Sejarah Dan Keutamaan Puasa Asyura’ – Khutbah Jum’at

KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْـحَمْدَ الِلَّهِ، نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاٱللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ ٱاللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱاللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. يَا أَيُّهَا ٱالَّذِينَ آمَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ اٱلـحَدِيثِ كِتَابُ ٱللَّهِ، وَخَيْرَ ٱالهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي ٱالنَّارِ

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….

Hari Asyura’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharram. Hari ini memiliki keutamaan bagi semua pemeluk agama langit. Tidak hanya Islam akan tetapi Yahudi, Nasrani dan bahkan bangsa arab Jahiliyah. Kenapa? Karena di hari inilah Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumya dari kejaran dan penindasan, serta menenggelamkan manusia paling zalim yang pernah mengaku sebagai Tuhan yaitu Fir’aun dan bala tentaranya. Di hari inilah terjadi salah satu Mu’jizat besar Nabi Musa yaitu terbelahnya lautan sehingga bisa diseberangi oleh orang-orang yang beriman. Peristiwa ini Allah abadikan dalam Al-Qur’an pada Surat Asy-Syu’ara 52-68. Allah berfirman:

 وَأَنجَيْنَا مُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُ أَجْمَعِينَ ثُمَّ أَغْرَقْنَا الْآخَرِينَ  إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً  وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُم مُّؤْمِنِينَ

Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. (QS. Asy-Syu’ara’ : 65-67)

Peristiwa ini adalah sebuah nikmat yang sangat besar yang kemudian disyukuri oleh Nabi Musa dan orang-orang setelahnya.

Dalam Islam, pada hari ini di syariatkan berpuasa yang kemudian kita kenal dengan puasa Asyura’. Puasa yang Asyura’ ini dalam Islam mengalami 4 fase, hal ini dijelaskan oleh para ulama, diantaranya Imam Ibnu Rajab dalam kitab Lathaiful Ma’arif.

Fase pertama: Nabi berpuasa di Mekkah dan tidak memerintahkan manusia untuk berpuasa.Aisyah menuturkan:

إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ كَانَتْ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَصُومُهُ

“Sesungguhnya hari ‘Āsyūrā’ adalah hari yang biasa dipuasai oleh Quraisy pada masa jahiliah, dan Nabi ﷺ juga berpuasa padanya.” (HR. Bukhari: 2002, Muslim: 1125)

Fase kedua: Tatkala Nabi datang di Madinah dan mengetahui bahwa orang Yahudi puasa ‘Asyuro, beliau juga berpuasa dan memerintahkan manusia agar puasa. Dari Ibnu Abbas, ia berkata:

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْمَدِينَةَ، فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ؟” قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ، أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ، وَأَغْرَقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ، فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا، فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ“.

“Rasulullah ﷺ datang ke Madinah, lalu beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Āsyūrā’. Maka Rasulullah ﷺ bertanya kepada mereka: ‘Hari apakah ini yang kalian berpuasa padanya?’ Mereka menjawab: ‘Ini adalah hari yang agung; pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta menenggelamkan Fir‘aun dan kaumnya. Maka Musa pun berpuasa pada hari itu sebagai bentuk syukur, dan kami pun ikut berpuasa.’ Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Kami lebih berhak dan lebih utama terhadap Musa daripada kalian.'” Lalu Rasulullah berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk turut berpuasa. (HR. Bukhārī: 2004 dan Muslim: 1130)

Fase ketiga: Setelah diturunkannya kewajiban puasa Ramadhan, beliau tidak lagi memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa ‘Asyuro, dan juga tidak melarang, dan membiarkan perkaranya menjadi sunnah. Asiyah berkata:

فَلَمَّا نَزَلَتْ فَرِيضَةُ شَهْرِ رَمَضَانَ، كَانَ رَمَضَانُ هُوَ الَّذِي يُصَامُ، فَتُرِكَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ؛ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَهُ.

“Maka ketika kewajiban puasa bulan Ramadan diturunkan, bulan Ramadanlah yang dipuasai. Maka hari ‘Āsyūrā’ pun ditinggalkan; siapa yang mau berpuasa (pada hari itu) silakan, dan siapa yang mau berbuka (tidak berpuasa) juga silakan.” (HR. Bukhari: 2002, Muslim: 1125)

Fase keempat: Pada akhir hayatnya, Nabi bertekad untuk tidak hanya puasa pada hari ‘Asyuro saja, namun juga menyertakan hari tanggal 9 (Tasu’ah) agar berbeda dengan puasanya orang Yahudi. Ibnu Abbas berkata:

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ! إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، إِنْ شَاءَ اللَّهُ، صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ”. قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ.

Ketika Rasulullah ﷺ berpuasa pada hari ‘Āsyūrā’ dan memerintahkan untuk berpuasa padanya, para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika tahun depan masih ada (dan) insya Allah, kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan (Tāsū‘ā’).” Namun, tahun berikutnya belum datang akan tetapi Rasulullah ﷺ sudah wafat terlebih dahulu. (HR. Muslim: 1134)

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّهِ رب العالمين أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه، أما بعد

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah….

Dari sejarah Puasa Asyura’ yang telah kita sebutkan sebelumnya maka kita dapat mengetahui bahwa puasa Asyura’ memiliki 2 tingkatan yaitu: Pertama, berpuasa pada tanggal 9 dan 10 (paling tinggi dan sempurna). Kedua, berpuasa pada tanggal 10 saja

Puasa Asyura’ memang sudah tidak menjadi puasa wajib lagi setelah datangnya syari’at puasa Ramadhan. Akan tetapi, puasa Asyura’ tetap memiliki keutamaan dan ganjaran yang sangat besar. Rasulullah ﷺ bersabda:

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Puasa hari Asyura’ aku berharap kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu. (HR. Muslim: 1162)

Bukankah ini sebuah penawaran yang sangat luar biasa?! Dengan hanya berpuasa satu hari saja, kita memiliki kesempatan untuk dihapuskan dosa dan kesalahan setahun yang lalu.

Karenanya, orang-orang shaleh terdahulu sangat bersemangat untuk mengerjakan puasa sunnah ini. Mereka tidak mau luput dari ganjaran besar yang disabdakan Nabi ﷺ. Bahkan, ada diantara mereka yang tetap berpuasa Asyura’ sekali pun tengah safar. Beliau adalah Imam Az-Zuhri rahimahullah. Disebutkan oleh Imam Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman:

Muhammad bin Syihab Az-Zuhri rahimahullah ketika safar berpuasa Asyura’, ditanyakan kepadanya: Kenapa engkau berpuasa Asyura’ saat safar padahal engkau tidak berpuasa jika safar di bulan Ramadhan? Maka ia menjawab:

إِنَّ رَمَضَانَ لَهُ عِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ، وَإِنَّ عَاشُورَاءَ تَفُوتُ

Sesungguhnya puasa Ramadhan dapat diganti di hari yang lain, sedangkan Asyura’ akan berlalu (tidak bisa diqadha’). (Syu’abul Iman Imam Al-Baihaqi: 3518, dinukil dari al-badr.net dengan judul Shiyam Asyura’)

Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk berpuasa Asyura’. Dan kita berharap moga-moga Allah mengampuni dosa-dosa kita setahun yang lalu. Amiin.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

اللهم انصر إخواننا المسلمين المستضعفين في فلسطين وثبت أقدامهم وانصرهم على القوم الكافرين

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن

Lihat:

Arsip Khutbah Maribaraja.Com

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

 

 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !