KAYU BAKAR (Art.Salayok57)

Salah seorang sahabat Nabi yang mulia, Mu’adz bin Jabal pernah menuturkan:

كُنْتُ رِدْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ قَالَ فَقَالَ « يَا مُعَاذُ تَدْرِى مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ ». قَالَ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ». قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ أُبَشِّرُ النَّاسَ قَالَ « لاَ تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا .

Pernah suatu ketika aku dibondeng oleh Rasulullah di atas seekor himar yang bernama ‘Ufair. Lalu beliau berkata kepadaku: 

“Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?” Aku menjawab: “Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda: 

“Sesungguhnya hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka hanya beribadah kepada Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun. Dan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan mengadzab seorang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” 

Lantas kemudian aku bertanya: “Wahai Rasulullah, bolehkah aku kabarkan hal ini kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan kabarkan kepada mereka, nanti mereka meninggalkan amal.” (HR. Muslim: 30)

Ada banyak faidah yang dapat kita petik dari hadits yang mulia ini. Di antaranya adalah tidak semua ilmu itu layak untuk disampaikan kepada manusia secara umum. Butuh untuk melihat keadaan dan akibat yang akan timbul nanti di belakangnya.

Hari ini, sering terjadi sikut-sikutan. Fitnah ini muncul dari kesalahan sebagian kalangan yang kurang cermat dalam memperhatikan timbangan antara mashlahat dan mafsadat. Apalagi kalau bukan, serampangan dalam meng-uploud kajian seorang ustadz ke media sosial. Tanpa memperhatikan, apakah kajian itu bersifat umum atau bersifat khusus, yang penting menarik, bisa membuat heboh, ramai, langsung uploud. Dan yang lebih parah, dengan memotong-motong bagian tertentu.

Sebagai seorang muslim, tentu hal ini tidak pantas kita lakukan. Mari belajar dari hadits di atas, lihatlah bagaimana Rasulullah tidak mengizinkan Mu’adz untuk menyebarkan hal itu. Padahal, itu adalah hadits Rasulullah. Karena apa? Karena Rasulullah khawatir akibat yang akan timbul dari hal itu.

Sekarang mari merenung sejenak, seandainya hadits Rasulullah saja tidak semuanya diberitahukan kepada masyarakat luas, lantas bagaimana dengan ucapan seorang ustadz? Tentu lebih layak lagi untuk dipilah pilih.

Oleh sebab itu wahai saudara-saudariku, mari bersikap dewasa. Jangan jadikan diri kita sebagai dalang penyulut fitnah. Jadilah pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan, bukan malah sebaliknya menjadi kayu bakar.

Jika menyambung ayam saja hukumnya haram, mengadu domba juga haram, lantas bagaimana dengan mengadu sesama ustadz. Saya rasa, dosanya jauh lebih besar, karena kerusakannya juga jauh lebih besar daripada sekadar mengadu ayam atau domba.

Semoga bermanfaat.
Zahir al-Minangkabawi
   

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !