BAHAGIA SAAT YANG DINANTI TELAH TIBA

YANG DINANTI

Ramadhan telah tiba. Menggoreskan kesan tersendiri bagi tiap-tiap orang. Berbeda antara satu dengan yang lain sesuai dengan harapan dan cara pandang masing-masing.

Sebenarnya, bulan ini sudah dinanti oleh banyak kalangan jauh-jauh hari. Karena ia setali mata uang dengan moment setelahnya. Apalagi kalau bukan lebaran idul fitri.

Anak-anak kelas satu sekolah dasar yang tinggal di asrama selalu bertanya-tanya. “Ustadz, bulan puasa masih lama ya? Berapa hari lagi?” “Memangnya kenapa?” Ustadznya balik bertanya. “Biar bisa pulang dan libur panjang, bisa mainan sepuasnya, Ustadz.” Jawab mereka dengan polosnya.

Mungkin adik-adik mereka juga bertanya pada mereka kapan bulan puasa datang. Kenapa? Sebenarnya, bukan bulan puasanya yang mereka tunggu tapi baju barunya. Untuk lebaran bersama teman-teman.

Para perantau, terutama di kota Jakarta dan sekitarnya, bahkan sudah pusing duluan. Berdebar-debar, antara bahagia dan khawatir jauh sebelum Ramadhan datang. Bagaimana tidak? Kebahagiaan mudik di akhir Ramadhan harus tercemari dengan kenyataan yang ada.  Tiket yang harus berebut jika tidak ingin kecewa .

Di lingkungan asrama pondok pesantren, temanya pun tidak jauh-jauh dari itu. Di mana-mana terdengar perbincangan seputar Ramadhan. Tapi kebanyakannya masih ada kaitannya juga dengan cerita di atas. Apa lagi kalau bukan masalah tiket; tiket kereta api, bus, kapal, dan pesawat terbang. Terutama tiket kereta. Maklum, pemesanan dibuka 90 hari sebelum keberangkatan. Sementara ia adalah favorit banyak kalangan. Tidak hanya orang-orang bawah, tapi menengah ke atas juga doyan. Makanya, kalau tidak pesan jauh-jauh hari, nanti bisa kehabisan.

Ibu-ibu rumah tangga juga ikut serta. Ramadhan sudah dinanti, siap dengan strategi serta skedul untuk menu berbuka dan makan sahur. Tidak lupa menu kue yang akan dibuat untuk hari lebaran yang akan menjelang.

Anak-anak muda tanggung yang sedikit “nakal” pun ikut menanti-nanti bulan ini. Bukan karena apa-apa, tapi karena prosesi bakar mercon di malam-malam bulan Ramadhan. “Meski menganggu banyak orang tapi ini mengasyikkan, siapa yang peduli.” Kata mereka.

Kalau para pedagang jangan ditanya. Bahkan mereka mengaharapkan semua bulan itu bulan Ramadhan. Sebab, omset di bulan itu sangat menjajikan. Terlebih sepuluh akhir, bisa berlipat ganda dari bulan-bulan biasa. Memang bulan Ramadhan punya daya tarik tersendiri bagi banyak kalangan. Makanya tidak heran selalu dinanti kedatangnannya.

APA MOTIVASINYA?

Mari berkaca pada kehidupan salafus shalih. Ternyata mereka juga menantikan kehadiran bulan Ramadhan.

Ma’la bin al-Fadhl menuturkan:

كَانُوْا يَدْعُوْنَ اللهَ تَعَالَى سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ رَمَضَانَ يَدْعُوْنَهُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَ مِنْهُمْ

“Mereka (salafus shalih) berdo’a kepada Allah selama enam bulan semoga Allah menyampaikan mereka pada bulan Ramadhan, lalu mereka berdo’a selama enam bulan berikutnya semoga amalan mereka di bulan itu diterima.”

Yahya bin Abi Katsir juga pernah berkata:

كَانَ مِنْ دُعَائِهِمْ: اللَّهُمَّ سَلِّمْنِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّم لِي رَمَضَان وَتَسْلِمهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا.

“Di antara do’a mereka (salaf shalih): ‘Ya Allah, selamatkanlah aku hingga Ramadhan, serahkanlah (berilah) Ramadhan kepadaku, dan terimalah amalanku di bulan itu.’” (Lathaif al-Ma’arif, cet. Dar Ibnu Hazm 1/148)

Sebenarnya ada apakah di bulan Ramadhan? Rasanya, tidak mungkin para salaf shalih dengan harapan sebesar itu motivasinya hanya karena bisa lebaran bersama keluarga di kampung halaman tercinta. Lantas apa?

INI SEBABNYA

Harus kita akui, mereka jauh lebih paham terhadap hakikat bulan Ramadhan daripada kita semua. Mereka tahu keutamaan besar bulan itu, hafal dan mengerti sabda-sabda Nabi berkenaan dengan hal itu. Mereka insaf bahwa Nabi kita pernah bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari: 38 Muslim: 760)

Mereka pun tahu bahwa di bulan itu ada malam istimewa yaitu malam lailatul qadr yang dikenal sebagai malam terbaik dalam cerita kehidupan. Nilainya lebih utama dari seribu bulan. Selalu dinanti kehadirannya. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ


“Sesungguhnya bulan ini telah datang, di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang diharamkan (dihalangi) dari malam itu maka sungguh ia telah diharamkan dari kebaikan semuanya.” (HR. Ibnu Majah: 1644 dihasan shahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah 4/144)

Di bulan ini juga, pahala amal kebajikan dilipatgandakan. Persis seperti omset para pedagang. Hanya saja ini bukan perdagangan dunia tetapi perdagangan akhirat. Bahkan nilai kelipatannya hanya Allah saja yang mengetahuinya.

Nah, ini dia alasannya. Siapa yang tidak rindu dengan kesempatan itu. Kesempatan untuk melebur dosa, membersihkan diri dari kotoran batin. Sekaligus merengkuh pahala besar untuk bekal menghadap Allah nanti di hari akhir.

MELURUSKAN NIAT

Oleh sebab itu, mari menata niat kembali. Menapaki jejak salaf shalih dalam menanti dan menyambut bulan suci ini.
Kebahagiaan kita berjumpa dengan Ramadhan bukan semata-mata karena libur panjang, baju baru, ramai-ramai lebaran, mudik bareng, atau THR. Tidak. Tetapi karena ia memiliki keutamaan, membuka kesempatan untuk memperbaiki diri bagi kita hamba yang lemah, tak berdaya dan banyak dosa ini.

Jangan biarkan ia berlalu begitu saja. Sambut dan manfaatkanlah kesempatan yang ada, semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semua. Bersungguh-sungguh dalam beribadah. Jangan sampai shalat tarawih atau ibadah lainnya justru luput karena sibuk menunggui loyang-loyang bolu dalam oven. Atau sibuk dengan persiapan mudik, dan seterusnya.

Mari menjadi pedagang-pedagang akhirat. Tawarannya sudah dibuka dengan harga yang luar biasa. Oleh sebab itu, jangan sampai Ramadhan ini lewat begitu saja karena sibuk mencari omset besar untuk perdagangan dunia saja. Marhaban ya Ramadhan, selamat datang, kami sangat merindukanmu. Wallahu a’lam bishshawab.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !