Empat Kaidah Tentang Larangan dan Dosa

Sebagai seorang hamba kita tidak akan lepas dari perintah dan larangan-Nya. Allah berfirman:

أَيَحْسَبُ الأِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدىً

Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja? (QS. al-Qiyamah: 36)

Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan:

لَا يُؤْمَر وَلَا يُنْهَى

“Tidak diperintah dan tidak dilarang.” (Fathul Majid li Syarh Kitab at-Tauhid hal. 40)

Maka berkaitan dengan dosa dan larangan, ada beberapa kaidah penting yang harus kita ketahui, yaitu:

Pertama, semua larangan Allah pasti ada mafsadatnya

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan:

الشَّارِعُ لَا يَأْمُرُ إِلَّا بِمَا مَصْلَحَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ، وَلَا يَنْهَى إِلَّا عَمَّا مَفْسَدَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ

Pembuat syari’at (Allah) tidaklah memerintahkan kecuali dengan sesuatu yang memiliki mashlahat, baik murni ataupun rajih (lebih kuat). Dan tidaklah melarang kecuali dari sesuatu yang mengandung mafsadat, baik murni ataupun rajih. (Al-Qawaidu Wal Ushulul Jami’ah: 20)

Diantara dalil yang menjadi pijakan dari kaidah yang agung ini adalah firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl: 90)

Dimana di dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa semua perintah-Nya untuk kemaslahatan dan semua larangan-Nya karena mafsadat.

Semua perintah Allah pasti terdapat mashlahat, baik mashlahat yang murni maupun mashlat yang lebih kuat (dari mafsadat). Sebaiknya, semua larangan Allah pasti terdapat padanya mafsadat, baik mafsadat yang murni maupun mafsadat yang lebih besar.

Di antara contoh dari kaidah ini:

– Mashlahat yang murni contohnya tauhid, shalat, dzikir, dan semua amal shalih. Allah berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl: 97)

– Mashlahat yang rajih contohnya jihad, Allah berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216)

Pada jihad terdapat mashalat dan mafsadat. Diantara bentuk mafsadat yaitu hilangnya harta dan nyawa, namun mashlahatnya jauh lebih besar yaitu menegakkan kalimat Allah, meninggikan agama. Sehingga Allah tetap mensyari’atkan karena mashalat yang rajih ini.

– Mafsadat yang murni contohnya syirik, kekufuran. Allah berfirman:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 257)

Allah berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha: 124)

– Mafsadat yang rajih contohnya judi dan khamr, Allah berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. (QS. Al-Baqarah: 219)

Oleh sebab itu, jika sesuatu itu dilarang dan diharamkan oleh Allah maka kita wajib untuk menjauhi dan meninggalkannya baik kita tahu hikmahnya atau pun tidak. Karena kita yakin setiap larangan Allah pasti ada mafsadatnya. Sehingga dengan hal ini kita bisa ridha meniggalkan larangan Allah, sebab larangan-Nya itu bukan sebuah kezaliman kepada kita akan tetapi justru karena kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.

Kedua, jangan lihat kecilnya dosa tapi lihatlah kebesaran Dzat yang dimaksiati

Harus kita sadari bahwa betapa banyak di antara kita pada hari ini yang biasa-biasa saja berbuat dosa. Dosa besar?? Entahlah. Dosa kecil lebih-lebih dan bahkan mungkin tak terhitung lagi. Tanpa hari tanpa dosa, sementara kita sadar bahwa itu adalah dosa.

Inilah yang membedakan kita dengan generasai terbaik. Kita melihat pada besar atau kecilnya dosa, sehingga kita pun merasa biasa-biasa saja dengan dosa kecil. Sedangkan para sahabat yang mereka lihat adalah siapa yang dimaksiati itu, hingga dosa kecil pun di mata mereka adalah sesuatu yang besar. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan:

إِنَّكُم لَتَعمَلُونَ أَعمَالًا هِيَ أَدَقُّ فِي أَعيُنِكُم مِنَ الشَّعرِ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهدِ رَسُولِ اللَّهِ مِنَ المُوبِقَاتِ

“Sungguh kalian melakukan amalan yang di mata kalian lebih halus dari sehelai rambut, padahal kami dahulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganggapnya termasuk di antara perkara yang membinasakan.” (HR. Bukhari: 6492)

Kenapa?? Karena mereka paham hakikat dosa kecil itu, sebab Rasulullah bersabda:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ ، كَقَوْمٍ نَزَلُوا فِي بَطْنِ وَادٍ ، فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ ، وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ ، حَتَّى أَنْضَجُوا خُبْزَتَهُمْ ، وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْه

“Hati-hatilah kalian terhadap dosa-dosa kecil yang perumpamaannya seperti suatu kaum yang singgah di sebuah lembah. Lalu yang satu datang membawa kayu, yang satu lagi juga membawa kayu sehingga kumpulan kayu itu pun dapat mematangkan roti mereka. Dan sesungguhnya dosa-dosa kecil itu ketika dilakukan akan membinasakan pelakunya.” (HR. Ahmad: 22302)

Oleh sebab itu, ingatlah selalu petuah orang-orang salih dahulu:

 لا تَنْظُرْ إِلَى صِغَرِ الْخَطِيئَةِ ، وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى عَظَمَةِ مَنْ تَعْصِي

“Jangan lihat pada kecilnya dosa, akan tetapi lihatlah pada besarnya Dzat (Allah) yang engkau maksiati.”

Kita memang makhluk yang takkan pernah lepas dari dosa dan kesalahan, tapi yang harus kita tanamkan dalam diri; jangan pernah mengangap kecil sebuah dosa.

Ketiga, lakukan yang wajib dan tinggalkan semua larangan

Kalaupun kita tidak sanggup untuk banyak beribadah maka lakukanlah ibadah yang wajib-wajib saja, kemudian tinggalkan semua larangan tanpa terkecuali, maka kita akan menjadi hamba Allah yang paling ahli ibadah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan semampu kalian.” (HR. Muslim: 1337)

Dalam kesempatan yang lain beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ

Jagalah dirimu dari semua keharaman niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli ibadah, terimalah pemberian Allah dengan rela niscaya kau menjadi orang terkaya. (HR. Tirmidzi: 2305)

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ وَصُمْتُ رَمَضَانَ وَأَحْلَلْتُ الْحَلَالَ وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَالَ نَعَمْ قَالَ وَاللَّهِ لَا أَزِيدُ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا

“Apa pendapatmu bila saya melaksanakan shalat-shalat wajib, berpuasa Ramadhan, menghalalkan sesuatu yang halal, dan mengharamkan sesuatu yang haram, namun aku tidak menambahkan suatu amalan pun atas hal tersebut, apakah aku akan masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya.” Dia berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menambahkan atas amalan tersebut sedikit pun.” (HR. Muslim: 15)

Hadits ini menunjukkan bahwa seorang yang hanya melakukan uang wajib-wajib saja kemudian meninggalkan seluruh larangan maka akan dapat masuk surga.

Keempat, Dosa sangat mudah dilakukan karena sebagai ujian

Sifat dari dosa memang adalah hal-hal yang disenangi oleh hawa nafsu manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sabdanya:

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga diliputi oleh sesuatu yang dibenci sedangkan neraka diliputi oleh syahwat.” (HR. Muslim: 7308)

Dan terkadang dengan hikmah-Nya, Allah menjadikan dosa sangat mudah dilakukan dan menggiurkan. Hal itu adalah sebagai ujian bukan berarti perbolehan. Dalam kisah Ashabus Sabt yang dikutuk jadi kera oleh Allah, terdapat pelajaran berharga bagi kita. Bagaimana Allah menguji mereka dengan sesuatu yang membuat mereka tergiur melakukan pelanggaran. Allah berfirman:

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ ۙ لَا تَأْتِيهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَبْلُوهُم بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ ۞ وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِّنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا ۙ اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا ۖ قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ ۞ فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ ۞ فَلَمَّا عَتَوْا عَن مَّا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ ۞

Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina. (QS. Al-A’raf: 163-166)

Demikian pula dengan ujian kepada orang-orang yang sedang berihram dengan dimudahkannya menangkap hewan buruan, padahal mereka dilarang untuk melakukan hal itu. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللَّهُ بِشَيْءٍ مِّنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَن يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ ۚ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih. (QS. Al-Maidah: 94)

Inilah beberapa kaidah umum yang berkaitan dengan dosa dan larangan. Semoga Allah melindungi kita dari segala bentuk maksiat, mengampuni dosa-dosa kita, dan memberikan keistiqamahan kepada kita sampai meninggal dunia. Amin

Selesai disusun, Kranggan 19 Rabi’ul awwal 1441H / 16 Nov 2019M

Penulis: Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !