Berakhlak Kepada Khalik dan Makhluk – Silsilah Akhlak
Islam mengajarkan kepada kita bahwa akhlak mulia mencangkup akhlak mulia kepada Allah dan kepada makhluk. Banyak sekali dalil yang menunjukkan bahwa dua hal ini tidak boleh terpisahkan. Allah berfirman:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (QS. Ali Imran: 112)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jelas mengaitkan antara dua hal ini dalam sabdanya:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari: 6475, Muslim: 47)
Lihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaitkan antara beriman kepada Allah dan berakhlak baik kepada manusia. Hal ini diantara dalil yang menguatkan bahwa akhlak harus kepada dua arah kepada Allah dan kepada makhluk-Nya.
Dari Abdullah bin ‘Amru dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku, lalu beliau bersabda: “Aku memperoleh berita bahwa kamu bangun di malam hari dan berpuasa di siang hari, benarkah itu?” Aku menjawab; “Benar.” Beliau bersabda:
فَلَا تَفْعَلْ قُمْ وَنَمْ وَصُمْ وَأَفْطِرْ فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
“Jangan kamu lakukannya; namun tidur dan bangunlah, berpuasa dan berbukalah. Karena tubuhmu memiliki hak atas dirimu, kedua matamu memiliki hak atas dirimu, tamumu memiliki hak atas dirimu, istrimu memiliki hak atas dirimu.” (HR. Bukhari: 6134)
Baik kepada Khalik buruk kepada makhluk
Tidak sedikit orang yang berpikir bahwa manhaj salafush shalih dalam beragama itu hanya berkisar pada pembenahan akidah. Asal tauhidnya mantap dan tidak terjatuh pada kesyirikan, sudah cukup. Kemudian mereka lalai memperhatikan akhlak kepada sesama. Bahkan mereka tidak berakhlak kepada orang tuanya. Padahal Islam adalah agama paripurna, mencakup dan mengatur segalanya, termasuk akhlak dan tata krama bermuamalah antar sesama.
Imam Ahmad dan yang lainnya menyebutkan sebuah riwayat yang menunjukkan bahwa akhlak kepada makhluk menempati posisi penting dalam kehidupan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ia berkata:
قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ فُلَانَةَ يُذْكَرُ مِنْ كَثْرَةِ صَلَاتِهَا، وَصِيَامِهَا، وَصَدَقَتِهَا، غَيْرَ أَنَّهَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا، قَالَ: هِيَ فِي النَّارِ
“Seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya si fulanah banyak shalatnya, banyak pula sedekah dan puasanya, namun ia suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.’ Maka Nabi bersabda, ‘Ia di Neraka.’” (HR. Ahmad no. 9675 dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no.2560)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عُرِضَتْ عَلَيَّ النَّارُ فَرَأَيْتُ فِيهَا امْرَأَةً مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ تُعَذَّبُ فِي هِرَّةٍ لَهَا رَبَطَتْهَا فَلَمْ تُطْعِمْهَا وَلَمْ تَدَعْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
Dan neraka juga diperlihatkan padaku, lalu di dalamnya aku melihat seorang wanita dari Bani Isra`il yang sedang disiksa lantaran kucing yang ia ikat dan tidak diberinya makan juga tidak dilepasnya hingga kucing itu bisa makan serangga-serangga bumi. (HR. Muslim: 904)
Baik kepada makhluk buruk kepada khalik
Di lain sisi, banyak juga orang yang keliru dan meninggalkan akhlak kepada Allah sebagai Khaliknya. Mereka baik kepada sesama akan tetapi hak Allah mereka lalaikan, mereka tidak bertauhid, meninggalkan shalat, dst. Allah berfirman:
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ لَا يَسْتَوُونَ عِندَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS. At-Taubah: 19)
Ayat ini sebagai bantahan buat orang-orang Qurasy yang tidak mau beriman karena mereka merasa memiliki jasa dan berakhlak kepada manusia. Allah sebutkan bahwa itu tidak sama dengan keimanan kepada Allah. Jangan berbangga dengan amalan kalian tersebut, karena keimanan kepada Allah jauh lebih berharga daripada amalan kalin tersebut.
Lebih jelas lagi hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berikut, dari Aisyah radhiyallahu anha dia berkata, aku pernah bertanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ قَالَ لَا يَنْفَعُهُ إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ
‘Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’an pada masa jahiliyyah selalu bersilaturrahim dan memberi makan orang miskin. Apakah itu memberikan manfaat untuknya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak, sebab dia belum mengucapkan, ‘Rabbku ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan’.” (HR. Muslim: 214)
Lihat hadits ini dan renungkan dengan seksama, Ibnu Jud’an itu adalah orang yang sangat baik dan bagus sekali akhlaknya, dia yang selalu menyambung silaturrahim, memberi makan orang-orang miskin. Tapi itu semua tidak bermanfaat kepadanya sedikitpun karena dia tidak beriman kepada Allah.
Karenanya, orang kafir di akhirat nanti akan menyaksikan kebaikan mereka lenyap bagai debu yang berterbangan. Allah berfirman:
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا
Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS. Al-Furqan: 23)
Harus baik kepada Khalik dan Makhluk
Berakhlak kepada Khalik, tunaikan hak-Nya, beriman dan bertakwa serta beribadah kepada-Nya. Kemudian berakhlak pula kepada sesama makhluknya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدً
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (QS. Al-Ahzab: 70)
Karenanya makna dari kesombongan itu adalah orang yang tidak memiliki akhlak baik kepada Allah maupun kepada manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim: 91)
Menolak kebenaran adalah bentuk kecongkakan dan tidak berakhlak kepada Allah sedang meremehkan orang lain adalah tidak berakhlak kepada sesama.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita akhlak yang mulia, akhlak mulia kepada-Nya dan kepada makhluk-Nya.
Baca juga Artikel:
Antara Islam Dan Akhlak Mulia – Silsilah Akhlak
Selesai disusun di rumah mertua tercinta Jatimurni Bekasi, Jum’at 15 Jumadal Ula 1441H/ 10 Januari 2020M
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom
Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK