Jangan Ajari Anak Takut Kepada Makhluk

Di antara kesalahan pendidik atau orang tua ialah menanamkan perasaan kepada anak agar takut kepada manusia atau makhluk. Misalnya: ketika anak melakukan pelanggaran, sang ibu berkata, “Awas, jika ayahmu datang, kamu akan dipukuli! Kamu akan diusir!” Atau ketika pendidik menjumpai anak didiknya susah diatur, dia mengancam, “Aku akan jemur kamu di bawah terik matahari!, Aku bawa kamu ke polisi“, atau perkataan lainnya. Kata kata ini tentu akan membuat sedih hati anak yang belum sampai umur dan merasa ketakutan. Mungkin anak akan kabur dari rumah, enggan masuk sekolah karena tindakan orang tua atau pendidik yang keliru.

Kita dilarang menanamkan pada anak kecil perasaan takut kepada manusia atau kepada makhluk yang membahayakan kepada pemikiran anak. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

فَلَا تَخَافُوهُمۡ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِینَ

Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. Āli ‘Imrān: 175)

Bahaya sifat penakut yang menimpa kepada anak

Anak yang penakut tentu berbahaya bagi perkembangan fisik dan akalnya. Akan hilang sifat berani yang menunjang perkembangan pikirannya. Anak penakut lebih suka menyendiri daripada bergaul dengan ayahnya atau guru yang berwatak keras, suka mengancam dan memukul, bahkan akan menjauhi temannya, karena dia malu dicaci dan dihukum oleh orang tua dan gurunya.

Ketika anak mau keluar malam, mau ke WC, ditakut-takuti oleh ibunya “Nanti kamu akan diambil genderuwo”. Kata-kata ini akan direkam oleh anak, sehingga anak akan takut keluar malam kapan saja, di mana saja.

Ketika anak sering dibentak dan dimarahi oleh orang tuanya, tentu dia akan takut berkomunikasi dengan orang tuanya, bahkan orang lain. Maka waspadalah wahai orang tua. Jangan sampai memberi pendidikan yang mengakibatkan anak bertambah ketakutan kepada makhluk, tetapi tanamkan perasaan takut kepada Allah Azza wajalla ketika mereka melanggar dan meninggalkan perintah, sekalipun mereka belum baligh.

Hati-hati memberikan sugesti

Demikian juga termasuk pendidikan yang salah, apabila anak diajari beramal agar mendapatkan pujian manusia, semisal dengan mengatakan, “Kalau kamu mau shalat dan mau membaca al-Quran, niscaya manusia memujimu“. Walaupun perkataan ini disampaikan kepada anak kecil yang belum berdosa, tetap dilarang, karena hal ini akan mengajari anak untuk beribadah dengan riya’ dan ingin memperoleh pujian manusia. Dampaknya, dia akan beramal bila ada manusia yang memberi hadiah dan memujinya.

Demikian juga pendidikan yang salah bila anak diajari agar takut cacian manusia, sekalipun melanggar hukum Allah. Misalnya, anak putri dilarang memakai busana muslim, karena banyak orang membencinya dan karena tidak mengikuti umumnya orang. Pelajaran ini berbahaya bagi mereka. Mereka akan meninggalkan yang wajib karena takut dicaci orang dan mengerjakan yang haram karena ingin dipuji manusia. Bukankah ini melanggar hukum Allah? Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ

Barangsiapa mencari keridhaan Allah sekalipun manusia marah, maka Allah akan mencukupinya, tidak perlu bantuan manusia. Dan barangsiapa ingin mencari kesenangan manusia dengan membuat murka Allah, maka Allah akan menyerahkan urusannya kepada manusia.” (HR. at-Tirmidzi: 9/261, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihut Targhib: 2/271)

Kapankah anak perlu ditanamkan perasaan takut kepada makhluk?

Yaitu ketika anak melakukan pelanggaran yang mengakibatkan rusak badan dan pemikirannya, misalnya; mereka bermain api, pisau, benda berbahaya lainnya, ataudi tempat yang ada binatang buasnya, atau berteman dengan yang suka memukul, maka orang tua hendaknya menasihatinya dengan mengucapkan semisal, “Awas, tanganmu terbakar nanti!, Hati-hati, kamu digigit ular nanti!, “Hati-hati, kamu dipukul oleh dia”. Itu semua merupakan nasihat kepada anak agar menjauhi hal yang membahayakan dirinya. Ini termasuk takut secara tabiat yang manusiawi, dan tentunya tidak tercela.

Syaikh Abdurrahman Alu Syaikh berkata, Takut jenis ketiga: Takut pembawaan manusia (tabiat), yaitu takut kepada musuh, binatang buas atau selain itu, maka ini tidak tercela, sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala menceritakan kisah Nabi Musa Alaihissalam ketika ketakutan,

فَخَرَجَ مِنۡهَا خَاۤىِٕفࣰا یَتَرَقَّبُۖ قَالَ رَبِّ نَجِّنِی مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّـٰلِمِینَ

Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa, “Ya Rabbku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.” (QS. al-Qashash: 21)

Anak wajib dilatih takut kepada Allah Azza wajalla

Orang tua atau pendidik hendaknya mengajari anaknya membiasakan diri takut kepada Allah, sekalipun mereka belum mampu memahaminya dengan sempurna.
Tatkala anak melanggar larangan Allah, enggan mengerjakan yang wajib, atau melanggar yang haram, hendaknya orang tua atau pendidik menanamkan kepada mereka perasaan takut akan siksaan Allah, bukan takut kepada hantu, takut kepada bapak, polisi dan yang lainnya.
Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu berkata, “Suatu hari aku berada di belakang Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, lalu beliau bersabda,

يَا غُلاَمُ, إِنّي أُعَلّمُكَ كلمَاتٍ: إِحْفَظِ الله يَحْفَظْكَ, إِحْفَظِ الله تجِدْهُ تجَاهَكَ, إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ الله, وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بالله

Hai, Nak, sesungguhnya aku ingin mengajarimu beberapa kalimat (nasihat-nasihat), Jagalah Allah, pasti Allah menjagamu, jagalah Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Bila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah”. (HR. Ahmad: 6/247, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 5/496)

Inilah nasihat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam kepada keponakannya yang masih kecil. Penanaman tauhid-lah yang didahulukan oleh Rasulullah kepada sahabatnya, sekalipun masih kecil; yaitu bagaimana manusia sejak kecil takut dengan ancaman Allah Azza wajalla.

Tatkala mereka melanggar

Ketika anak melanggar larangan Allah Subhanahu wata’ala dan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, seperti membentak orang tua, memukul saudaranya, mengambil barang yang bukan miliknya, atau meninggalkan perintah yang wajib, enggan makan dengan tangan kanan atau pelanggaran lainnya, maka orang tua atau pendidik hendaknya tidak mengancam mereka dengan ancaman akan dipukul oleh orang tua, guru dan lainnya, tetapi nasihati mereka agar takut siksaan Allah Azza wajalla.

Tatkala anak melawan orang tua, nasihatilah dia bahwa Allah melarangnya berkata kasar kepada orang tua. Apakah kamu tidak takut siksaan Allah saat kamu durhaka kepada orang tua?

Ketika anak sedang makan dengan tangan kiri dan membuang-buang makanan, anak tidak perlu dipukul atau ditampar tangannya, sehingga dia merasa ketakutan, tetapi ingatkan dia agar takut siksaan Allah Azza wajalla. Nasihati dia bahwa makan dan minum dengan tangan kiri adalah perbuatan setan.

Anak harus diberi semangat agar bertambah imannya ketika dia dibenci oleh masyarakat karena beramal shalih. Sampaikan kisah orang munafik yang menakut-nakuti sahabat, bahwa Abu Sufyan bersama pasukannya akan meyerang Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Para sahabat tidak gentar dengan berita ini, bahkan bertambah kuat imannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

ٱلَّذِینَ قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدۡ جَمَعُوا۟ لَكُمۡ فَٱخۡشَوۡهُمۡ فَزَادَهُمۡ إِیمَـٰنࣰا وَقَالُوا۟ حَسۡبُنَا ٱللَّهُ وَنِعۡمَ ٱلۡوَكِیلُ

(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.” (QS. Āli ‘Imrān: 173)

Keutamaan takut kepada Allah Azza wajalla

Tidak semua perasaan takut membawa dampak nagatif kepada anak. Bahkan sebaliknya, membangkitkan semangat berfikir dan kerja kepada anak, apabila mereka dilatih takut kepada Allah. Karena takut kepada Allah akan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.
Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata, “Takut yang terpuji, apabila kamu meninggalkan larangan Allah dan larangan Rasulullah.” (Madarijus Salikin: 1/514)

Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya perasaaan takut kepada Allah adalah di antara kedudukan ibadah yang paling tinggi dan besar manfaatnya. Hukumnya wajib bagi setiap muslim. Kemudian beliau menyertakan surat Āli ‘Imrān ayat: 175 dan surat ar-Rahmān ayat: 46.” (Kalimat fil Mahabbah wal Khauf war Raja’: 1/6)

Beliau Rahimahullah juga berkata, “Takut yang wajib ialah bila kamu menjalankan yang wajib dan meninggalkan yang haram, sedangkan takut yang sunnah, bila kamu mengerjakan yang sunnah dan meninggalkan yang makruh.” (Kalimat fil Mahabbah wal Khauf war Raja’: 1/7)

Abu Hafsh Umar bin Maslamah Rahimahullah berkata, “Takut kepada Allah adalah pelitanya hati. Dia akan bisa memilih yang baik dan menjauhi yang jelek.” (Madarijus Salikin: 1/513)

Oleh karena itu orang tua hendaknya melatih anaknya agar takut hanya kepada Allah Azza wajalla semenjak masih kecil, mulai dia bisa bicara dan berfikir sekalipun belum sempurna.

Demikianlah seharusnya kita mendidik anak, agar anak tetap shalih dan shalihah. Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua tatkala mendidik anak kita, dan semoga menjadi anak yang baik akhlaknya. Wallahu a’lam

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc adalah mudir Ma'had Al-Furqon Al-Islami Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Beliau juga merupakan penasihat sekaligus penulis di Majalah Al-Furqon dan Al-Mawaddah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !