/79)

Oleh karena itu, setelah kita melalui Ramadhan tahun ini, maka hendaknya semakin bertambah kepedulian kita terhadap sesama apalagi terhadap orang-orang miskin dan lemah. Dan di masa pandemi seperti ini, saat keadaan masih sulit, maka kebahagiaan yang ditimbulkan dari kepedulian kita kepada orang-orang yang tengah kesusahan menjadi lebih besar pastinya sehingga pahalanya pun menjadi jauh lebih besar, karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

أَفْضَلُ الأَعْمَالِ : إِدْخَالُُ السُّرُورِ عَلَى المُؤمِنِ : كَسَوْتَ عَوْرَتَهُ ، وَأَشْبَعْتَ جَوْعَتَه ، أَوْ قَضَيتَ لَهُ حَاجَةً

Amalan yang paling utama adalah memasukkan kebahagiaan ke dalam hati seorang mukmin; engkau memberikan pakaian untuk menutupi auratnya, engkau menghilangkan rasa laparnya atau engkau tunaikan kebutuhannya. (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath: 5/202 dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 2090, disadur dari islamqa.info dengan judul Ayya As-Sailin Aula bi I’thaihi Ash-Shadaqah)

Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita di bulan Ramadhan ini. Puasa, shalat tarawih, bacaan al-Qur’an, sedekah, i’tikaf, dzikir, do’a, dst, mudah-mudahan benilai ibadah di sisi-Nya. Dan kita berharap bisa menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan bertambah sikap kepedudian kita terhadap kewajiban-kewajiban kita setelah keluar dari madrasah Ramadhan. Amiin.

اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَصَلَاتَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَتِلَاوَتَنَا اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عَمَلًا صَالِحًا يُقَرِّبُنَا إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !