Lagu “Aisyah Istri Rasulullah”
Belakangan ini, lagi viral perihal pujian kepada Ibunda kita Aisyah binti Abi Bakar radhiyallahu anhuma. Akan tetapi, pujian itu dikemas dalam lirik lagu yang dilantunkan dengan iringan musik. Ditambah lagi yang menyanyikannya, diantaranya adalah wanita yang bersolek. Bernyanyi dengan suara yang mendayu-dayu.
Dan biasa, timbul pro dan kontra dalam menyikapinya. Ada yang membela dan ada pula yang menyalahkannya. Sebagian orang yang ditokohkan pun turut bersuara. Semakin menambah bingung orang-orang yang memang tidak punya ilmu dalam hal ini.
Dalam keadaan seperti sekarang, semakin menguatkan, butuhnya kita mewujudkan nasehat dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu agar kita tidak bingung dalam menentukan siapa yang benar dan yang salah dalam hal ini. Apakah yang pro ataukah yang kontra. Beliau radhiyallahu anhu pernah mengatakan:
إِنَّ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ لَا يُعْرَفَانِ بِأَقْدَار الرِّجَال ، وَأَعْمَالِ الظَّنّ ! اِعْرِفِ الْحَقَّ تَعْرِفْ أَهْلَه وَاعْرِفِ الْبَاطِلَ تَعْرِف أَهْلَهُ
“Sesungguhnya haq dan batil tidak diketahui dengan kedudukan orang-orang atau perbuatan-perbuatan yang bersifat prasangka. Ketahuilah haq (kebenaran) itu maka engkau akan tahu siapa orang-orangnya dan ketahuilah kebatilan maka engkau akan tahu siapa orang-orangnya.” (Ansab al-Asyraf: 2/238, Mawa’izh ash-Shahabah: 59)
Ini adalah ucapan yang sangat luar biasa. Patokan kebenaran itu bukanlah kedudukan seseorang manusia. Seorang yang ditokohkan, dihormati, dan punya kedudukan dalam masyarakat belum tentu apa yang dia ucapkan adalah sebuah hal yang benar. Demikian pula, kebenaran itu tidak berasal dari perasaan semata. Sebab, perasaan itu banyak praduganya. Betapa banyak, hal yang disangka baik oleh manusia namun buruk menurut Allah subhanahu wata’ala.
Maka kenalilah kebenaran dan kebatilan itu, niscaya kita dengan sendirinya akan dapat mengenal siapa orang-orang yang berada di atas kebenaran atau siapa pula yang berada pada kebathilan. Pertanyaannya, dari mana kita tahu kebenaran dan kebatilan itu? Jawabannya dari wahyu Allah subhanahu wata’ala.
Jadi patokan kebenaran itu adalah Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Bukan kata sifulan dan sifulan, bukan pula kata perasaan. Karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama masih berpegang pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik dalam al-Muaththa’ no. 3338 dihasankan oleh al-Albani dalam Misykah al-Mashabih: 186)
Apalagi dalam hal pro dan kontra ini, kita berselisih dalam menentukan apakah ini benar atau tidak. Maka perintah Allah, jika dalam kondisi seperti ini hendaknya kita bersama-sama kembalikan urusannya, timbang dengan Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. an-Nisa’: 59)
Kembali ke topik pembicaraan kita mengenai lagu tentang Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha. Kalau kita mau tadabburi, kemudian kita kembalikan pada patokan sebuah kebenaran yaitu Al-Qur’an dan Hadits, maka satu hal saja yang sangat jelas dalam hal ini yang menunjukkan ini adalah hal yang bathil (salah) yaitu nyanyian dan musiknya.
Nyanyian dan Musik Itu Haram
Dalam masalah ini, coba kita baca kembali ayat Al-Qur’an dan keterangan para ulama. Di antaranya firman Allah subhanahu wata’ala:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Luqman: 6)
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah menyebutkan sebuah riwayat dari Abu ash-Shuhba’ bahwa ia pernah mendengar Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu ditanya tentang ayat ini, maksud dari “perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia”, maka beliau menjawab:
الغِنَاءُ، وَ اللّٰهِ الَّذِي لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ
“Nyayian, demi Allah yang tidak ada Ilah yang haq selain-Nya.” Beliau radhiyallahu anhu mengulang-ulang ucapan itu sebanyak tiga kali. (Tafsir al-Qur’anil Azhim: 6/348)
Bahkan Imam Ibnu Katsir menjelaskan dengan lebih gamblang dengan mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang berpaling dari kalamullah dan malah dengan seksama mendengarkan lagu, nyayian serta lantunan alat-alat musik.” (Tafsir al-Qur’anil Azhim: 6/347)
Dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jelas mengharamkan alat musik. Diantara sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu:
فِي هَذِهِ الأُمَّةِ خَسفٌ ومَسخٌ وقَذفٌ، قَالَ رَجُلٌ مِنَ المُسلِمِينَ: يَا رَسُولَ اللّهِ، وَمَتَى ذَلِكَ؟ قَالَ: إِذَا ظَهَرَتِ القَينَاتُ وَالمَعَازِفُ وَشُرِبَتِ الخمرُ
“Pada umat ini akan terjadi tanah longsor, perubahan bentuk, bencana dari langit.” Salah seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, kapankah hal itu akan terjadi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Apabila telah (tampak) bermunculan para biduwanita dan alat-alat musik, serta khamr merajalela.” (HR. Tirmidzi: 2212, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 2379)
Bahkan, dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dengan lebih jelas lagi tentang keharaman musik. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيَكونَنَّ مِن أُمَّتي أقْوامٌ، يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ والحَرِيرَ، والخَمْرَ والمَعازِفَ
”Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik.” (HR. Bukhari: 5590)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “akan menghalalkan musik,” jelas menunjukkan bahwa musik itu haram.
Niat Baik Saja Belum Cukup
Di lain sisi, memang kita husnuzhan (berbaik sangka) kepada mereka yang membuat, menyanyikan dan menyebar luaskan lagu ini, bahwa mereka berniat baik. Yaitu menyanjung Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha untuk menimbulkan kecintaan kepadanya.
Namun, perlu kita pahami. Dalam syari’at, niat yang baik saja belum cukup. Mencintai ahlul bait (keluarga) Nabi memang adalah satu dari sekian banyak ibadah dan ini diperintahkan oleh syari’at. Akan tetapi cara untuk mengungkapkan kecintaan itu pun sebenarnya sudah diatur pula oleh syari’at.
Jangan sampai saat kita berniat baik untuk menunjukkan kecintaan kita kepada salah seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita justru menggunakan cara yang salah. Ingat, bahwa Allah melarang kita mencampur antara haq dengan bathil. Allah berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil. (QS. Al-Baqarah: 42)
Betul pujian sanjungan kepada salah Ahlul bait Nabi untuk menunjukkan kecintaan kepada mereka itu adalah hal yang terpuji, haq (kebenaran) yang tidak diragukan lagi. Akan tetapi, dengan menjadikannya sebagai nyanyian, lalu diiringi dengan musik, ditambah lagi dinyanyikan oleh wanita yang bersolek dengan suara yang mendayu-dayu maka ini adalah sebuah bentuk pencampuran antara yang haq dan batil.
Para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, termasuk di dalamnya Aisyah radhiyallahu anha, diperintahkan oleh Allah untuk tidak berbicara dengan suara yang dilembutkan sehingga dapat menggoda lekaki yang di dalam hatinya berpenyakit, sebagaimana firman-Nya:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. (QS. Al-Ahzab: 32)
Jika sekarang ada wanita muslimah, dengan dalih untuk memuji dan mencintai Aisyah radhiyallahu anha, bernyanyi meliuk-liukan suaranya, dipublikasikan sehingga didengar oleh semua orang termasuk laki-laki, apakah bisa dikatakan sebuah hal yang benar?! Tentu ini jelas menyelisihi yang haq. Dan ini adalah salah satu contoh mencampur antara yang haq dan bathil yang dilarang oleh Allah.
Oleh sebab itu, kembali ke nasehat Abi bin Abi Thalib di atas. Mari kita kembali kepada Al-Qur’an dan hadits dengan pemahaman generasi terbaik. Agar kita dapat mengetahui yang haq dan bathil sehingga kita bisa menentukan sikap yang tepat.
Baca juga Artikel:
Maaf Om Pengamen, Bukannya Kami Pelit
Pondok Jatimurni BB 3 Bekasi, Bekasi, Senin, 13 Sya’ban 1441H/ 6 April 2020 M
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom
Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK