Sampai Kapan Kita Begini
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu pernah menuturkan: “Rasulullah shallallahu alahi wasallam tidur di atas tikar kasar yang terbuat dari rajutan daun kurma, kemudian bangun sedangkan tikar itu telah meninggalkan bekas di perut beliau. Lalu kami pun mengatakan: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membuatkan tikar yang halus untukmu?” Namun, beliau bersabda:
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا؟، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اِسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ، ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa peduliku pada dunia, tidaklah aku di dunia ini melainkan seperti seorang pengendara yang bernaung di bawah sebatang pohon kemudian ia akan pergi meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi: 2377, Shahih al Jami’: 5668)
Imam Muhammad bin Umar as Safiri (wafat:956H) menyebutkan dalam al Majalisul Wa’zhiyah (2/332) tentang Imam mulia Muhammad bin Idris asy Syafi’i:
قِيْلَ لِلْإِمَامِ الشَّافِعِي: مَا لَكَ تُدْمِنُ إِمْسَاكَ العَصَا؟؟ قَالَ: حَتَّى أَتَذَكَّرَ أَنِّي مُسَافِرٌ
Pernah ditanyakan kepada Imam Syafi’i: “Mengapa engkau selalu memakai tongkat (padahal engkau tidak lemah)??” Maka Imam Syafi’i menjawab: “Agar aku ingat bahwa aku hanyalah seorang musafir.”
Selalu mengingatkan diri tentang hakikat hidupnya di dunia adalah hal yang sangat penting. Sebab, dunia itu menipu sedangkan diri mudah lupa. Allah berfirman mensifati dunia:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadid: 20)
Ayat ini, persis sama dengan kehidupan kita saat ini. Bermegah-megahan dan saling berbangga. Tentang harta dan baiknya pekerjaan, gaji yang besar, anak-anak yang lucu, pintar dan menggemaskan. “Anakku sekarang sudah bisa begini dan begitu, ini foto dan videonya agar dunia bisa tahu.” Jujur, tidak ada yang mendorong selain rasa bangga dan harapan ingin dipuji manusia.
Mata’ul ghurur (kesenangan yang menipu), itulah sifat dunia. Oleh sebab itu, mari mulai mengingatkan diri tentang hakikat semua ini. Lihat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saja tidur di tikar yang kasar, bukan karena tidak punya uang untuk mendapatkan tikar yang halus. Akan tetapi untuk mengingatkan diri. Lihat Imam Syafi’i membawa tongkat kemana-mana, bukan karena lemah atau sakit. Akan tetapi, juga untuk mengingatkan diri.
Sekarang kita, apa yang telah kita lakukan untuk mengingatkan diri dari kehidupan dunia ini??? Coba jawab, sampai kapan kita akan tetap begini???
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom
Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK