Ibu…, Kasih Sayangi Diriku
Begitulah bayi berkata seandainya dia mampu berbicara. Bagaimana tidak? Selama sembilan bulan ibunya menyayanginya, ke mana pergi, ia dibawa. Bahkan ibu rela berkorban demi kesehatan anak. Ibu rela walaupun tidurnya kurang nyenyak karena sayang kepada anak. Berjalan pun pelan-pelan, khawatir kesehatan anak terganggu. Makanan dan minumannya pun dijaga, demi kesehatan anak. Berulang kali ibu periksa ke dokter untuk memantau kesehatan anak. Lantas, bagaimana bila anak lahir sang ibu tidak menyayanginya? Bukankah ketika bayi lahir lebih banyak membutuhkan kasih sayang ibu daripada sebelumnya?
Ibuku, Aku Perlu Kelembutan Dan Kasih Sayangmu
Wahai ibu, engkau yakin bahwa dirimu pada masa kecil sepertiku, anakmu. Dirimu tidak berdaya, hanya pandai menangis, mengompol serta tidak kuasa mengungkapkan sakit yang menimpa badanmu. Akan tetapi Allah Maha kuasa, Dia menghendaki nenek berlaku lembut kepadamu. Dirimu bangun tengah malam minta digendong, nenek tidak sampai hati membiarkan engkau menangis di ranjang. Engkau digendong walau mata nenek terasa kantuk, padahal ia sudah capek, siang malam merawat dirimu.
Sekarang tiba giliranmu, ibu. Sudahkah dirimu berbuat baik kepada anakmu seperti nenek? Itulah jasa nenek karena ingin membahagiakanmu, Allah mengaruniaimu kesehatan dan mampu beribadah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun telah mengajarkanmu bahwa wanita yang baik adalah yang bersifat lemah lembut kepada anak, mau mendidik dan membantu pekerjaan suami di rumah serta menjaga kehormatan dirinya. Sebagaimana dalam sabdanya,
صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِ
“Sebaik-baik wanita Quraisy adalah sifat lembutnya terhadap anak di masa kecilnya, dan kepandaiannya menjaga harta suaminya.” (HR. al-Bukhari: 4946)
Orang yang sayang kepada anak, kelak akan disayangi oleh anak seperti yang telah diberitakan dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ
“Barangsiapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayang.” (HR al-Bukhari 20/96)
Ibuku, Allah Memerintahmu Tinggal di Rumah
Wanita yang betah di rumah, terjaga keindahan wajah dan badannya dari teriknya matahari dan fitnah kaum pria. Bahkan menyejukkan hati suami ketika sang suami pulang dari kerja. Bagaimana suami tidak bahagia? Setelah pulang mencari rezeki dalam keadaan yang penat, ia berjumpa dengan istri di rumah, anaknya yang terdidik dengan baik, makan tersedia, bahkan kebutuhan rohani tersedia pula. Berbeda dengan wanita karir yang bekerja di luar. Ketika suami pulang, istri tidak ada, rumah berantakan, anak menangis, istri keluar berhias diri, sedangkan pulang bertemu suami dengan muka yang muram, karena capek kerja. Kapan waktu berdandan menghibur suami? Wahai para istri, Allah memerintah istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam agar betah di rumah. Firman-Nya:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Dan hendaklah kamu (istri) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (QS. al-Ahzāb [33]: 33)
Ibnu Katsir berkata, “Ayat ini menerangkan adab. Allah memerintah agar istri Nabi Muhammad dan istri orang yang beriman yang ikut istri Nabi shallallahu alaihi wasallam agar tinggal di rumah, tidak boleh keluar dari rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak.” Misalnya kebutuhan syar’i.
Perhatikan hadits di bawah ini, wanita boleh shalat di masjid, tentunya dengan syarat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Janganlah kamu melarang hamba perempuan Allah shalat di masjid, tetapi shalat mereka di rumah, itu lebih baik bagi mereka.” (HR. al-Bukhari dan Abu Dawud)
Jika shalat wanita lebih baik di rumah, daripada shalat berjamaah di masjid, maka bagaimana wanita keluar rumah mencari nafkah, sedangkan suaminya sudah mencukupinya? Bagaimana pula bila keluarnya wanita hanya ingin melampiaskan hawa nafsunya? Na’udzu billahi min dzalik!
Ibu Pemimpin Rumah Tangga
Allah memerintah wanita agar betah di rumah, sesuai dengan kemampuan fisik dan akalnya serta pekerjaan di rumah. Suami berkewajiban mencari rezeki, mengurusi umat dan berdakwah. Maka pantas bila suami banyak keluar rumah. Sedangkan istri, ia sangat dibutuhkan oleh suami agar tetap di rumah guna mengurusi rumah dan pendidikan anak di masa balita hingga mendekati usia dewasa. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ….
“… dan seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya. Maka setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. al-Bukhari: 4801)
Jadi, ibu muslimah bukan pemimpin Negara, bukan pemimpin perusahaan, tetapi manager rumah tangga. Inilah nasihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tentunya nasihat ini akan diterima oleh wanita yang beriman dan mendapat petunjuk. Istri mengurusi anak, lebih pas dan layak daripada pembantu, apalagi pembantu yang kelasnya rendah, keilmuannya juga rendah, gajinya pun rendah. Sang ibu lebih tahu watak dan kejiwaan anak, sang ibu lebih sayang dan perhatian dalam mendidik anak. Bukankah suami merasa gembira bila istri mampu mengurusi rumah tangga dan mendidik anak?
Hindarkan Balita Dari Perkara yang Berbahaya!
Orang tua hendaknya waspada kepada anak ketika masa balita. Sekalipun dia sudah bisa melihat dan mendengar, akan tetapi dia belum mampu membedakan mana yang berbahaya dan yang bermanfaat. Hindarkan anak dari suara yang berbahaya, karena boleh jadi sebagian suara itu menakutkan, demikian halnya pandangan. Bila anak sudah mampu merangkak dan mulai berjalan, dia akan mengambil sesuatu yang dilihat, bahkan terkadang benda itu dimakannya. Inilah pembawaan mereka. Karena itu hendaknya orang tua waspada, di mana anaknya berada.
Di antara upaya untuk memperkecil bahaya yang menimpa kepada anak:
• Racun pembasmi serangga dan nyamuk hendaknya diletakkan di tempat yang aman, jauh dari jangkauan anak.
• Letakkan obat-obatan di tempat yang aman, dan buanglah sisa obat yang tidak digunakan.
• Jauhkan anak dari benda tajam dan api.
• Jauhkan anak dari jangkauan peralatan listrik.
• Jauhkan anak dari permainan yang membahayakan. Seperti: bermain dengan tali, karena bisa tercekik, bermain di tangga, main kelereng atau benda lain, yang memungkinkan benda itu dimasukkan mulutnya.
• Tutuplah pintu rumah. Jangan sampai dia keluar tanpa sepengetahuan orang tua, apalagi rumahnya di pinggir jalan raya.
Istri Teladan Menyayangi Suami Walau Hidup Serba Kurang
Asma` binti Abu Bakr berkata, “az-Zubair bin Awwam menikahiku. Saat itu, ia tidak memiliki harta, budak serta tidak memiliki apapun kecuali alat penyiram lahan dan seekor kuda. Maka akulah yang memberi makan dan minum kudanya, menjahit timbanya serta membuatkan adonan roti. Padahal aku bukanlah seorang yang mahir membuat roti. Karena itu, para tetanggaku dari kaum Ansharlah yang membuatkan roti. Aku memindahkan biji kurma dari kebun az-Zubair yang telah diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di atas kepalaku. Jarak kebun itu dari rumah dua sepertiga Farsakh. Suatu hari aku pulang (dari kebun), sementara biji kurma di atas kepalaku. Lalu aku berjumpa dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang tengah bersama beberapa sahabat Anshar. Kemudian beliau memanggilku seraya berkata, ‘Hei! Hei!’, rupanya beliau ingin menaikkanku di atas kendaraan, di belakangnya. Namun, aku malu untuk berjalan bersama para lelaki, dan aku ingat akan kecemburuan az-Zubair. Ia adalah orang yang paling pencemburu. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun tahu bahwa aku malu, hingga beliau berlalu. Setelah itu, kutemui az-Zubair, kataku, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku sementara di atas kepalaku ada biji kurma. Sedangkan beliau sedang bersama beberapa orang Anshar. Beliau mempersilakan agar aku naik kendaraan, namun aku malu dan juga tahu akan kecemburuanmu.’ Maka az-Zubair berkata, ‘Demi Allah, (aku melihat) kamu membawa biji kurma itu adalah lebih besar (berat) bagiku daripada engkau naik kendaraan bersama beliau.’ Akhirnya Abu Bakr pun memberi seorang khadim yang dapat membantu pekerjaanku untuk mengurusi kuda. Dan seolah-olah ia telah membebaskanku.” (HR. al-Bukhari: 4823)
Begitulah indahnya hidup pasutri yang didasari iman dan amal shalih. Hidupnya merasa tenteram. Sekalipun serba kurang kebutuhan setiap harinya, rasa cemburu menurut sunnah tetap ada pada dirinya. Berbeda dengan wanita yang pengejar karir, mereka mengira kebahagiaan dengan harta yang banyak, namun fakta justru menyelisihinya.
Semoga Allah menjadikan istri kita seperti Asma’ binti Abu Bakr, wanita qana’ah dan ahli ibadah.