Agar Anak Tidak Durhaka
Anak adalah rahmat Ilahi yang harus disyukuri oleh orang tua, berapa banyak orang menikah belum punya anak, mereka ingin sangat punya anak, bahkan sampai ada yang memungut anak buat pancingan.
Anak memang hiburan, bahkan buah hati bagi dua pasutri. Ketika suami mau marah kepada istri, ia teringat anaknya yang diasuh oleh istrinya sehingga tidak jadi marah. Begitu pula ketika istri mau marah kepada suami, ia teringat anak yang dicarikan nafkah oleh suami, amarahnya pun redam. Masih banyak manfaat anak berkaitan dengan rumah tangga, menjadi penyejuk jiwa.
Namun anak ini apabila sudah mulai berkembang akalnya dan banyak tingkahnya, muncul perilaku dan tanda-tanda yang tidak disenangi oleh orang tua, misalnya: membantah, meminta sesuatu dengan paksa saat orang tua tidak punya yang diminta, akibatnya orang tua marah dan kesal dengan tindakan anak. Belum lagi bila sudah mau dewasa atau sudah baligh, akan lebih berat lagi tantangannya. Wallahul musta’an.
Sudahkan Anak Kita Mengerti Dosa Durhaka Kepada Orang Tua?
Anak hendaknya diajari, bahwa dosa yang sangat besar setelah dosa syirik (menyekutukan Allah) adalah durhaka kepada kedua orang tua. Dua dosa ini paling besarnya dosa, karena Allah yang menciptakan manusia dan yang memenuhi kebutuhannya, maka siapa pun berbuat syirik tidak diampuni dosanya oleh Allah Azza wajalla, kecuali setelah bertaubat dengan sebenar-benarnya. Yang kedua, dosa durhaka kepada kedua orang tua, karena orang tua penyebab lahirnya manusia, yang merawat semenjak kecil sampai dewasa. Dalam hadits Nafi’ bin al-Harits ats-Tsaqafi, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ . ثَلَاثًا ، قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ ، قَالَ: اَلْإِشْرَاكُ بِاللهِ ، وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai dosa-dosa besar yang paling besar? Beliau bertanya ini 3 kali. Para sahabat mengatakan, “Tentu, wahai Rasulullah.” Nabi bersabda, “Syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua.” (HR. Bukhari: 6919, Muslim: 269)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ
“Ada tiga golongan yang Allah tidak melihat mereka besok pada hari kiamat; orang yang durhaka kepada kedua orang tua…” (HR. an-Nasa’i: 2515)
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda:
وَثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ
“Ada tiga golongan yang mereka tidak masuk surga, yaitu orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya” (HR. an-Nasai: 2515)
Bukan hanya sekali Rasulullah memperingatkan para sahabat mengenai besarnya dosa durhaka kepada orang tua. Ini menunjukkan betapa besarnya dosa durhaka kepada kedua orang tua.
Namun perlu diketahui, sebagaimana dosa syirik itu bertingkat-tingkat, dosa maksiat juga bertingkat-tingkat, maka dosa durhaka kepada orang tua juga bertingkat-tingkat. Durhaka kepada ibu lebih besar lagi dosanya, sebagaimana kita ketahui dari dalil-dalil bahwa berbuat baik kepada ibu lebih diutamakan daripada kepada ayah. Selain itu, ibu adalah seorang wanita yang secara tabiat adalah manusia lemah. Sedangkan memberikan gangguan kepada orang yang lemah itu hukuman dan dosanya lebih besar daripada mengganggu orang biasa atau orang yang kuat. Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
إنَّ اللهَ حرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ الْأُمَّهَاتِ ، وَمَنْعًا وَهَاتِ ، وَوَأْدَ الْبَنَاتِ وَكرِه لَكُمْ: قيلَ وقالَ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan sikap durhaka kepada para ibu, pelit dan tamak, mengubur anak perempuan hidup-hidup. Allah juga tidak menyukai katanya orang (kabar burung), banyak bertanya dan membuang-buang harta.” (HR. Bukhari: 5630, Muslim: 4580)
Bila Anak Durhaka
Durhaka pada orang tua adalah segala bentuk menyakiti orang tua, baik dengan perkataan atau perbuatan, tetapi tidak termasuk durhaka jika anak mendahulukan kewajiban kepada Allah Azza wajalla dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wasallam, karena kewajiban keduanya wajib didahulukan sebelum yang lainnya.
Dan tidak termasuk durhaka juga jika anak tidak menaati perintah atau larangan orang tua yang menyelisihi perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (QS. Luqman: 15)
Bentuk durhaka kepada kedua orang tua luas sekali, semisal menerima telepon dengan kasar pun sudah termasuk durhaka. Berkata kasar, bermuka cemberut, tidak mengindahkan perintah orang tua yang baik, disuruh kepada yang halal, anak menolaknya padahal tidak ada udzurnya, apalagi sampai memaki dan mengejek orang tua, ini amat jelas durhakanya.
Mengapa Anak Durhaka Kepada Orang Tua?
Adapun penyebab durhaka, boleh jadi karena kesalahan orang tua dalam mendidik, misalnya anak dibiarkan tidak dididik dengan ajaran Islam, orang tua menyekolahkan anak di tempat pendidikan keduniaan belaka, atau lingkungan yang tidak mendukung perbaikan moral anak, atau perilaku anak yang salah karena lemah iman.
Atau penyebab lain sebagai berikut:
• Orang tua tidak berbuat adil kepada anaknya
Orang tua yang tidak adil ketika memberi sesuatu kepada anak boleh jadi akan mengakibatkan anak durhaka kepada orang tua, anak akan bermusuhan dengan anak yang lain. An-Nu’man bin Basyir Radhiallahu’anhu ketika ayahnya memberinya seorang budak, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bertanya:
مَا هَذَا الْغُلاَمُ ؟ قَالَ أَعْطَانِيهِ أَبِي, قَالَ: فَكُلَّ إِخْوَتِهِ أَعْطَيْتَهُ كَمَا أَعْطَيْتَ هَذَا ؟ قَالَ: لاَ, قَالَ: فَرُدَّهُ
“Milik siapa budak ini?” Dia menjawab, “Ini pemberian ayahku.” Lalu beliau bertanya kepada ayahnya, “Apakah setiap saudaranya kau beri seperti dia?” Kata si ayah, Tidak.” Beliau berkata, “Cabut kembali pemberianmu.” (HR. Muslim: 3054)
• Orang tua durhaka kepada anaknya.
Bagaimana bisa terjadi? Bisa saja, misalnya orang tua tidak mau mengurusi anaknya, bahkan selalu berbuat kasar kepadanya. Maka anak yang belum mengenal pendidikan Islam, tentu dia lebih mudah durhaka kepada orang tua. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ
“Orang yang tidak berbelas kasihan tidak akan dibelas kasihani.” (HR. Bukhari: 5554)
• Suami tidak beradab ketika menceraikan istrinya.
Ini termasuk kesalahan orang tua juga, sehingga mengakibatkan anak durhaka kepada bapaknya.
• Orang tua selalu menjauh dari anaknya.
Tidak diragukan lagi bahwa pergaulan yang akrab antara orang tua dengan anak membuat hubungan yang harmonis antara dua belah pihak. Sebaliknya, jika saling menjauh akan menumbuhkan kerenggangan, terutama bagi anak, karena anak kurang merasa mendapat bimbingan dan santunan dari orang tua.
• Orang tua tidak ingin direpotkan oleh anak.
Misalnya, ketika anak sakit atau ada keperluan, urusannya diserahkan kepada orang lain. Orang tua tidak mau direpotkan oleh anak. Orang tua tidak merawatnya atau sekadar menjenguknya bila di tempat yang jauh. Hal ini boleh jadi akan mengundang kedurhakaan anak kepada orang tua di masa mendatang.
• Orang tua ingin menang sendiri (sewenang-wenang).
Kita jumpai sebagian orang tua berwatak keras, apa kemauannya harus dituruti, tanpa melihat maslahat dan madharat, tidak minta pertimbangan atau bermusyawarah sebelumnya. Hal ini boleh jadi yang menyebabkan anak akan durhaka kepada kedua orang tua nanti.
Karena itu, ada baiknya bila orang tua mengajak musyawarah anaknya, semisal Nabi Ibrahim Alaihissalam meminta pendapat putranya, Nabi Isma’il Alaihissalam tentang impiannya saat diperintah untuk menyembelih anaknya.
• Orang tua selalu memanjakan anak.
Memanjakan anak sangat berbahaya bagi kehidupun anak pada masa depan, karena ia akan selalu menuntut orang tua. Bila tidak dikabulkan, anak akan melawan atau durhaka kepada orang tua. Terlebih lagi bila ia hanya anak tunggal.
• Orang tua sering marah kepada anaknya.
Orang tua sering marah kepada anak; berarti mengajari anak marah kepada orang tuanya atau minimalnya membuat panik pikiran anak. Memang marah dibolehkan, namun bila pada saat diperlukan dan ada maslahatnya. (Lihat QS. Ali ‘Imran: 159)
• Anak tidak memahami makna birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua).
Anak yang tidak mengenal birrul walidain kepada orang tua mustahil akan berbuat baik kepadanya. Hal ini bisa jadi kesalahan orang tua yang tidak mengajari anaknya.
• Anak tidak mengerti bahayanya durhaka kepada kedua orang tua.
Anak yang tidak mengenal larangan Allah dan Rasul-Nya tentang bahaya durhaka kepada orang tua, tentu dia akan mudah durhaka kepada mereka.
• Anak tidak mendalami akidah yang benar.
Anak yang tidak mengenal akidah Islam yang benar, mustahil dia berbuat baik kepada orang tua. lihatlah pesan Luqman kepada anaknya dalam QS. Luqman ayat 13 dan seterusnya.
• Berkawan dengan teman yang ahli maksiat.
Lingkungan dan pergaulan sangat berarti bagi kehidupan anak, terutama saat menginjak baligh. Apalagi anak tidak mengerti pendidikan syariat Islam. Oleh sebab itu, anak harus dijauhkan dari teman yang jelek. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Orang itu bersandar agama teman dekatnya. Karena itu hendaklah salah satu di antara kamu melihat siapa temannya.” (HR. Abu Dawud: 4197, at-Tirmidzi: 2774)
Dan masih banyak lagi penyebab yang lainnya, semoga anak kita menjadi anak yang shalih dan shalihah dan tidak durhaka kepada orang kepada kedua orang tuanya. Semoga pada kesempatan lain pembahasan ini dapat disambung. Wallahu alam…
Penulis: Ustadz Aunur Rofiq, Lc
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom