GAYUNG TAK BERSAMBUT
Terkadang, keadaan memaksa kita untuk bertepuk sebelah tangan. Gayung diulur namun tak bersambut. Ada saja di antara manusia itu yang justru membalas air susu dengan air tuba. Kebaikan dibalas dengan perlakuan jelek, buruk, dan kasar. Lantas, apa yang harus kita lakukan?
Kata orang-orang tua kita dahulu: “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan. Karena, seorang yang digigit orang gila lantas kemudian balas menggigit pula, pantaslah kiranya kita katakan mereka berdua sama gilanya.” Balaslah kejahatan dengan kebaikan karena Allah berfirman:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushshilat: 34)
Kemudian bersabar, bahkan jika ternyata mereka yang menyakiti itu adalah tetangga kita sendiri maka peluang untuk mendapatkan keuntungan yang gemilang semakin terbuka lebar. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
ثَلَاثَةٌ يُحِبِّهُمُ اللَّهُ…، وَ الرَّجُلُ يَكُونُ لَهُ الجَارُ يُؤذِيهِ جَارُهُ ، فَيَصبِرُ عَلَى أَذَاهُ ، حَتَّى يُفرِّق بَيْنَهُمَا مَوْتٌ أَوْ ظعْنٌ
“Tiga orang yang dicintai Allah” diantaranya “Seorang yang memiliki tetangga yang selalu menyakitinya. Kemudian ia bersabar atas gangguan tetangganya itu sampai kematian atau kepergian memisahkan keduanya.” (Shahih at-Targhib: 2569)
Oleh sebab itu, “gayung tak bersambut”, tak masalah. Yang masalah adalah apabila kita sendiri yang telah bosan mengulurkannya.