Siapa Pendidik Pertama Buat Balita?
Anak kecil pada umumnya lebih banyak berdiam di rumah bersama ibu dan keluarga daripada dia keluar. Rumah merupakan madrasah pertama yang paling baik buat anak yang usia balita karena nyaman situasinya, bebas gangguan luar, pengasuhnya ibu dan ayah yang memiliki sifat kasih sayang. Madrasah ini dibuka 24 jam nonstop tanpa istirahat, kecuali pada saat sedang tidur. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. at-Tahrīm [66]: 6)
Imam Ibnu Katsir berkata, “Perintahkan keluargamu agar mengerjakan yang baik, dan cegahlah dari perkara mungkar. Jangan biarkan mereka terlantar, sehingga dimakan oleh api neraka pada hari kiamat.” (Tafsīr Ibnu Katsīr 5/240)
Jadilah Pendidik yang Berilmu
Ibu dan ayah yang merupakan pendidik pertama di rumah, hendaknya memiliki ilmu ajaran Islam yang cukup. Sehingga tidak memerintah yang dilarang oleh Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, juga sebaliknya tidak melarang perkara yang wajib dan sunnah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebelum mendakwahi keluarga dan umat, wahyu yang pertama kali beliau terima ialah agar membekali dirinya dengan ilmu. (Sebagaimana tertera dalam surat al-‘Alaq)
Jadilah Pendidik yang Penyayang
Ibu dan ayah hendaknya memiliki jiwa pendidik yang baik, belas kasihan kepada anak, tutur bahasa yang lembut dan berjiwa sabar. Insya Allah bila perangai ini dapat diterapkan, anak-anak mudah menerima nasihat dengan izin Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
هَذَا رَحْمَةٌ يَضَعُهَا اللَّهُ فِى قُلُوبِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ، وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ
Sesungguhnya rasa kasih sayang ini Allah telah letakkan pada hati para hamba-Nya, dan Allah hanya akan merahmati hamba-Nya yang mempunyai rasa kasih sayang.” (HR. al-Bukhari: 6655)
Aisyah radhiyallahu anha, istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, “Seorang Arab pedesaan datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan berkata, “Kalian menciumi anak-anak kalian, padahal kami tidak pernah menciumi anak-anak kami.” Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ
“Apakah (salah) aku memiliki apa yang telah Allah hilangkan dari hatimu berupa sikap kasih sayang?” (HR. al-Bukhari: 5539)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berdoa:
وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفق
“Dan barangsiapa yang menjadi pemimpin umatku dalam suatu hal, lalu ia bersikap lembut terhadap mereka, maka berikanlah kelembutan (kasih sayang) kepadanya.” (HR. Muslim 6/7)
Jangan Lupa Berdoa Kepada Allah
Jangan sampai ibu dan ayah lupa memohon kepada Allah agar anak yang dididik mudah menerima ajaran Islam. Mengingat bahwa doa merupakan puncaknya ibadah serta sarana yang paling utama untuk menuju kepada keberhasilan. Bukankah hanya Allah saja yang dapat memberi petunjuk? Bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun mendoakan anak pamannya (Ibnu Abbas radhiyallahu anhu) yang masih kecil? Nabi shallallahu alaihi wasallam memohonkan kepada Allah untuk sang keponakan,
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Ya Allah berilah pemahaman agama yang benar kepada dia (Ibnu Abbas)” (HR. al-Bukhari 1/260)
Untuk hasil yang maksimal, berdoalah pada waktu yang mustajab, utamanya pada saat sepertiga malam yang terakhir. Karena pada saat itulah waktu turunnya Allah ke langit dunia. Allah mengabulkan doa orang yang berdoa kepada-Nya dengan ikhlas dan penuh mengharap ridha-Nya.
Stop! Jangan Mendoakan Kejelekan Kepada Anak
Ibu dan ayah hendaknya tidak mendoakan kejelekan atas anaknya yang “bandel” atau “nakal” atau karena belum menerima nasihat mereka berdua. Ini karena biasanya penyakit orang awam yang dangkal ilmu agama, apabila menghadapi anaknya yang nakal, dia marah, mencaci dan berdoa kejelekan untuk anaknya. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ
‘Janganlah kalian mendoakan kejelekan atas diri kalian, anak-anak kalian dan harta kalian. Karena boleh jadi (waktu) itu merupakan bertepatan dengan saat pemberian Allah, sehingga permohonanmu itu dikabulkan.'” (Muslim: 1532)
Ibnu Rajab al-Hanbali berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa doa orang yang sedang marah boleh jadi dikabulkan, apabila bertepatan pada saat dikabulkannya doa. Oleh karena itu hendaknya kita tidak mendoakan jelek kepada diri kita, anak, keluarga dan harta pada saat kita marah.” (Jāmi’ul Ulūm wal Hikam 17/17)
Adapun misal doa jelek kepada anak yang bandel ialah sebagai berikut, “Semoga matamu buta bila kamu tidak ikut orang tua!” Contoh lain, “Semoga kamu celaka di perjalanan!” Ketika seorang anak merasa jengkel dengan orang tuanya. Tatkala orang tua keluar rumah naik sepeda motor didoakan supaya celaka agar orang tua tabrakan dengan mobil sehingga meninggal dunia. Kita berlindung dari kejelekan doa atas diri kita, anak dan harta kita.
Pendidik Hendaknya Memberi Contoh yang Baik
Ibu dan ayah hendaknya menjadi suri teladan yang baik, karena amal orang tua selalu menjadi cermin dan panutan balita pada umumnya. Hindari bicara yang kotor, melanggar yang haram dan meninggalkan yang wajib. Jika orang tua menyuruh anaknya membaca al-Qur`an, orang tua juga hendaknya membaca al-Qur`an. Jika orang tua melarang anaknya makan dengan tangan kiri, orang tua pun jangan makan dengan tangan kiri, begitu seterusnya. Orang tua yang selalu menyelisihi perkataannya, akan menjadi catatan jelek bagi anak. Dan ingat, suatu saat anak akan membantahnya pula. Oleh karena itu bani Isra`il dikutuk oleh Allah bukan karena mereka tidak berilmu, tetapi mereka memerintah yang baik, namun tidak mengamalkannya. Allah berfirman:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (QS. al-Baqarah [2]: 44)
Nasihati Anakmu Penuh Dengan Kecintaan Hati
Ketika menasihati anak, ibu dan ayah hendaknya tidak melukai hati dan jiwa anak. Katakan kepada anak, bahwa sebenarnya ibu dan ayahmu mencintai dirimu, bukan menelantarkan dirimu kepada kehinaan. Bahkan jika perlu orang tua dapat mengeraskan doanya seperti doa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di hadapan cucunya, agar dia mengerti bahwa orang tua mencintai anaknya.
Adi bin Tsabit berkata, “Aku mendengar al-Bara’ bin Azib radhiyallahu anhu berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meletakkan Hasan bin Ali radhiyallahu anhuma di pundaknya, sementara beliau berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ
‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah ia.'” (HR. al-Bukhari 3/1370)
Bersabarlah Ketika Menghadapi Ujian Anak
Ayah maupun ibu harus menyadari bahwa Allah memberi rezeki kepada kita berupa anak, bukan hanya sebagai hiburan dan kesenangan, akan tetapi untuk menguji kita, sejauh mana kesungguhan kita mendidik anak, dan sejauh mana kesabaran kita bila dihadapkan pada kenakalan anak? Allah berfirman:
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. at-Taghābun [64]: 15)
Apabila kita mendidik anak dengan didasari ayat ini, insya Allah jerih payah kita mendidik dan menasihati mereka tidak akan sia-sia. Kesabaran dan kesungguhan kita akan diganti pahala oleh Dzat yang menguji kita.
Semoga dengan membekali diri kita dengan ilmu dan bersabar mendidik anak kita di rumah, Allah akan menjadikan anak kita sebagai anak yang shalih dan shalihah. Amin. Wallahu a’lam
One Comment