Agar Anak Kita Terampil Berdakwah
Dakwah Islamiyah adalah warisan para utusan Allah Azza wajalla untuk perbaikan umat di permukaan bumi dan kebahagiaan mereka di akhiratnya. Para utusan Allah bukan hanya berilmu dan beramal shalih, tetapi lebih dari itu, mewariskan ilmu kepada generasi sesudahnya, agar umat ini tetap mendapatkan rahmat.
Sebelum mereka wafat, para manusia utama itu telah mewariskan ilmu, demikian juga seharusnya kita dan keturunan kita, turut andil menjadi orang yang mewariskan ilmu kepada umat. Karena inilah warisan yang paling bermanfaat untuk kita, keluarga, dan masyarakat. Warisan yang tidak pernah mengurangi ilmunya, bahkan dapat menguatkan ilmu dan menambah pahala untuk diri kita serta banyak manfaatnya pula bagi seluruh umat.
BAGAIMANA CARA ANAK KITA MENGILMUI ISLAM?
Bukan hanya orang tua yang diwajibkan menuntut ilmu, anak kecil yang belum baligh pun hendaknya menuntut ilmu. Apalagi mereka anak muslim. Sungguh aneh bila anak orang Islam tidak dididik dengan ilmu syari’at.
Para pendahulu kita dari kalangan para sahabat dan para tabi’in, sejak kecil mereka sudah diajari ilmu tentang agama Islam. Seperti para sahabat, pada masa kecilnya mereka telah mempelajari ilmu syariat Islam langsung dari Nabi, orang tua, dan kerabat dekatnya. Begitu pula dengan Imam Empat yang terkenal, di antaranya Imam asy-Syafi’i Rahimahullah yang telah hafal al-Qur’an pada umur tujuh tahun dan telah khatam membaca kitab al-Muwaththa (kitab hadits dan atsar kumpulan Imam Malik), ketika beliau pun baru berumur sepuluh tahun.
Seandainya mereka para imam pendahulu seperti kondisi anak kita sekarang, yang mana disibukkan dengan ilmu dunia, banyak bermain bersenda gurau, melakukan banyak hal sia-sia, bahkan lebih cenderung pada gadget canggih dan fasilitasnya yang melalaikan, tentu mereka tidak akan mungkin bisa menghafal al-Qur’an di usia tujuh tahun. Dan mustahil pula akan mewariskan ilmu kepada generasi berikutnya.
SEBELUM BERDAKWAH, HARUS BERILMU DAN BERAMAL SHALIH
Fitnah yang menimpa kepada orang tua di zaman sekarang adalah ambisi dunia, sehingga khawatir anaknya tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan khawatir tidak dapat pekerjaan. Karena itulah mereka harus menyekolahkan anaknya ke pendidikan umum, bahkan bangga dengan prestasi dunia yang tinggi, sekalipun anak tidak bisa membaca al-Qur’an dan tidak tahu ilmu agama Islam. Mereka seakan lupa bahwa kunci surga yang sesungguhnya ada pada anak mereka, mereka lupa bahwa Allah Subhanahu wata’ala akan mengangkat derajat hamba yang beriman disertai ilmu agama yang memadai. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Mujadilah: 11)
Bahkan, kebahagiaan orang tua dan anak untuk masa depannya, adalah anak yang memiliki ilmu syar’i yang cukup. Hal ini sebagaimana yang kita ketahui tentang hadits shahih yang menjelaskan tentang pahala yang mengalir setelah orang tua meninggal dunia, di antaranya adalah anak shalih dan shalihah yang mendoakan kedua orang tuanya, serta memohon ampunan bagi mereka.
BAGAIMANA ANAK KITA BISA BERILMU DAN BERAMAL SHALIH?
Anak shalih adalah idaman orang tua yang beriman kepada Allah dan hari pembalasan. Anak shalih akan mendoakan orang tua semasa orang tua masih hidup dan setelah meninggal dunia. Jika anak beramal shalih, orang tua juga akan mendapat buah berupa pahala. Aduhai… Orang tua mana yang enggan memiliki anak yang sholih?
Karenanya, orang tua wajib mendidik anaknya agar beramal shalih, menjadi anak yang ahli ibadah kepada Allah saja, sebagaimana pesan Luqmanul Hakim kepada anaknya, agar menjauhi semua macam syirik dan hanya beribadah kepada Allah semata. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai Anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqmān: 13)
Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyeru agar anak kita dilatih menjalankan shalat lima waktu ketika berumur tujuh tahun yang pada saat itu belum baligh? Ini menunjukkan pentingnya amal shalih berupa shalat. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ketika shalat malam, keponakannya yang bernama Abdullah bin Abbas ikut shalat malam bersama beliau. Saat itu shalat Ibnu Abbas dibetulkan oleh Rasulullah dengan mengajari letak shafnya yang benar saat berjamaah dua orang. Bahkan cucu beliau yang masih kecil, al-Hasan dan al-Husain pun diajak shalat di masjid.
Maka bagaimana dengan anak kita? Sudahkah kita sebagai bapak mengajak anaknya ke masjid? Bagaimana anak agar beradab kepada orang tua? Sudahkah kita mengajari mereka makan dengan tangan kanan dan membaca basmalah, menyampaikan salam ketika berjumpa dengan keluarga, berdoa hanya kepada Allah dan membaca al-Qur’an, bahkan menghafalkan surat-surat pendek? Walaupun dia belum sampai umur, maka kita harus senantiasa melatihnya sebelum dia baligh. InsyaaAllah hal itu akan memudahkan mereka untuk mengamalkannya setelah usia dewasa.
SUDAHKAN ANAK KITA DILATIH BERDAKWAH?
Allah Subhanahu wata’ala menyifati umat Islam adalah umat yang berdakwah; memerintahkan yang ma’ruf dan membendung kemungkaran. Allah Ta’ala berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar. (QS. at-Taubah: 71)
Dakwah bukan hanya dilakukan oleh orang tua, namun anak kecil pun bisa berdakwah kepada saudara dan temannya dengan ilmu yang mereka miliki. Lantas, bagaimana caranya agar masa depan anak kita bisa menjadi da’i (penyeru kebaikan)? Inilah seharusnya cita-cita orang tua muslim, terutama orang tua sekarang yang bisa merasakan nikmatnya berdakwah di mana-mana, mengajak umat kepada yang diperintahkan dan melarang manusia dari perkara yang dilarang oleh Allah Azza wajalla dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wasallam.
Bukankah Luqmanul Hakim berpesan kepada anaknya, bahwa tidak cukup hanya dengan beramal shalih, tetapi hendaknya berdakwah pula dengan berbekal ilmu dan bersabar ketika menjumpai musibah? Allah berfirman menjelaskan hal ini:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
(Berkatalah Luqman), “Hai Anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqmān: 17)
Ayat ini memiliki beberapa faedah, di antaranya; bahwa orang tua muslim wajib mendidik anaknya agar memahami agama Islam dan menyuruh anak agar beramal shalih, utamanya amalan shalat yang merupakan rukun Islam yang tidak boleh ditangguhkan atau diwakilkan dalam kondisi apapun.
Shalat harus dikerjakan selagi masih sehat akalnya. Orang tua hendaknya punya cita-cita dan berusaha agar anak bisa berdakwah (apapun profesi mereka-red), melanjutkan perjuangan orang tuanya jika orang tuanya juru dakwah, menjadi pewaris Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Sebab dakwah adalah amalan yang paling mulia, manfaatnya untuk pribadi dan seluruh umat. Allah Azza wajalla berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS. Fushshilat: 33)
BAGAIMANA CARA MENGAJARI ANAK BERDAKWAH?
Dakwah yang dilakukan oleh anak yang masih kecil tentu berbeda dengan orang yang sudah dewasa yang mengerti dalil serta bisa membantah. Anak kecil tentu terbatas ilmu dan kemampuannya. Karena itu orang tua bisa melatih anaknya yang masih kecil berdakwah dengan dua cara;
Pertama, dengan lisan. Misalnya, orang tua bisa berkata kepada anaknya, Nanti kalau adikmu makan dengan tangan kiri, beritahu dia agar makan dengan tangan kanan. Kalau saudaramu malas baca al-Qur’an, suruh dia baca al-Qur’an. Kalau dia bersin tidak membaca hamdalah, ingatkan dia, atau, Jika setelah kamu bersin membaca hamdalah, lalu saudaramu diam saja, beritahu dia agar bertasymith (mendoakan dengan rahmat-red), Jika saudaramu mengolok-olok temannya, hendaknya kamu melarangnya,” dan banyak contoh lainnya. Jika anak kita sudah dewasa maka dapat dilatih untuk berdakwah di masjid dengan menyampaikan kultum, di tempat-tempat tertentu yang memungkinkan. Dan bila perlu didampingi oleh orang tuanya.
Yang kedua, dengan amalan. Maksudnya, bagaimana anak yang masih kecil diajari oleh orang tuanya agar beramal shalih, sehingga bisa diikuti oleh saudaranya dan teman-temannya. Misalnya, anak diajari, bila keluar hendaknya izin kepada orang tua, berlaku lembut kepada saudaranya, mengalah, suka memaafkan kesalahan saudaranya, dermawan kepada saudara dan temannya, makan dan minum dengan duduk dan dengan tangan kanan serta membaca bismillah, tawadhu (rendah hati), tidak sombong, bersabar jika diganggu, dan amalan shalih lainnya. Jika anak mengamalkan amal shahih, tentu saudara dan temannya akan meniru juga dengan izin Allah.
Semoga keturunan kita menjadi keturunan yang beriman, berilmu, beramal shalih, dan dapat berdakwah dengan penuh semangat serta bersabar ketika menghadapi cobaan dalam dakwah. Aamiin…
Penulis: Ustadz Aunur Rofiq, Lc
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom