CINTA DAN BENCI PADA TEMPATNYA

Satu hal yang hilang dari sebagian besar kita umat Islam yang hidup di hari ini adalah kebencian kepada kekafiran dan kesyirikan. Seringkali kita salah menempatkan antara cinta dan benci. Kita malah membenci saudara kita sesama muslim kemudian mencintai orang-orang kafir dan menjadikannya sosok yang dikagumi.

Tidak sedikit diantara kita yang lebih tahu dan kenal dengan figur kafir dari kalangan aktor film, pemain sepakbola, pembalap, musisi, politikus, ilmuan serta inteleknya, dan seterusnya. Daripada figur teladan dari kalangan sahabat dan orang-orang shalih terdahulu.

Jika tidak percaya, silahkan ambil kertas dan pena, kemudian tulis nama-nama mereka. Yakin, kebanyakan dari kita lebih lancar untuk menuliskan list nama-nama tokoh kafir ketimbang nama sahabat dan orang shalih.

Padahal, di antara pokok akidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mencintai orang-orang yang beriman dan membenci orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Meskipun mereka adalah orang dekat. Tidak terbawa perasaan, jika memang jelas mereka memusuhi Allah dan Rasul-Nya maka mereka harus dibenci. Allah berfirman:

لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. (QS. Al-Mujadilah: 22)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: Said bin Abdul Aziz dan yang lain mengatakan, ayat ini diturunkan untuk Abu Ubaidah Amir bin Abdillah bin al-Jarrah radhiyallahu anhu ketika ia membunuh ayahnya di perperangan Badr.

Karenanya, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu pada saat menetapkan pemilihan khalifah setelahnya berdasarkan musyawarah, ia mengatakan kepada enam orang ahlu syura tersebut:

وَلَوْ كَانَ أَبُوْ عُبَيْدَةَ حَيًّا لَاسْتَخْلَفْتُهُ

“Andaikata Abu Ubaidah masih hidup niscaya aku akan menjadikannya khalifah.” (Tafsir al-Qur’an al-Azhim: 8/25)

Karena apa?! Karena Abu Ubaidah bin Jarrah dipuji oleh Allah serta direkomendasi bahwa ia memang seorang yang beriman kepada-Nya dan hari akhir. Karena ia meletakkan cinta dan benci pada tempatnya. Tak segan untuk memerangi ayahnya sendiri lantaran ayahnya jelas dan terang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.

Oleh sebab itu, sekarang mari memuhasabah diri. Sudah benarkah kita meletakkan antara cinta dan benci?! Jika memang kita masih menyenangi, mengidolakan musuh-musuh Allah yaitu orang-orang kafir maka segeralah berbenah, karena keimanan kita berada dalam tanda tanya besar. Jangan-jangan selama ini hanya status saja sedang kita tak paham dan tak kenal apa Islam itu yang sebenarnya.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !