Akhlak Kepada Rasulullah ﷺ – Silsilah Akhlak

Makhluk yang paling berhak untuk kita perlakukan dengan akhlak mulia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hak beliau berda dibawah hak Allah subhanahu wata’ala. Ada beberapa point penting yang harus kita lakukan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bentuk akhlak kita keadannya, yaitu:

1. Beriman serta mengikutinya

Akhlak kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang utama adalah beriman bahwa beliau adalah utusan Allah, karenanya hal ini menjadi syarat mutlak bagi siapa saja yang ingin masuk kedalam agama Islam. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam dibangun atas lima dasar: Yaitu persaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah, bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Muslim: 16)

Namun beriman itu harus dibarengi dengan mengkuti syariat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Beriman saja tidak cukup, Abu Thalib dan sebagian besar orang-orang musyrik Quraisy juga beriman kepada beliau. Bahkan orang-orang Bani Hanifah yang menjadi para pendukung Musailamah Al Kadzab, kebanyakan dari mereka mendukungnya karena fanatisme dan bukannya karena beriman kepadanya. Sebagian dari mereka sampai-sampai mengatakan:

أَشْهَدُ أَنَّ مُسَيْلِمَةَ كَذَّابٌ وَمُحَمَّدًا صَادِقٌ ، لَكِنَّ كَذَّابَ رَبِيعَة أَحَبُّ إلَيْنَا مِنْ صَادِق مُضَر

Aku bersaksi bahwa Musailamah adalah pembohong dan Muhammad adalah benar. Tetapi pembohong yang berasal dari suku Rabi’ah lebih kami sukai daripada orang yang benar berasal dari suku Mudhar.” (Suwar min hayah shahabah: 41)

Mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga merupakan bukti kecintaan seorang kepada Allah. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)

2. Mencintai dan memuliakannya

Bentuk akhlak kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga adalah mencintai dan memuliakan beliau shallallahu alaihi wasallam. Tidak sempurna iman seorang sampai ia menjadikan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih ia cintai dari keluarga, anak, istri, orang tua, bahkan dirinya sendiri. Dari Abdullah bin Hisyam radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ : فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْآنَ يَا عُمَرُ

Kami sedang bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan beliau tengah memegang tangan Umar bin al-Khaththab. Lalu Umar berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri.” Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak, demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sampai engkau menjadikanku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.” Umar berkata: “Sungguh sekarang demi Allah, engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri.” Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sekarang wahai Umar.” (HR. Bukhari: 6632)

Hal ini sejalan dengan apa yang difirmankan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam al-Qur’an.

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ

Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri. (QS. Al-Ahzab: 6)

Mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah jalan keselamatan dunia dan akhirat. Sebaliknya, tidak mendahulukannya dari yang lain adalah awal mula kehancuran. Allah mengancam akan menimpakan kehancuran kepada siapa saja yang lebih mendahulukan selain Allah dan Rasul-Nya dalam kecintaan. Allah berfirman:

قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)

Cinta Rasul tidak cukup dengan niat baik saja

Banyak orang yang mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, namun sangat disayangkan cara mengungkapkannya salah, padahal niat mereka baik. Perhatian kisah dari sahabat Nabi berikut agar kita memahami bahwa niat baik saja ternyata tidak cukup. Dari Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu anhu, ia bercerita:

لَمَّا قَدِمَ مُعَاذٌ مِنَ الشَّامِ سَجَدَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ: مَا هَذَا يَا مُعَاذُ ؟ قَالَ : أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَافَقْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَبَطَارِقَتِهِمْ ، فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ نَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَلَا تَفْعَلُوا ، فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ ، لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

Tatkala Mu’adz datang dari Syam, ia langsung sujud kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Maka Nabi pun bertanya kepadanya: “Apa ini wahai Mu’adz?” Mu’adz menjawab: “Aku pernah mendatangi Syam, aku mendapatkan mereka sujud kepada para uskup dan komandan mereka. Maka, aku ingin melakukannya terhadapmu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian melakukannya, kalau saja aku diperbolehkan memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, niscaya aku akan perintahkan seorang isteri bersujud kepada suaminya.” (HR. Ibnu Majah: 1853)

3. Mendahulukan ucapannya dari selainnya

Bentuk akhlak kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga yaitu mendahulukan sabdanya di atas ucapan siapa saja, sebagai bentuk pengamalan dari firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. al-Hujurat: 1)

Kembali kepada al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terlebih ketika terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat, sebagai bentuk pengamalan dari firman Allah:

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. an-Nisa’: 59)

Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata:

يُوْشِكُ أَنْ تَنْـزِلَ عَلَيْكُمْ حِجَارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ، أَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ، وَتَقُوْلُوْنَ: قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ

“Aku khawatir kalian ditimpa hujan batu dari langit, karena aku mengatakan: “Rasulullah ﷺ bersabda”, tetapi kalian malah mengatakan: “Abu Bakar dan Umar berkata”.

Imam Malik bin Anas rahimahullah pernah mengatakan:

لَيْسَ أَحَدٌ بَعْدَ النَبي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم إِلَّا وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِه وَيُتْرُكُ إِلَّا النَبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم

Tidak ada seorang pun setelah Nabi melainkan diambil dan ditinggalkan ucapannya kecuali Nabi shallallahu alaihi wasallam.”

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah telah mengumpulkan ucapan para imam madzhab yang melarang mengikuti ucapan dan pendapat mereka semata (taklid buta), serta menganjurkan manusia untuk kembali kepada al-Qur’an dan Hadits Nabi, di dalan muqaddimah dari kitab beliau yaitu Shifat Shalat Nabi (hal. 46-54), silahkan dirujuk kesana.

4. Menghidupkan sunnahnya

Mengikuti sunnah (tuntutan) beliau dalam segala aspek kehidupan, begitulah cara sesungguhnya untuk berakhlak kepada beliau shallallahu alaihi wasallam. Menghidupkan sunnah-sunnah beliau meski tidak banyak yang melakukannya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ

Barangsiapa menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga.” (HR.Tirmidzi: 2678)

Ambillah semua yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Laksanakan perintahnya. Dan Segala yang dilarang maka tinggalkanlah. Allah berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al-Hasyr: 7)

5. Bershalawat setiap kali disebut namanya

Bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-Ahzab: 56)

Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

  مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim: 408)

Bershalawat kepada Nabi diperintahkan baik di dalam shalat maupun diluar shalat. Dimanapun kita berada disyari’atkan bershalawat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

Bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada. (HR. Abu Dawud: 2042)

Bahkan shalawat itu disyari’atkan setiap kali disebutkan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Orang yang tidak mau bershalawat ketika disebutkan Nabi maka dia adalah orang yang bakhil. Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

الْبخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ، فَلَم يُصَلِّ علَيَّ

Orang yang bakhil adalah orang yang apabila aku disebutkan di hadapannya maka ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi: 3546)

6. Memuliakan keturunannya

Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu anhu berkata: Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata;

أَمَّا بَعْدُ أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي

Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Al-Qur ‘an yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Al Qur’an dan peganglah. Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al Qur’an. Kedua, keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku.” (Beliau ucapkan sebanyak tiga kali). (HR. Muslim: 2408)

Namun untuk memuliakan serta mengikuti para keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam patokannya adalah selama amal perbuatan mereka sesuai timbangan yaitu Al-Qur’an dan Hadits Nabi dengan pemahaman yang benar.

Dalilnya adalah sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri ketika diturunkan kepadanya ayat:

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

Dan peringatkanlah keluargamu yang terdekat.(QS. Asy-Syu’araa’: 214). Lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا

Wahai sekalian kaum Quraisy (atau ucapan semacamnya), peliharalah diri kalian karena aku tidak dapat membela kalian sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Bani ‘Abdi Manaf, aku tidak dapat membela kalian sedikit pun di hadapan Allah. Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib aku tidak dapat membelamu sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Shofiyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat membelamu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Fathimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang kamu mau dari hartaku, sungguh aku tidak dapat membelamu sedikit pun di hadapan Allah.’” (HR. Bukhari: 2753, Muslim: 206)

Dari hadits ini jelaslah bahwa memiliki hubungan nasab dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam namun menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya, bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah maka tidak memberi manfaat. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan:

فَهَذَا كَلَامُ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَقَارِبِهِ الأَقْرَبِيْنَ: عَمِّهِ، وَعَمَّتِهِ، وَابْنَتِهِ؛ فَمَا بَالُكَ بِمَنْ هُمْ أَبْعَدُ؟!…. إِذْ الَّذِي يَنْفَعُ بِالنِّسْبَةِ لِلرَّسُولِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الإِيْمَانُ بِهِ وَاتِّبَاعُهُ

Inilah ucapan Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada karib kerabat terdekatnya; paman, bibi, dan putrinya, lantas bagaimana lagi dengan mereka yang lebih jauh hubungan nasabnya?! Jadi, hubungan nasab ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang dapat memberi manfaat adalah apabila dibangun di atas keimanan dan ittiba’ (mengikuti ajaran beliau).” (Al-Qaulul Mufid: 1/296)

Baca juga Artikel:

Mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam

Ditulis di Komplek Pondok Jatimurni Bekasi BB no.3, Kamis 28 Jumadal Ula 1441H/ 23 Januari 2020M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !