Ucapan Yang Ikhlas Pasti Akan Membekas Dalam Hati

Jangan pernah patah semangat menjadi penyeru kebaikan. Jika kita telah menyampaikan apa yang wajib untuk kita sampaikan, sekalipun ucapan kita ditolak atau masyarakat sama sekali tidak menerima maka tidak perlu bersedih. Karena, kita telah menggugurkan kewajiban dakwah pada diri kita sendiri.

Dan perlu diketahui, kalau memang kita ikhlas dalam dakwah ini maka pasti akan ada hasilnya, meskipun mereka menolak secara terang-terangan di hadapan wajah kita, yakinlah ucapan kita mesti ada bekas dalam hati mereka.

Dalam kisah Nabi Musa terdapat pelajaran. Pada saat beliau dikumpulkan bersama para penyihir dari seluruh penjuru Mesir atas perintah Fir’aun. Lalu mereka melemparkan tali temali dan tongkat-tongkat yang seluruhnya berubah menjadi ular sehingga memenuhi arena pertunjukan. Nabi Musa berkata pada mereka dengan sebuah ucapan singkat sebagaimana yang dihikayatkan oleh Allah:

قَالَ لَهُم مُّوسَىٰ وَيْلَكُمْ لَا تَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَيُسْحِتَكُم بِعَذَابٍ ۖ وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَىٰ

Berkata Musa kepada mereka: “Celakalah kamu, janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan kamu dengan siksa. Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.” (QS. Thaha: 61)

Hanya sebuah ucapan yang singkat, namun membekas di dalam hati dan sulit dihilangkan dari benak mereka, sehingga mereka sebagaimana yang dikabarkan Allah dalam ayat selanjutnya:

فَتَنَازَعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَىٰ

Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara mereka dan mereka merahasiakan percakapan (mereka). (QS. Thaha: 62)

Oleh sebab itu, pentingnya kita kembali mengikhlaskan niat, kita mengajak manusia untuk kembali pada Allah bukan untuk diri kita sendiri. Jika sebuah ucapan atau perbuatan yang benar berasal dari keikhlasan hati maka pasti akan ada hasilnya, baik seketika itu juga ataupun setelah berlalu beberapa waktu atau bahkan setelah kita meninggal dunia.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !