Pahami Al-Qur’an dan Hadits dengan Pemahaman Sahabat Nabi

Al-Qur’an dan Hadits adalah jalan keselamatan, apabila dipahami dengan benar. Keduanya, hendaknya dipahami sesuai dengan pemahaman generasi yang di jamin surga oleh Allah dan Rasul-Nya yaitu para sahabat. Sebab orang-orang yang menyimpang pun membaca dan berdalil dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabi, sebagaimana kaum Khawarij yang disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ

“Di akhir zaman nanti, akan mucul suatu kaum yang umur mereka masih muda belia dan akal mereka pun masih bodoh. Mereka mengatakan sesuatu yang baik (namun untuk tujuan keburukan). Mereka juga membaca Al Qur`an, namun tidak sampai melewati batas kerongkongan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya.” (HR. Bukhari: 5057, Muslim: 1066)

Memahami Al-Qur’an dan Hadits berdasarkan pemahaman sahabat adalah perintah Allah dan Rasul-Nya. Dari ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ia menuturkan, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat bersama kami, beliau lantas menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang sangat menyentuh yang membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat untuk perpisahan! Lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami?” Beliau bersabda:

أوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang budak habsyi yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham.” (HR. Abu Dawud: 4607 Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah no. 42)

Khulafaur rasyidin yang disepakati adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bahkan berkaitan dengan Abu Bakar dan Umar maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara khusus menyebutkan perintah untuk meneladani keduanya. Beliau bersabda:

اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ

“Teladanilah dua orang sepeninggalku yaitu Abu Bakar dan Umar.” (HR. Tirmidzi: 3662)

Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi harus sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi. Oleh sebab itu, berpegang dengan Al-Qur’an dan Hadits saja belum cukup, tidak menjamin keselamatan. Yang menjamin keselamatan bilamana berpegang pada keduanya dengan pemahaman yang benar yaitu pemahamannya para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !