Enam Keutamaan Shalat Berjama’ah

Shalat berjama’ah bagi kaum laki-laki hukumnya adalah fardhu ‘ain menurut pendapat yang lebih kuat. Adanya keutamaan (fadhilah) dari sebuah amalan bukan berarti menjadikan amalan tersebut tidak wajib. Contohnya adalah tauhid, semua sepakat bahwa mentauhidkan Allah hukumnya wajib, dan ternyata banyak sekali keutamaannya yang disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka demikian pula dengan shalat berjama’ah bagi kaum laki-laki, ia mempunyai banyak keutamaan, di antaranya:

Pertama: Shalat jama’ah pahalanya berlipat ganda daripada shalat sendirian

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu anhuma, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sa’id Al Khudri, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الصَّلاَةُ فِى جَمَاعَةٍ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِينَ صَلاَةً فَإِذَا صَلاَّهَا فِى فَلاَةٍ فَأَتَمَّ رُكُوعَهَا وَسُجُودَهَا بَلَغَتْ خَمْسِينَ صَلاَةً

“Shalat jama’ah itu senilai dengan 25 shalat. Jika seseorang mengerjakan shalat ketika dia bersafar, lalu dia menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, maka shalatnya tersebut bisa mencapai pahala  50 shalat.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Kadang keutamaan shalat jama’ah disebutkan sebanyak 27 derajat, kadang pula disebut 25 kali lipat, dan kadang juga disebut 25 bagian. Ini semua menunjukkan berlipatnya pahala shalat jama’ah dibanding dengan shalat sendirian dengan kelipatan sebagaimana yang disebutkan.” (Syarh Shohih Al Bukhari li Ibni Baththol, 2/271, Maktabah Ar Rusyd)

Kedua: Mendapat naungan Allah 

Salah satu fadhilah yang didapatkan dari shalat berjama’ah adalah barang siapa yang mempunyai rasa cinta yang dalam terhadap masjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah di dalamnya maka Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan naungan pada hari kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ …وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ… : متفق عليه

“Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (diantaranya)……dan seseorang yang hatinya selalu terpaut pada masjid.” (Muttafaqun Alaihi)

Berkata Imam An-Nawawi ketika menjelaskan makna hadits di atas yaitu “Orang mempunyai rasa cinta yang dalam terhadap masjid dan kontinu dalam melaksanakan shalat berjama’ah di dalamnya bukan berarti selalu tinggal didalam masjid.” (lihat syarah An-Nawawi 7 : 121)

Ketiga: Mendapat pengampunan dosa

Dari ‘Utsman bin ‘Affan, beliau berkata bahwa saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِى الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ

“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan untuk menunaikan shalat wajib yaitu dia melaksanakan shalat bersama manusia atau bersama jama’ah atau melaksanakan shalat di masjid, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim)

Keempat: Setiap langkah menuju masjid untuk melaksanakan shalat jama’ah akan meninggikan derajatnya dan menghapuskan dosa; juga ketika menunggu shalat, malaikat akan senantiasa mendo’akannya

Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

“Shalat seseorang dalam jama’ah memiliki nilai lebih 20 sekian derajat daripada shalat seseorang di rumahnya, juga melebihi shalatnya di pasar. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara mereka berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian mendatangi masjid, tidaklah mendorong melakukan hal ini selain untuk melaksanakan shalat; maka salah satu langkahnya akan meninggikan derajatnya, sedangkan langkah lainnya akan menghapuskan kesalahannya. Ganjaran ini semua diperoleh sampai dia memasuki masjid. Jika dia memasuki masjid, dia berarti dalam keadaan shalat selama dia menunggu shalat.  Malaikat pun akan mendo’akan salah seorang di antara mereka selama dia berada di tempat dia shalat. Malaikat tersebut nantinya akan mengatakan: Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, terimalah taubatnya. Hal ini akan berlangsung selama dia tidak menyakiti orang lain (dengan perkataan atau perbuatannya) dan selama dia dalam keadaan tidak berhadats. ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelima: Disiapkan tempat tinggal (rumah) di surga

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

منْ غدَا إِلَى المَسْجِدِ أَوْ رَاحَ، أعدَّ اللَّهُ لَهُ في الجنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدا أوْ رَاحَ

“Barangsiapa pergi atau pulang dari masjid, maka Allah menyiapkan tempat tinggal di Surga setiap kali ia pergi atau pulang darinya.” (HR. Bukhari: 662)

Keenam: Menjalankan sunnah Nabi, meninggalkannya berarti meninggalkan sunnahnya

Terdapat sebuah atsar dari dari ‘Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّى هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ

“Barangsiapa yang ingin bergembira ketika berjumpa dengan Allah besok dalam keadaan muslim, maka jagalah shalat ini (yakni shalat jama’ah) ketika diseru untuk menghadirinya. Karena Allah telah mensyari’atkan bagi nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam sunanul huda (petunjuk Nabi). Dan shalat jama’ah termasuk sunanul huda (petunjuk Nabi). Seandainya kalian shalat di rumah kalian, sebagaimana orang yang menganggap remeh dengan shalat di rumahnya, maka ini berarti kalian telah meninggalkan sunnah (ajaran) Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian akan sesat.” (HR. Muslim)

Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika kalian melaksanakan shalat di rumah kalian yaitu melaksanakan shalat wajib sendirian atau melaksanakan shalat jama’ah namun di rumah (bukan di masjid) sehingga tidak nampaklah syi’ar Islam, sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang yang betul-betul meremehkannya … , maka kalian berarti telah meninggalkan ajaran Nabi kalian yang memerintahkan untuk menampakkan syi’ar shalat berjama’ah. Jika kalian melakukan seperti ini, niscaya kalian akan sesat. Sesat adalah lawan dari mendapat petunjuk.” (Dalil Al Falihin Li Thuruqi Riyadhis Sholihin, 6/402, Asy Syamilah)

Selesai ditulis di rumah mertua tercinta, Jatimurni Bekasi, Jum’at 26 Shafar 1441 /25 Okt 2019

Penulis: Zahir Al-Minangkabawi
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom

keutamaan shalat berjama'ah

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !