Antara Bulan Rabi’ul Awal Dan Cinta Rasul

Mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah sebuah kewajiban. Bahkan, beliau harus lebih dicintai dari segalanya sampai pun dari diri kita sendiri. Menunjukkan bukti dari kecintaan itu pun tak kalah wajibnya, karena pengakuan cinta saja tak ada gunanya.

Akan tetapi, yang perlu dipahami bahwa mengungkapkan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hendaknya dengan cara yang benar. Karena, niat baik saja tidak cukup. Dari dari Qais bin Sa’ad radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

أَتَيْتُ الْحِيرَةَ فَرَأَيْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِمَرْزُبَانٍ لَهُمْ فَقُلْتُ رَسُولُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُسْجَدَ لَهُ قَالَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي أَتَيْتُ الْحِيرَةَ فَرَأَيْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِمَرْزُبَانٍ لَهُمْ فَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ نَسْجُدَ لَكَ قَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ مَرَرْتَ بِقَبْرِي أَكُنْتَ تَسْجُدُ لَهُ قَالَ قُلْتُ لَا قَالَ فَلَا تَفْعَلُوا لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ الْحَقِّ

Aku datang ke Hirah (negeri lama yang berada di Kufah), maka aku melihat mereka bersujud kepada penunggang kuda mereka yang pemberani. Lalu aku katakan; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih berhak untuk dilakukan sujud kepadanya.” Kemudian aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku katakan; “Sesungguhnya aku datang ke Hirah dan aku melihat mereka bersujud kepada penunggang kuda mereka yang pemberani. Engkau wahai Rasulullah, lebih berhak untuk kami bersujud kepadamu”. Beliau berkata: “Bagaimana pendapatmu, seandainya engkau melewati kuburanku, apakah engkau akan bersujud kepadanya?” Aku katakan: “Tidak.” Beliau bersabda: “Jangan kalian lakukan, seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada seseorang, niscaya aku perintahkan para wanita agar bersujud kepada suami-suami mereka, karena hak yang telah Allah berikan atas mereka.” (HR. Abu Dawud: 2140)

Di tempat dan kisah yang lain, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا مُحَمَّدُ يَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا وَخَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِتَقْوَاكُمْ وَلَا يَسْتَهْوِيَنَّكُمْ الشَّيْطَانُ أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَاللَّهِ مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُونِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

Ada seorang laki laki yang berkata: “Wahai Muhammad, wahai tuan kami dan anaknya tuan kami, dan sebaik-baik dari kami dan anak dari sebaik-baik kami”, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah, dan janganlah kalian tertipu tipu daya setan, aku Muhammad bin Abdullah, hamba Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, aku tidak senang kalian mengangkat diriku lebih di atas derajat yang telah Allah ‘azza wajalla berikan kepadaku.” (HR. Ahmad: 12093)

Sabahat yang mulia ini niatnya baik, karena kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Masuk akal, karena seandainya para pemberani itu saja dihormati dengan cara disujudi, tentu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih berhak. Sebab, beliau lebih mulia dan berjasa. Dan ucapan “orang terbaik, anak dari orang terbaik” sepintas apa salahnya. Akan tetapi ternyata cara penghormatan seperti itu tidak diperkenankan dalam syari’at Islam.

Sehingga, pelajaran penting bagi kita bahwa niat baik saja belum cukup dalam hal mengungkapkan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Oleh sebab itu, berkaitan dengan moment saat ini bulan Rabi’ul Awal, satu saja pernyataannya apakah sudah benar cara pengungkapan kecintaan kita pada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Seandainya, beliau masih hidup dan menyaksikan, apakah beliau ridha? Ingat, niat baik saja belum cukup.

Baca juga artikel: Mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !