Balaslah Kebaikan Mereka – Khutbah Jum’at

Balaslah Kebaikan Mereka. Khutbah kali ini membahas tentang wajibnya kita membalas kebaikan orang lain.

KHUTBAH PERTAMA

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ. ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ.

فَيَا عِبَادَ اللهِ  أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله قال الله : ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ ﻭَﻻَ ﺗَﻤُﻮْﺗُﻦَّ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﻣُّﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ.

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah

Islam mengajarkan kepada kita untuk menjadikan semua hidup kita; perbuatan, ucapan, dan bahkan setiap hembusan nafas sebagai ibadah kepada Allah. Termasuk diantaranya ketika kita memberi dan diberi kebaikan.

Ketika kita berada pada posisi pemberi kebaikan kepada orang lain maka kita diperintahkan untuk memberi dengan ikhlas tanpa pamrih. Tidak mengharapkan balasan atas kebaikan yang telah dilakukan itu, bahkan tidak mengharapkan ucapan terima kasih. Sebagaimana firman Allah ketika mengisahkan tentang sifat Al-Abrar yaitu orang-orang yang beruntung penghuni surga:

 وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al-Insan: 8-9)

Hal ini, untuk menjadikan kita betul-betul hidup untuk Allah. Semua kebaikan; pemberian, sedekah, hadiah, dst kepada orang lain semata-mata untuk Allah bukan untuk manusia, kita mengharap balasan Allah bukan balasan manusia sehingga dengan inilah kita mewujudkan hakikat Tauhid dan kita tidak akan pernah kecewa dengan apa yang terjadi setelah itu, meski orang yang kita berikan kebaikan itu membalas air susu dengan air tuba.

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah

Ketika kita berada pada posisi diberi, kita menerima kebaikan dari orang lain, maka Islam mengajarkan kepada kita untuk membalas kebaikan tersebut walau pun si pemberi kebaikan tidak meminta. Berterima kasih adalah bagian dari bentuk syukur kita kepada Allah dan ini juga merupakan hakikat tauhid. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah, seorang yang tidak beryukur (berterima kasih) kepada manusia.” (HR. Abu Dawud: 4811)

Dan lebih dari itu, kita pun diperintahkan untuk membalas kebaikan dengan kebaikan yang serupa. Bahkan, jika seandainya kita tidak sanggup untuk membalasnya dengan sesuatu yang serupa maka balaslah dengan do’a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

Barang siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian maka balaslah, apabila kalian tidak mendapat sesuatu untuk membalasnya maka do’akanlah dia hingga kalian melihat bahwa kalian telah membalasnya.” (HR. Abu Dawud: 1672)

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah

Salafus Shalih (orang-orang shalih terdahulu) sangat mengerti akan hal ini, mari kita lihat beberapa potret mereka. Kisah pertama datang dari Said bin ‘Ash, salah seorang sahabat Nabi. Diceritakan bahwa:

مرَّ سعيد بن العاص بدار رجل بالمدينة، فاسْتسقى، فسَقَوْه، ثم مرَّ بعد ذلك بالدار ومُنادٍ يُنادي عليها فيمَن يَزيد، قال لمولاه: سلْ لَم تُباع هذه؟ فرجَع إليه، فقال: على صاحبها دَينٌ، قال: ارجع إلى الدار، فرجع فوجَد صاحبها جالسًا وغريمه معه، فقال: “لِمَ تبيع دارك؟ قال: لهذا عليّ أربعة آلاف دينار، فنزل وتَحدَّث معهما، وبعَث غلامه، فأتاه ببَدرة، فدَفَع إلى الغريم أربعةَ آلاف، ودفَع الباقي إلى صاحب الدار، ورَكِب ومضى.

Sa’in bin Al-‘Ash pernah melewati rumah seorang laki-laki di Madinah. Kemudian Sa’id meminta minum, lalu pemilik rumah pun memberikan minum kepadanya. Beberapa waktu setelah itu, Sa’id kembali melewati rumah tersebut, pada saat itu terdengar seorang tengah berteriak kepada siapa yang mau menambah harga rumah (rumah sedang dilelang). Sa’id pun berkata kepada pembantunya:’ Tanyakanlah, kenapa rumah ini dijual?’ Setelah pembantunya bertanya dan kembali ia berkata kepada Sa’id: ‘Pemiliknya memiliki hutang.’ Said pun kembali ke rumah tersebut dan mendapati pemilikinya tengah duduk bersama pemberi hutang. Sa’id bertanya: ‘Kenapa engkau menjual rumahmu?’ Pemilik rumah menjawab: ‘Aku memiliki hutang kepada orang ini sebanyak 4000 Dinar [1] (16,4 M). Sa’id kemudian turun dari tunggangannya dan berbicara dengan mereka berdua. Ia mengutus pembantunya (untuk mengambil harta) lalu ia datang dengan membawa Badrah [2] (7000 dinar). Sa’id pun memberikan 4000 Dinar kepada pemberi hutang dan memberikan sisanya (3000 Dinar) kepada pemilik rumah. Lalu ia pun menaiki tunggangannya dan pergi.[3]

Allahu Akbar, lihatlah apa yang diperbuat oleh sahabat Nabi yang mulia  ini. Ia membalas kebaikan satu gelas air minum dengan 7000 Dinar yang sekarang setara dengan Rp 28.679.000.000 (28,7 Milyar)

Kisah kedua datang dari Imam Syafi’i, diceritakan oleh murid terdekat beliau Rabi’ bin Sulaiman:

أَخَذَ رَجُلٌ بِرِكَابِ الشَّافِعِي فَقَالَ : يَا رَبِيْعُ أَعْطِهِ أَرْبَعَةَ دَنَانِيْرَ وَاعْذَرْنِي عِنْدَهُ

Seorang laki-laki memegangi pijakan kaki dari pelana tunggangan Syafi’i, maka beliau pun berkata: Wahai Rabi’ berikanlah laki-laki ini 4 Dinar dan mintakanlah maaf untukku kepadanya.[4]

Allahu Akbar, lihatlah apa yang diperbuat oleh Imam kita ini. Beliau membalas kebaikan orang yang memegangi pijakan kaki dari tunggangannya sehingga beliau mudah untuk naik dengan 4 Dinar yang sekarang setara dengan Rp 16.388.000

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّهِ رب العالمين أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه، أما بعد

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud yang berkaitan dengan shalat Jum’at sekaligus memberikan pelajaran kepada kita perihal wajibnya kita membalas kebaikan orang-orang yang pernah berbuat baik kepada kita.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ وَكَانَ قَائِدَ أَبِيهِ بَعْدَ مَا ذَهَبَ بَصَرُهُ عَنْ أَبِيهِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ تَرَحَّمَ لِأَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ فَقُلْتُ لَهُ إِذَا سَمِعْتَ النِّدَاءَ تَرَحَّمْتَ لِأَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ قَالَ لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ جَمَّعَ بِنَا فِي هَزْمِ النَّبِيتِ مِنْ حَرَّةِ بَنِي بَيَاضَةَ فِي نَقِيعٍ يُقَالُ لَهُ نَقِيعُ الْخَضَمَاتِ قُلْتُ كَمْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ قَالَ أَرْبَعُونَ

Dari Abdurrahman bin Ka’b bin Malik -dia adalah seorang yang selalu menuntun ayahnya setelah ayahnya buta- dari ayahnya yaitu Ka’ab bin Malik, bahwa apabila dia mendengar adzan pada hari Jum’at (Shalat Jum’at), dia memohonkan rahmat untuk As’ad bin Zurarah. Lantas aku bertanya kepadanya; “Mengapa setiap kali mendengar adzan Jum’at ayah selalu memohonkan rahmat untuk As’ad bin Zurarah?” Beliau menjawab: “Karena dia adalah orang yang pertama kali sebagai pelopor pelaksanaan shalat Jum’at di tengah-tengah kami di Hazmin Nabit yang terletak di Bani Bayadhah di Baqi’ yang biasa disebut Naqi’ul Khadhamat.” Aku bertanya; “Berapakah jumlahnya ketika itu?” Beliau menjawab: “Empat puluh orang.” (HR. Abu Dawud: 1069, dinilai Hasan oleh Syaikh Al-Albani)

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….

Jika seandainya, orang yang memberikan kebaikan berupa manfaat dunia kepada kita, harus kita berikan ucapan terima kasih, kita usahakan membalasnya dengan yang serupa, jika tidak sanggup, kita do’akan. Maka orang-orang yang telah memberikan kebaikan berupa ilmu agama, penjelasan syari’at, sehingga kita tahu apa itu Tauhid apa itu Syirik, kita bisa menunaikan shalat, puasa, zakat, bisa membaca Al-Qur’an, mengerti mana halal dan haram, mana yang Haq dan Bathil, dst sehingga kita bisa beridah kepada Allah, tentu lebih layak untuk kita ucapkan terima kasih dan balas kebaikannya karena mereka tidak hanya memberikan manfaat dunia, akan tetapi memberikan manfaat dunia dan akhirat.

Lihatlah sahabat Nabi yang mulia ini Ka’ab bin Malik, setiap mendengarkan azan Jum’at ia mendo’akan As’ad bin Zurarah karena ialah orang yang memberikan kebaikan kepadanya berupa penunaian shalat jum’at dan tata caranya.

Oleh karena itulah, khatib mengajak kepada diri sendiri dan jama’ah sekalian, marilah kita balas kebaikan orang-orang yang pernah memberikan kebaikan kepada kita dan utamanya orang-orang yang telah memberikan kepada kita ilmu agama; guru-guru kita dahulu di TPA ketika kita masih kecil, yang mengajarkan shalat, termasuk shalat Jum’at ini, menghafal Al-Fatihah, membaca Al-Qur’an, orang-orang yang mengajarkan kepada kita Tauhid dan menunjukkan mana halal mana haram. Balaslah kebaikan mereka sesuai dengan kemampuan kita masing-masing sekali pun mereka sesungguhnya tidak mengharapkan balasan itu. Jika kita tidak mampu membalasnya -dan kita tidak akan pernah mampu- maka do’akanlah mereka, selipkanlah nama mereka di setiap do’a kita sampai kita meninggal dunia.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

 اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِجَمِيْع أَسَاتِذَتِنَا، وثَبِّت أَقْدَامَهُمْ، وَاشْرَحْ صُدُوْرَهُمْ، وَبَارِكْ لهم في دِيْنِهِمْ وَ دُنْيَاهُمْ، اللهُمَّ ثَقِّلْ مَوَازِنَهُمْ، وَ اجْمَعْهُمْ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّين وَ الصِّدِّيْقِين وَ الشُّهَدَاء وَالصَّالِحين

اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِينَ فِي فِلِسْطِينَ وَفِي سُوْرِيَا وَفِي يَمَن وَصِّيْن وَفِي كُلِّ مَكَانٍ

اللَّهُمَّ أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن

Lihat:

Arsip Khutbah Maribaraja.Com

Selesai disusun di Komplek Pondok Jatimurni Bekasi

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

______________________________________

[1] 1 Dinar = 4,25 gram emas setara dengan 4,25 x 964.000 (harga emas 4 Juni 2021) = 4.097.000. Sehingga 4000 dinar = 16.388.000.000

[2] Badrah adalah 1000 Dirham = 7000 Dinar. Karena 10 Dirham serata dengan 7 Dinar

[3] Dinukil secara ringkas dari Alukah.net dengan judul Syukru An-Nas

[4] Hilyah Al-Auliyah, dinukil dari Islamweb

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !