Tujuh Sifat Pemimpin Teladan 

Tidaklah diragukan bahwa peran pemimpin sangat besar bagi umat untuk membentuk negeri yang diridhai oleh Allah, karena masyarakat lebih patuh atas perintahnya daripada lainnya. Karena Allah menitipkan kekuatan kepadanya. Karena itu agar imam menjadi cermin bagi umat, dan negeri yang dipimpinnya menjadi aman dan jauh dari bencana hendaknya ia memiliki sifat pemimpin teladan, diantaranya:

1. Beriman dan bertakwa kepada Allah

Pemimpin jika muslim, mengilmui wahyu Allah serta beramal shalih dan tinggi perasaan takutnya kepada Allah, yakinlah negeri dan rakyat akan aman, sebagaimana yang pernah dialami oleh Rasulullah dan shahabatnya. Perasaan takutnya kepada Allah yang sangat tinggi inilah yang menjamin pemimpin istiqamah, tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Penciptanya. Karena itu pesan takwa yang mengadung makna iman dan beramal shalih ini senantiasa Allah wasiatkan kepada semua insan bahkan kepada pemimpinnya.

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah. (QS. Al-Ahzab: 1)

Jika Nabi ﷺ sebagai pemimpin umat di dunia diperintahkan takwa , maka yang lain pun lebih ditekankan.

2. Amar ma’ruf nahi mungkar

Amar ma’ruf adalah sarana yang paling tepat untuk menghentikan semua bentuk perbuatan zalim dan meningkatkan nilai hidup rakyat. Oleh sebab itu, semua para utusan Allah yang mereka itu adalah pemimpin umat senantiasa beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Bahkan itulah sifat umat Islam. Lihat surat At-Taubah: 71

Jika pemimpin melaksanakan tugas ini dengan berpegang kepada sunah Nabi ﷺ, yakinlah bahwa keamanan dan kemakmuran akan tewujud in syaa Allah.

3. Menghukum orang yang bersalah

Ketauhilah bahwa perusakan di permukaan bumi tidak pernah kunjung padam. Namum rakyat pada umumnya masih memiliki  perasaan takut kepada pemerintah. Oleh karena itu bila pemimpin dalam suatu negeri melaksanakan hukum had atau pidana yang ditetapkan di dalam Islam, itulah satu satunya cara untuk menyelesaikan semua bentuk kejahatan. Jika tidak, jangan diharapkan kerusuhan akan berhenti, cukuplah Allah berfirman:

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 179)

Ibnu Katsir berkata: Allah berfirman: Membunuh orang yang membunuh faidahnya sangat besar, umat akan terlindungi dari bahaya. Jika orang yang ingin membunuh tahu dia akan dibunuh , tentu dia akan berhenti dari perbuatan jahatnya. (Lihat Tafsir Ibn Katsir 1/212)

Jika pencuri dipotong tangannya, peminum khamer dicambuk minimal 40 kali sampai 80 kali, yang berzina yang pernah menikah dirajam sampai mati dan seterusnya, maka negeri in syaa Allah akan aman, karena hukum Allah harus dilaksanakan untuk rakyat dan untuk pemimpin, tetapi jika hukum ini diabaikan, para pemimpin membuat hukum sendiri, pemimpin yang korup berzina dan lainnya dibiarkan sedangkan pelanggaran rakyat bisa ditebus dengan uang, maka jangan berharap negeri akan aman dan sejahtera.

Untuk lebih jelasnya lihat Kitab As-Siyasatus Syariyah oleh Ibn Taimiyah bab pelanggaraan hukum.

4. Berbuat adil

Pemimpin sungguh ditunggu oleh umat keadilan dan kejujurannya, pemimpin yang adil bukan hanya membawa kenyamanan hidup dan disenangi oleh  rakyat serta datangnya rahmat dari Allah sebagaimana yang telah diraih oleh semua utusan dan para shabatnya , tetapi akan memperoleh  perlindungan Allah dari adzab-Nya besok pada hari Kiamat. Abu Hurairah berkata: Nabi ﷺ bersabda :

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ

Ada tujuh golongan, Allah akan memberi naungan kepada mereka pada hari Kiamat yang tiada naungan kecuali naunganNya, yaitu pemimpin yang adil. (HR. Bukhari: 6/2496)

Adapun yang dimaksud adil ialah menghukumi orang  yang bersalah dengan hukum Allah.

5. Menunaikan amanat

Khalifah atau pemimpin adalah pemegang amanat dari Allah, demikian juga dari rakyat, karena itu Allah memerintahkan rakyat agar mendengarkan dan mentaati pemimpinnya, sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa’: 59. Selanjutnya tugas pemimpin berbuat adil dan menunaikan amanat, seperti yang tercantum didalam surat An-Nisa’: 58

Tidaklah diragukan bahwa pemegang amat yang paling banyak adalah umara’ (penguasa). Jika umara’ berusaha semaksimal mungkin untuk menunaikan amanat in syaa Allah negeri akan aman.

Bagaimana cara memunaikan amanat?

a. Hendaknya tidak menyerahkan urusan kepada orang yang memintanya.

Abdur Rahman bin Samurah radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah ﷺ berkata kepadaku, Wahai Abdur Rahman bin Samurah:

لَا تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

Janganlah kamu minta jadi pemimpin, karena jika kamu diberi sebab  permintaanmu, kamu tidak akan mendapatkan pertolongan, tetapi jika kamu diserahi amanat yang tidak kamu minta , kamu akan ditolong. (HR. Bukhari: 6/2243, Muslim: 3/1273)

b. Hendaknya tidak menyerahkan amanat karena kerabat atau teman akrabnya padahal bukan ahlinya.

Umar bin Khatab radhiyallahu anhu berkata: Barang siapa menjadi pemimpin kaum muslimin, lalu menyerahkan amanat kepada orang karena teman akrabnya atau kerabatnya maka dia telah mengkhinati Allah dan Rasul-Nya. (Lihat As-Siyasatus Syar’iyah oleh Ibnu Taimiyah: 12)

c. Tidak menyerahkan amanat kepada orang, sedangkan yang lain lebih berhak memikulnya.

Karena perintah Allah:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyam paikan amanat kepada ahlinya. (QS. An-Nisa’: 58)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah ﷺ bersabda :

فَإِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Maka bila disia siakan amanat, tungguhlah kehancurannya. Lalu shahabat bertanya: Bagaimana menyia-nyiakannya? Beliau mejawab: Bila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya. (HR. Bukhari: 1/33)

Ibnu Taimiyah berkata: “Pemimpin negara hendaknya mencari orang yang berhak  menjadi pemimpin untuk membantu dirinya, baik sebagai amir wilayah, hakim, panglima perang, menteri ekonomi, menteri pendidikan, penarik zakat, pajak dan lainnya. Masing masing hendaknya ada wakilnya,  diangkat orang yang ahli sesuai dengan bidangnya masing masing. Bahkan hendaknya memilih imam shalat, muadzin, guru, pemimpin jamaah haji, pengirim surat, inteljen, bendahara, penjaga istana, komandan pasukan tempur, pemimpin kabilah dan pasar,  kepala desa dan pengawas perdagangan dan lainnya.” (Lihat As-Siyasatus Syar’iyah fi Islahir Ra’i war Raiyah: 12)

Selanjutnya beliau berkata: Untuk yang memegang kekuasaan hendaknya dipilih yang kuat lagi amanah. Allah berfirman :

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (QS. Al-Qashas: 26)

Sedangkan istilah kuat, tentunya sesuai dengan bidangnya masing masing:

Untuk panglima perang didahulukan pemberani, punya pengalaman perang, pandai menipu musuh, karena perang adalah khid’ah (penipuan) sebagaimana disebutkan di dalam hadist.

Untuk hakim dan pengadilan, dibutuhkan kuat  ilmu hukum Islam, mendalami hukum pidana menurut Islam, dan mampu melaksanakannya.

Adapun amanat dibutuhkan orang yang takut kepada Allah, tidak menjual ayat Allah dan tidak takut kepada manusia. Tiga perkara ini harus ada pada pemimpin yang ingin mengadili orang. Sebagaimana disebutkan didalam surat Al-Maidah: 44 (Lihat As-Siyasatus Syar’iyah fi islahir ra’I wa raiyah 18 –20)

Selanjutnya  Ibnu Taimiyah bekata: Untuk mencari pemimpin yang amanah lagi kuat , biasanya jarang kita jumpai. Oleh karena itu Umar bin Khaththab berkata: “Ya Allah aku mengadu kepadamu dari kuatnya orang yang curang dan lemahnya orang yang dapat dipercaya.” Oleh karena itu setiap kepemimpinan diitinjau mana yang lebih membawa kepada mashlahah. Jika ada dua pilihan, yang satu memiliki kekuatan yang luar biasa, sedangkan yang lain memiliki amanah yang luar biasa, maka didahulukan mana yang lebih membawa mashlahah dan lebih kecil bahayanya.

Untuk panglima perang didahulukan yang lebih kuat keberaniannya, sekalipun curang. Imam Ahmad ketika ditanya: Ada dua orang yang akan menjadi pemimpin perang, yang satu kuat, tapi curang, yang lain shalih tapi lemah, mana yang lebih berhak menjadi  pemimpin perang? Beliau menjawab: Orang yang curang tapi kuat, karena kuatnya untuk kaum muslimin sedangkan curangnya untuk dirinya sendiri. Adapun orang yang baik tapi lemah, baiknya untuk dirinya sendiri, sedangkan lemahnya membahayakan kaum muslimin. Maka ikutlah perang bersama pemimpin yang curang tapi kuat. 

Dari Abu Hurairah Rasulullah ﷺ bersabda :

 إِنَّ اللَّهَ يُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ

Sesungguhnya Allah akan menolong agama ini dengan pemimpin yang curang. (HR Ad-Darimi 2/314 Lihat As-Shahihah :1649 Lihat As-Siyasatus Syar’iyah fi islahir ra’i wa raiyah  : 21-22)

Kesimpulannya, kuat dan berani serta amanah memang dibutuhkan bagi setiap yang memegang kepemimpinan, tetapi jika tidak terpenuhi keduanya, maka dipilih mana yang lebih mashlahat. Seperti bendahara dibutuhkan orang yang lebih amanah, walaupun fisiknya kurus, tapi satpam yang  mendampinginya dibutuhkan yang lebih kuat dan berani. Sekretaris dibutuhkan orang yang amanah dan punya pengalaman, demikian untuk kepemimpinan yang lain. Wallahu a’lam.

6. Dermawan

Pemimpin bukanlah niatnya untuk menjadi orang kaya, sehingga mengabaikan kepentingan umat, akan tetapi hendaknya mendahalukan kepentingan rakyat. Lihat suri tauladan Nabi ﷺ . Dari Abu Hurairah Rasulullah ﷺ bersabda:

فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَتَرَكَ دَيْنًا فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ

Siapa saja orang mukmin yang meninggal dunia sedangkan dia punya hutang, kamilah yang menanggungnya. Dan barang siapa meninggalkan harta, maka untuk ahli warisnya. (HR. Bukhari: 2/805 Muslim: 3/1237)

Sejarah telah membuktikan bahwa beliau ﷺ ketika meninggal dunia, tidaklah mewariskan harta benda kepada kerabatnya.

Pemimpin disamping pemberani hendaknya dermawan juga, karena dua sifat ini menjadi sebab kesejahteraan umat, sebaliknya jika dua sifat ini diabaikan, maka akan hancur suatu negara.

Abdullah bin Amer radhiyallahu anhuma berkata: Nabi ﷺ berkhutbah lalu bersabda:

   إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالشُّحِّ

Jauhkan dirimu dari bakhil, karena hancurnya umat sebelum  kamu karena bakhil. (HR. Abu Dawud:  2/133, Ahmad: 2/191, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Jamius Shaghir: 2/384)

Sa’ad bin Waqqash menyuruh para shahabat agar berdoa seperti yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

 اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ

Ya Allah aku berlindung kepadamu dari bakhil dan aku berlindung kepadamu dari rasa takut. (HR. Bukhari: 5/2341)

Di balik dua sifat yang tercela ini, hendaknya  pemimpin memiliki sifat syaja’ah (berani) yang ini dibutuhkan untuk menghadapi musuh dan perlawanan umat, dan sifat karom (dermawan) yang ini dibutuhkan kaum dhuafa’. Untuk lebih jelasnya lihat kitab ”Al-Amru bil Ma’ruf Wan Nahyu ‘Anil Mungkar oleh Ibnu Taimiyah mulai halaman 62 dan seterusnya terbitan Darul Bukhari.

7. Tidak mengambil upah liar

Pemimpin yang sudah digaji, hendaknya tidak mengambil dari orang yang berurusan dengannya berupa upah tambahan atau suap, karena hal ini bila dilakukan akan terjadi penghianatan tugas, mau bekerja bila ada tambahan upah liar, sehingga masyarakat miskin yang jadi kurban.

Abu Humaed As-Saidi berkata: Rasulullah ﷺ menyuruh seorang pegawai untuk menjalankan tugasnya. Ketika pegawai itu selesai  menjalankan tugasnya, lalu datang sambil berkata: Wahai Rasulullah, ini untukmu dan ini hadiah buat diriku. Lalu beliau ﷺ berkata kepadanya: “Mengapa kamu tidak tinggal dirumah ayahmu dan ibumu saja, lalu kamu menanti, apakah ada orang yang memberi hadiah kepadamu ataukah tidak?” (HR. Bukhari: 6/2246)

Dari Buraidah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ

Barang siapa yang kami beri tugas, kami telah memberi gaji, lalu dia mengambil upah lain, maka dia adalah penghianat. (HR Abu Dawud 3/134.  Hadits shahih, lihat Majama’ zawaid 4/151 dan Fathul Bari 5/162)

Ibnu Taimiyah berkata: Banyak terjadi kezaliman antara pemimpin dan rakyat, mereka mengambil harta yang bukan haknya dan menahan apa yang menjadi haknya. (Lihat As-Siyasatus Syar’iyah fi islahir ra’i wa raiyah: 47)

Penulis: Ustadz Aunur Rofiq, Lc 

Diposting ulang oleh Maribaraja.Com pada Kamis, 1 Rabi’ul Akhir 1441H/ 28 November 2019M

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc adalah mudir Ma'had Al-Furqon Al-Islami Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Beliau juga merupakan penasihat sekaligus penulis di Majalah Al-Furqon dan Al-Mawaddah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !