KITABUT TAUHID BAB 33 – Tawakkal Kepada Allah

Firman Allah:

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman (dengan sempurna) itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka karenanya, serta hanya kepada Rabbnya mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal: 2)

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Wahai Nabi, cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu, dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu.” (QS. Al-Anfal: 64)

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Thalaq: 3)

Al-Bukhari dan An-Nasa’i meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata:

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيل

Cukuplah Allah bagi kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.”

Kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim saat beliau dicampakkan ke dalam kobaran api, dan diucapkan pula oleh Nabi Muhammad di saat ada yang berkata kepada beliau: “Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, tetapi perkataan itu malah menambah keimanan beliau.” (QS. Ali Imran: 173)

Kandungan bab ini:

1. Tawakkal itu termasuk kewajiban.
2. Tawakkal itu termasuk syarat-syarat iman.
3. Penjelasan tentang ayat dalam surat Al Anfal.
4. Penjelasan tentang ayat dalam akhir surat Al Anfal.
5. Penjelasan tentang ayat dalam surat At-Thalaq.
6. Kalimat:

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيل

mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena telah diucapkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ketika dalam situasi yang sulit sekali.

=================================

Munasabah bab dengan Kitabut Tauhid

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Melalui bab ini penulis ingin menjelaskan bahwasanya tawakal adalah sebuah kewajiban yang wajib diikhlaskan kepada Allah, karena tawakal merupakan ibadah yang paling utama dan kedudukan tauhid yang paling tinggi.” (Al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 268)

Definisi Tawakkal 

Tawakkal adalah sifat terpuji yang diperintahkan oleh Allah ta’ala. Allah berfirman:

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ ۚ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا

Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (QS. Al-Furqan: 58)

Tawakkal secara bahasa berasal dari suku kata waw-kaf-lam yang bermakna bersandar kepada orang lain dalam satu perkara. Ibnu Sidah mengatakan: “Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada-Nya.” (Mausu’ah Nadhratun Na’im: 1377)

Tawakkal secara istilah adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ibnu Rajab:

حَقِيْقَةُ التَّوَكُّلِ هُوَ صِدْقُ اعْتِمَادِ القَلْبِ عَلَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي اسْتِجْلَابِ المَصَالِحِ وَ دَفْعِ المَضَارِّ مِنْ أُمُوْرِ الدُنْيَا وَ الآخِرَةِ كُلِّهَا وَكِلَة الأُمُوْرِ كُلِّهَا إِلَيْهِ وَ تَحْقِيْقِ الإِيْمَانِ بِأَنَّهُ لَا يُعْطِيْ وَلَا يَمْنَعُ وَلَا يَضُرّ وَلَا يَنْفَع سِوَاهُ

Hakikat tawakkal adalah kejujuran penyandaran hati kepada Allah dalam meminta kemaslahatan dan menolak kemudharatan dalam urusan dunia dan akhirat semuanya. Menyerahkan segala urusan hanya kepada-Nya. Serta mengimani bahwa tidak ada yang mampu memberi, menghalangi, memberikan mudharat mudharat dan manfaat selain-Nya.” (Jami’ul Ulumi wal Hikam: 2/497)

Faidah dan Keutamaan Tawakkal

1. Ciri orang yang beriman dan bertauhid

Seorang mukmin adalah orang yang mempunyai sifat tawakkal. Allah berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfal: 2)

2. Diberi rezeki dan kecukupan

Barang siapa yang bertawakal maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya. Allah berfirman:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS. Ath-Thalaq: 3)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi rizki seperti rizkinya burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan pulang di sore hari dengan perut terisi penuh.” (HR. Tirmidzi: 2433)

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, Sebagian ulama salaf mengatakan:

تَوَكَّل تُسْقَ إِلَيْكَ الأَرْزَاق بِلَا تَعْبٍ وَلَا تَكَلُّفٍ

“Tawakal akan mengalirkan rezeki kepadamu tanpa keletihan dan usaha keras.”(Jami’ul Ulumi wal Hikam: 2/502)

3. Masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab

Diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu:

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami lalu beliau bersabda: “Telah ditampakkan kepadaku umat-umat, maka aku melihat seorang Nabi lewat bersama satu orang, seorang Nabi bersama dua orang saja, seorang Nabi bersama sekelompok orang dan seorang Nabi tanpa seorang pun bersamanya. Lalu tiba-tiba ditampakkan kepadaku kumpulan manusia yang banyak memenuhi ufuk, aku berharap mereka adalah ummatku, namun dikatakan padaku; ‘Ini adalah Musa dan kaumnya, lalu di katakana pula kepadaku; “Tapi lihatlah di ujung sebelah sana.’ Ternyata aku melihat ada sekumpulan orang yang sangat banyak, kemudian dikatakan lagi padaku; ‘Lihat juga yang sebelah sana.’ Ternyata aku juga melihat ada sekumpulan orang yang sangat banyak lagi, lalu dikatakan padaku; ‘Ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang akan masuk surga tanpa hisab.” Setelah itu orang-orang bubar dan belum sempat ada penjelasan kepada mereka, sehingga para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saling membicarakan hal itu, mereka berkata; “Adapun kita dilahirkan dalam kesyirikan akan tetapi kita beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mungkin mereka adalah para anak cucu kita.” Lantas peristiwa tersebut sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau bersabda: “Mereka itu adalah orang-orang yang tidak pernah bertathayur (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), tidak pernah meminta untuk diruqyah dan tidak mau menggunakan Kay (pengobatan dengan besi panas), dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakkal.” Lalu Ukasyah bin Mihshan berdiri dan berkata; “Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya.” Kemudian yang lainnya berdiri lalu bertanya; “Apakah aku juga termasuk di antara mereka?” Beliau menjawab: “Ukasyah telah mendahuluimu dalam hal ini.” (HR. Bukhari: 5752, Muslim: 220)

3. Menghilangkan rasa takut

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, ia bercerita:

غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزْوَةً قِبَلَ نَجْدٍ فَأَدْرَكَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَادٍ كَثِيرِ الْعِضَاهِ فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ شَجَرَةٍ فَعَلَّقَ سَيْفَهُ بِغُصْنٍ مِنْ أَغْصَانِهَا قَالَ وَتَفَرَّقَ النَّاسُ فِي الْوَادِي يَسْتَظِلُّونَ بِالشَّجَرِ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَجُلًا أَتَانِي وَأَنَا نَائِمٌ فَأَخَذَ السَّيْفَ فَاسْتَيْقَظْتُ وَهُوَ قَائِمٌ عَلَى رَأْسِي فَلَمْ أَشْعُرْ إِلَّا وَالسَّيْفُ صَلْتًا فِي يَدِهِ فَقَالَ لِي مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي قَالَ قُلْتُ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ فِي الثَّانِيَةِ مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي قَالَ قُلْتُ اللَّهُ قَالَ فَشَامَ السَّيْفَ فَهَا هُوَ ذَا جَالِسٌ ثُمَّ لَمْ يَعْرِضْ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Kami berperang bersama-sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu peperangan di daerah Nejed. Kami jumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di sebuah lembah yang di sana banyak tumbuh pohon-pohon besar dan berduri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berhenti di bawah sebatang pohon, lalu beliau gantungkan pedangnya pada sebatang dahan pohon. Jabir berkata; ‘Pada saat itu, para sahabat pergi berpecar di lembah itu. Masing-masing mencari tempat bernaung di bawah pohon. Kemudian Rasulullah mengatakan: “Tadi ketika aku sedang tidur di bawah pohon, ada seseorang yang mendatangiku seraya mengambil pedangku. Tak lama kemudian aku pun terjaga dari tidur, sedangkan ia telah berdiri di atas kepalaku. Aku telah mengetahui bahwasannya ia telah siap dengan pedang di tangannya. Dia berkata; ‘Hai Muhammad, siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu? Dengan tegas aku menjawab; ‘Allah.’ Dia bertanya lagi; ‘Siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu? Aku menjawab; ‘Allah.’ Akhirnya orang tersebut menyarungkan kembali pedangku itu dan inilah orangnya sedang duduk.” Ternyata Rasulullah tidak menyerang sama sekali untuk membalasnya. (HR. Bukhari: 2910 Muslim: 843)

Dari Abu Bakar ash Shiddiq, ia menuturkan:

كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْغَارِ فَرَأَيْتُ آثَارَ الْمُشْرِكِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ رَفَعَ قَدَمَهُ رَآنَا قَالَ مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا

Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di Gua Hira, lalu aku melihat jejak-jejak orang Musyrikin. Maka aku berkata; Ya Rasulullah, seandainya salah seorang dari mereka mengangkat kakinya tentu dia akan melihat kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apa pendapatmu jika ada dua orang, dan Allah lah yang ketiganya?” (HR. Bukhari: 4663)

4. Mendapatkan perlindungan Allah

Dari Ibnu Abbas, ia menuturkan: Hasbunallah wa ni’mal wakil adalah ucapan Ibrahim Alaihis Salam ketika di lemparkan ke api. Juga diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika orang-orang kafir berkata; “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (HR. Bukhari: 4563)

5. Mencegah kesyirikan

Rasulullah bersabda:

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثًا وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik -tiga kali-. Tidaklah di antara kita kecuali beranggapan seperti itu, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakal.” (HR. Abu Dawud: 3411, Tirmidzi: 1539)

6. Masuk surga

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ

“Beberapa kaum masuk surga, hati mereka seperti hati burung.” (HR. Muslim: 2840)

7. Membuat tenang

Rasulullah pernah bersabda kepada para sahabat:

كَيْفَ أَنْعَمُ وَصَاحِبُ الْقَرْنِ قَدْ الْتَقَمَ الْقَرْنَ وَاسْتَمَعَ الْإِذْنَ مَتَى يُؤْمَرُ بِالنَّفْخِ فَيَنْفُخُ فَكَأَنَّ ذَلِكَ ثَقُلَ عَلَى أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُمْ قُولُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا

“Bagaimana aku bersenang-senang sementara malaikat peniup sangkakala telah menelan tanduk (terompet) dan mendengar izin kapankan diperintahkan untuk meniup lalu ia akan meniup.” Sepertinya hal itu terasa berat oleh para sahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam lalu beliau bersabda kepada mereka: “Ucapkan: HASBUNALLAAH WA NI’MAL WAKILL ‘ALALLAAHI TAWAKKALNAA.” (HR. Tirmidzi: 2431)

Tawakkal tidak menafikan usaha

Seorang yang bertawakal tetap harus mengambil sebab, tidak boleh meninggalkan usaha. Dari Anas bin Malik, ia menceritakan:

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَعْقِلُهَا وَأَتَوَكَّلُ أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ قَالَ اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ

Ada seorang lelaki yang bertanya: Wahai Rasulullah apakah aku harus mengikat untaku kemudian bertawakkal atau aku melepaskannya saja kemudian bertawakkal? Beliau menjawab: “Ikatlah untamu kemudian bertawakkallah.” (HR. Tirmidzi: 2441)

Ibnu Abbas menuturkan:

كَانَ أَهْلُ الْيَمَنِ يَحُجُّونَ وَلَا يَتَزَوَّدُونَ وَيَقُولُونَ نَحْنُ الْمُتَوَكِّلُونَ فَإِذَا قَدِمُوا مَكَّةَ سَأَلُوا النَّاسَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

“Dahulu para penduduk Yaman berhajji namun mereka tidak membawa bekal dan mereka berkata, kami adalah orang-orang yang bertawakal. Ketika mereka tiba di Makkah, mereka meminta-minta kepada manusia. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat 197 dari QS Al Baqarah) yang artinya (“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa”) (HR. Bukhari: 1523)

Oleh sebab itu, barang siapa yang meninggalkan usaha dengan alasan tawakal maka sungguh ia telah salah besar. Imam Ahmad pernah mengatakan:

يَنْبَغِيْ لِلنَّاسِ كُلِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَ لَكِنْ يُعَوِّدُوْنَ أَنْفُسَهُمْ بِالْكَسْبِ فَمَنْ قَالَ بِخِلَافِ هَذَا القَوْلِ فَهَذَا قَوْلُ إِنْسَانِ أَحْمَق

Selayaknya semua manusia bertawakal kepada Allah. Akan tetapi, hendaknya mereka membiasakan diri untuk bekerja. Barangsiapa yang berpendapat berbeda dengan pendapat ini, maka pendapat tersebut adalah pendapat orang yang dungu.” (Mausu’ah Nadhratun Na’im: 1397)

Belajar dari burung

Kita perlu belajar dari makhluk Allah yang lain. Sebab, terkadang ada banyak hal yang tidak ada pada diri kita tapi ada pada mereka. Burung, satu di antara sekian banyak makhluk Allah yang patut kita tiru. Terutama dalam masalah hati. Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengatakan:

 يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ

Beberapa kaum masuk surga, hati mereka seperti hati burung.” (HR. Muslim: 2840)

Ada apa dengan burung??  Ternyata mereka adalah lambang sifat tawakkal. Hati mereka lembut dan penuh dengan keyakinan terhadap kasih sayang Allah.

Manusia perlu belajar dari mereka, karena banyak yang merasa ragu dengan rezeki yang telah Allah janjikan buat mereka. Yakin dan tawakkal, mengantarkan burung hidup bahagia. Rasulullah bersabda:

 لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi rizki seperti rizkinya burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan pulang di sore hari dengan perut terisi penuh.” (HR. Tirmidzi: 2433)

Coba lihat, burung keluar dari sarangnya hanya bebekal tawakkal kepada Allah. Ia tidak tahu tempat apa yang akan ia tuju untuk mendapatkan rezeki. Bandingkan dengan manusia, seorang guru sudah tahu sekolah yang akan ia tuju. Seorang pedagang pasar yang ditujunya, petani; sawah dan ladang, nelayan; laut, karyawan; kantor dan pabrik, dst. Akan tetapi, mereka masih khawatir karena kurangnya sifat tawakkal.

Maka belajarlah dari burung, jadikanlah hati kita seperti hatinya burung; penuh dengan sifat tawakkal kepada Allah. Kemudian sifat tawakkal itu diimplementasikan dalan bentuk giat bekerja tanpa sifat berlebihan.

Rahasia ucapan Hasbunallah

Hasbiyallah atau hasbunallah; cukuplah Allah sebagai tempat aku berlindung dan bersandar, adalah kalimat luar biasa. Hendaknya kita ucapkan dalam setiap keadaan. Apakah ketika kita menginginkan manfaat dan kebaikan atau pun ketika meminta dilindungi dari keburukan. Dalam meminta kebaikan, Allah telah mengajarkan kita melalui firman-Nya yang mulia:

وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ

Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka). (QS.At-Taubah)

Dan dalam hal menolak mudharat, meminta agar Allah melindungi dari keburukan, Allah pun mengajari kita melalui firman-Nya yang mulia tentang sifat orang-orang yang benar-benar menaati Allah dan Rasul-nya:

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (QS. Ali Imran: 173)

Mengapa Allah mengajarkan ucapan ini dalam segala keadaan, baik ketika meminta kebaikan ataupun menolak kemudharatan? Jawabnya, karena inilah ucapan yang akan mengantarkan kita pada kekuatan besar tiada batas. Kekuatan itu yaitu tawakkal. Pokok dari segala kekuatan adalah ketika kita bertawakkal kepada Allah. Orang yang kuat adalah orang yang kuat tawakalnya kepada Allah. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

‏فَالقُوَّةُ كُلُّ القُوَّةِ فِي التَّوَكُّلِ عَلَى اللَّهِ ، كَمَا قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ : مَن سَرَّهُ أَن يَكُوْنَ أَقْوَى النَّاسِ فَلْيَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ

Kekuatan terbesar ada pada tawakal kepada Allah. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian salaf: Barangsiapa yang ingin menjadi manusia yang paling kuat maka hendaklah ia bertawakal kepada Allah.’” (Zadul Ma’ad: 2/331)

Untuk menggapai kebaikan atau menghindar dari keburukan butuh kekuatan. Karenanya Allah mengajarkan ucapan yang akan mengantarkan pada kekuatan besar. Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah, sering-seringlah mengucapkan kalimat hasbiyallah atau hasbunallah agar kita dapat menggapai kebaikan dan terhindar dari keburukan.

Baca juga Artikel:

Kekuatan Terbesar Ada Pada Tawakkal

Selesai disusun di rumah mertua tercinta Jatimurni Bekasi, Sabtu 3 Rabi’ul Akhir 1441H/ 30 November 2019M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !