Jangan Pernah Bosan Menasihati Anak

Di antara penyakit jiwa yang menimpa orang tua pada saat dihadapkan dengan kenakalan anak, ialah tatkala berulang kali orang tua menasihatinya ternyata tidak berhasil. Dari situ muncullah kebosanan dan putus asa, bahkan marah dan cenderung untuk bertindak dengan kekerasan. Inilah di antara kesalahan orang tua yang harus diperbaiki. Bagaimana orang tua tetap berusaha menasihati anaknya sekalipun sang anak belum juga berubah menjadi baik?

Sadari, Anak adalah Ujian

Jika orang tua memaklumi bahwa anak adalah bagian dari macam ujian, yaitu agar diketahui secara zhahir siapa sebenarnya yang bersungguh-sungguh mendidiknya dan siapa yang bersabar. Tentu prinsip ini akan meringankan beban pikiran orang tua, karena dari situlah kita mendapatkan pahala. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. at-Taghābun: 14)

Setelah Allah mengabarkan kepada kita bahwa anak dan istri adalah ujian dan fitnah, Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan kita agar memaafkan mereka dan memintakan ampun. Dari situ terlihat jelas bahwa kita tidak boleh bosan apalagi sampai berputus asa menghadapi dan menasihati mereka.

Anak adalah Amanah Ilahi

Orang tua hendaknya memaklumi bahwa anak adalah titipan Allah Azza wajalla yang harus dipelihara dan dijaga fitrah serta agamanya sampai kita meninggal dunia. Maka jika amanah ini kita rawat dan jaga dengan semaksimal mungkin untuk mendidiknya, tentu kita sebagai orang tua akan memperoleh pahala yang besar. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang me’yahudi’kannya, me’nasrani’kannya atau me’majusi’kannya. Seperti lahirnya binatang ternak. Apakah kamu melihatnya dia cacat hidung dan telinganya?” (HR. Bukhari: 5/321)

Orang Tua yang Berikhtiar, Allah yang Menentukan

Prinsip ini harus dimaklumi oleh setiap orang tua, terutama pada saat menghadapi anak yang sedang bandel. Sadari, bahwa kita hanya berkewajiban untuk mendidik dan menasihatinya, sedangkan keberhasilan proses hanya di tangan Allah. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. al-Qashash: 56)

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tidak putus asa mendakwahi pamannya Abu Thalib yang akan meninggal dunia agar dia mau bersyahadat, tetapi ternyata tetap tidak berhasil. Bahkan pamannya mengikuti agama nenek moyangnya Abdul Muththalib pada akhirnya. Allah sama sekali tidak mencela Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam karena hal itu, bahkan Allah Azza wajalla menurunkan ayat di atas, karena Rasulullah hanya berkewajiban menyampaikan nasihat. Allah Ta’ala berfirman:

إِنْ عَلَيْكَ إِلَّا الْبَلَاغُ

Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). (QS. asy-Syūrā: 48)

In syaa Allah prinsip ini bila kita pegang dengan baik, niscaya kita tidak akan berputus asa dan tidak akan bosan mendidik anak serta keluarga.

Ingat, Anak adalah Bagian Dari Tubuh Kita

Maksudnya tatkala anak tidak atau belum menerima nasihat, orang tua dilarang mencacinya, mendoakan jelek, dan melakukan tindakan yang merusak badan sehingga kerugian menimpa kepada orang tua juga. Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ

“Janganlah kalian mendoakan kejelekan atas diri kalian, anak-anak kalian dan harta kalian. Karena boleh jadi (waktu) itu tengah bertepatan dengan saat pemberian Allah, sehingga permohonanmu itu dikabulkan.'” (Shahih Muslim: 1532)

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya, sedangkan saya adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku daripada kamu sekalian. (HR. at-Tirmidzi, bab Keutamaan Istri Nabi, dishahihkan oleh al-Albani)

Bersabar Tatkala Datang Masalah

Bersabar ketika kita diuji dengan musibah anak adalah sangat terpuji sekaligus untuk menguji seberapa besar kadar keimanan kita, karena keberhasilan suatu perkara butuh akan kesabaran dan ketakwaan, jika prinsip ini kita pegangi in syaa Allah penyakit kebosanan akan lenyap. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى

“Sesungguhnya kesabaran yang sempurna ialah saat terjadinya pukulan pertama.” (HR. Bukhari: 1203)

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ شَيْئًا هُوَ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنْ الصَّبْرِ

“Tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (Shahih. At-Ta’liq ar-Raghib: 2/11, Shahih Abu Dawud: 1451)

Sahabat Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘anhu pernah berkata, “Kami menjumpai kebahagiaan hidup kami dengan kesabaran.” (Fathul Majid: 1/436)

Jangan Terburu-buru Mengharap Hasil

Diantara yang terlintas dalam pikiran orang tua, tatkala menasihati anaknya sekali atau dua kali, anak harus menerima dan berubah pada saat itu pula. Hal seperti ini jelas salah, karena petunjuk bukan punya kita, tetapi milik Allah Azza wajalla. Bukankah kita sendiri suatu saat lamban menerima nasihat? Jika orang tua menyadari hal ini, in syaa Allah ia tidak akan putus asa menasihati anaknya untuk kebaikan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اَلتَّأَنِّيْ مِنَ اللهِ وَ الْعَجَلَةُ مِنْ الشَّيْطَانِ

“Berhati-hati itu datangnya dari Allah sedangkan terburu-buru dari setan.” (HR. Abu Ya’la dalam al-Musnad: 3/1054 dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 4/294)

Berikhtiar dengan Meningkatkan Ibadah

Ketahuilah, Allah Ta’ala menguji kita dengan beberapa ujian. Dialah yang menggenggam hati hamba dan yang memberi petunjuk kepada mereka. Karena itu agar tidak bosan dan sedih tatkala dihadapkan dengan kenakalan anak, mohonlah kepada Allah untuk kebaikan anak kita dengan memperbanyak ibadah yang wajib dan yang sunnah, dengan meninggalkan kemaksiatan dan hal yang dibenci oleh-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS. Baqarah: 45)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Allah menyuruh hamba yang ingin mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat agar minta pertolongan kepada Allah dengan bersabar menjalankan yang wajib dan shalat, serta bersabar meninggalkan kemaksiatan.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/251)

Senantiasa Muraqabah dan Mushahabah

Orang tua tatkala menjumpai anaknya berakhlak yang tidak menyenangkan, hendaknya senantiasa muraqabah (mengawasinya) di mana dia berada, ketika anak di rumah, mengontrol anak tatkala tidur, ketika ada teman yang mengunjunginya, serta aktivitas lain yang dikerjakannya. Ketika di luar pun, bila mungkin orang tua mushahabah (menemaninya) sehingga tidak ada kesempatan bagi anak untuk melakukan kejahatan. Bila hal itu tidak memungkinkan, karena sibuk dengan pekerjaan dan tugas, kita bisa titip pesan kepada siapa saja yang bisa diamanahi untuk mengawasi anak kita, sehingga mudah menasihatinya bila ada perbuatan anak kita yang kurang benar. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Dan istri juga pengatur atas rumah suaminya dan anak-anaknya. Maka setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari: 4801)

Jangan lupa untuk senantiasa memohon kepada Allah Azza wajalla demi kebaikan diri dan keluarga, karena hanya Allah yang dapat mengabulkan semua permintaan hamba serta yang memberi petunjuk kepada mereka. Bacalah doa seperti doa seorang hamba yang dikasihani oleh Allah:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Furqān: 74)

Semoga Allah memberi petunjuk dan meridhai hidup kita bersama keluarga semua. Aamiin…

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc adalah mudir Ma'had Al-Furqon Al-Islami Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Beliau juga merupakan penasihat sekaligus penulis di Majalah Al-Furqon dan Al-Mawaddah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !