Perjanjian Hudaibiyah dan Sikap Komitmen Rasulullah ﷺ – Khutbah Jum’at
Tema khutbah kali ini adalah Perjanjian Hudaibiyah dan Sikap Komitmen Rasulullah ﷺ
KHUTBAH PERTAMA
ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ. ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله قال الله : ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ ﻭَﻻَ ﺗَﻤُﻮْﺗُﻦَّ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﻣُّﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ
Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….
Setelah sekian lama semenjak Rasulullah ﷺ dan kaum Muhajirin meninggalkan kampung halaman yang sangat mereka cintai dengan segala kenangannya yaitu Makkah untuk hijrah ke Madinah, maka kerinduan akan kembali pulang dan mengunjunginya semakin hari semakin tumbuh dan membesar. Pada tahun ke-6 Hijiriyah, setelah 6 tahun mereka berpisah meninggalkan rumah-rumah mereka dan juga Ka’bah, bangunan yang sangat mereka cintai, akhirnya pada tahun ini Rasulullah ﷺ bersama dengan para sahabat berniat untuk menunaikan ibadah Umrah, untuk mengunjungi Ka’bah sekaligus ingin melepas kerinduan mereka dengan kampung halaman.
Pada bulan Dzulqa’dah tahun ke 6 H, berangkatlah Rasulullah ﷺ bersama 1.400 orang sahabat menuju Makkah. 400 Km lebih jarak yang mesti mereka tempuh dengan hanya menunggangi unta. Rasulullah ﷺ dan para sahabat pun juga harus melewati jalan yang tak biasa, menyusuri celah-celah perbukitan, bukan jalan utama menuju Masjidil Haram, untuk menghindari gangguan dari orang-orang kafir dalam perjalanan.
Ketika mereka sampai di sebuah tempat yang sudah sangat dekat dengan Makkah. Sebuah tempat yang bernama Hudaibiyah, jaraknya kurang dari 10 Km dari Makkah. Hawa dan suasana kampung halaman sudah mereka rasakan. Ka’bah seolah sudah berapa di depan pelupuk mata mereka. Akan tetapi, disinilah Nabi dan para sahabat tertahan dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Orang-orang kafir Qurasy tidak mengizin Rasulullah ﷺ dan para sahabat untuk memasuki Makkah. Maka disinilah terjadi sebuah perjanjian penting antara Rasulullah ﷺ dan kaum Quraisy yang kemudian hari disebut dengan perjanjian Hudaibiyah.
Suhail bin Amr, itulah nama utusan Quraisy yang melakukan perjanjian dengan Rasulullah ﷺ. Banyak poin perjanjian yang disepakati, akan tetapi beberapa poin dari perjanjian itu, sangat jelas merugikan kaum muslimin, di antaranya yaitu:
- Rasulullah ﷺ dan para sabahat harus kembali ke Madinah, mereka tidak boleh memasuki Makkah. Tahun ini Umrah mereka harus dibatalkan. Mereka baru dibolehkan Umrah pada tahun depan dan itu pun mereka hanya diizinkan tinggal di Makkah selama 3 hari saja.
Perjalanan jauh yang telah mereka tempuh, keletihan yang tak dapat dikira lagi, namun mereka tetap tidak dapat melepas kerinduan dengan Baitullah dan kampung halaman mereka. Padahal, semua itu sudah di depan mata. Poin kesepakatan yang sangat berat.
- Siapa saja yang mendatangi Rasulullah ﷺ dari pihak Quraisy tanpa seizin walinya maka harus dikembalikan ke Makkah. Akan tetapi jika ada yang mendatangi mereka (Quraisy) dari pihak Rasulullah ﷺ maka tidak dikembalikan lagi kepada beliau ﷺ.
Poin kesepakatan yang tidak kalah beratnya dibanding poin sebelumnya. Dan ini jelas merugikan kaum muslimin.
Disinilah, terselip sebuah kisah yang juga akan dikenang sepanjang masa. Dimana ketika penulisan perjanjian ini tengah berlangsung, tiba-tiba datang seorang yang bernama Abu Jandal bin Suhail bin Amr. Anak dari Suhail bin Amr, utusan Quraisy yang tengah melakukan perjanjian dengan Rasulullah ﷺ.
Abu Jandal datang dalam keadaan kaki diborgol (dibelenggu), kondisinya sangat memprihatinkan, menempuh perjalanan yang sulit demi menyelamatkan agamanya. Dengan susah payah ia melarikan diri dari Makkah, hingga tiba-tiba ia melemparkan dirinya ke tengah-tengah kaum Muslimin. Maka Suhail berkata:
هَذَا أَوَّلُ مَا أُقَاضِيْكَ عَلَيْهِ عَلَى أَنْ تَرُدَّهُ
“Ini adalah kasus pertama yang aku perkarakan kepadamu untuk engkau kembalikan.”
Suhail kemudian memukul wajah Abu Jandal (anaknya sendiri), memegangi kerah bajunya lalu menyeretnya untuk membawanya kembali ke Makkah. Abu Jandal pun akhirnya berteriak dengan suaranya yang paling keras dengan mengatakan:
يَا مَعْشَرَ المُسْلِمِينَ، أَأُرَدُّ إِلَى المُشْرِكِيْنَ يَفْتِنُوْنِي فِي دِيْنِي؟
“Wahai kaum Muslimin! Apakah kalian tega aku dikembalikan kepada orang-orang musyrik yang akan merusak agamaku?!
Peristiwa yang tentu menambah kesedihan Rasulullah ﷺ dan para sahabat. Ingin mereka membantu, menyelamatkannya dan membawanya ke Madinah. Namun apa hendak dikata, perjanjian adalah perjanjian dan telah terjadi, karenanya Rasulullah ﷺ kemudian bersabda:
يَا أَبَا جَنْدَل, اِصْبِرْ وَاحْتَسِبْ, فَإِنَّ اللهَ جاعلٌ لَكَ وَلِمَنْ مَعَكَ مِنْ المُسْتَضْعَفِينَ فَرَجًا وَمَخْرَجًا, إِنَّ قَدْ عَقَدْنَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ القَوْمِ صُلْحًا, وَأَعْطَيْنَاهُمْ عَلَى ذَلِكَ, وَأَعْطُونَا عَهْدَ اللهِ فَلَا نَغْدِرُ بِهِمْ
“Wahai Abu Jandal, bersabarlah dan mohonlah pahala kepada Allah, sesungguhnya Allah akan memberikan kelapangan dan jalan keluar kepadamu dan orang-orang lemah sepertimu, karena kita telah membuat perjanjian damai dengan orang-orang musyrik dan kita telah memberikannya demikian pula mereka telah memberi kita janji Allah. Karena itu, kita tidak akan menghianati mereka.” (Ar-Rahiqu al-Makhtum: 330-331)
Akhirnya Rasulullah ﷺ dan semua para sahabat harus kembali ke Madinah dengan memikul kekecewaan dan kesedihan yang sangat sangat mendalam.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ رب العالمين أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه، أما بعد
Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….
Di antara pelajaran penting yang bisa kita petik dari kisah tadi adalah sikap komitmen Rasulullah ﷺ. Padahal perjanjian itu secara sepintas merugikan kaum muslimin. Namun, Rasulullah ﷺ tetap melakukannya karena beliau ingin menunjukkan bahwa Islam dan pemeluknya adalah agama dan orang-orang yang komitmen.
Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….
Kisah ini dan kisah-kisah yang semisal seyogyanya dibaca dan diulang-ulang oleh kita yang hidup di hari ini. Bukan karena apa-apa, tapi karena sikap inilah yang sudah mulai hilang dari kebanyakan kita. Dan maaf, bahkan dari kita yang mungkin sudah mengenal dakwah dan manhaj, telah lama duduk di majelis taklim.
Seorang muslim apabila sudah terikat dengan sebuah akad atau perjanjian maka pantang baginya untuk mengkhianati. Karena dia tahu bahwa Rasulullah Rasulullahﷺ pernah bersabda:
الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ
“Orang-orang muslim itu terikat di atas syarat-syarat mereka.” (HR. Abu Dawud: 3594)
Bahkan disaat dia dikhianati sekali pun, seorang muslim tidak boleh balas mengkhianati. Ia tidak mau membalas air tuba dengan tuba yang serupa, dia tidak mau membalas khianat dengan khianat karena dia tahu bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu dan janganlah engkau mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR. Tirmidzi: 1264)
Rasulullah ﷺ adalah suri tauladan kita. Beliau adalah pribadi yang komitmen, jika beliau telah berjanji dan terikat dengan kesepakatan, maka beliau akan tepati (komitmen) meski pun perjanjian itu dengan orang kafir, meski harus menanggung kesedihan mendalam. Oleh sebab itu, bagi kita umatnya, marilah kita tumbuhkanlah sikap ini dalam diri kita masing-masing. Jadilah pribadi yang komitmen kapan pun, di mana pun dan dengan siapapun kita bersepakat.
Kita yang telah sepakat dengan sabahat untuk sesuatu hal baik maka komitmenlah. Seorang muslim yang menjadi karyawan bekerja disebuah tempat, berkomitmenlah dengan kesepakatan yang ada. Sekali pun mungkin atasannya mengkhianati, maka jangan balas khianat dengan khianat. Semoga Allah merahmati kita semua, menjadikan kita pribadi-pribadi yang memiliki sifat komitmen, mengobati segala kesedihan kita, serta membimbing kita menuju jalan hidayah yang mengantarkan kita ke Surga-Nya. Amiin
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِينَ فِي فِلِسْطِينَ وَفِي سُوْرِيَا وَفِي يَمَن وَصِّيْن وَفِي كُلِّ مَكَانٍ
اللَّهُمَّ أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن
Lihat:
Arsip Khutbah Maribaraja.Com
Selesai disusun di Komplek Pondok Jatimurni Bekasi
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom