Mencari Lailatul Qadar

Salah satu keutamaan bulan Ramadhan adalah adanya Lailatul Qadar. Malam ini adalah malam yang sangat istimewa, karena itulah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bergembira dengan kedatangan Ramadhan beliau memberitakan bahwa sebab kegembiraan beliau itu karena di bulan ini terdapat Lailatul Qadar. Beliau bersabda:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan puasa atas kalian. Pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan ini juga, ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa terhalangi dari kebaikannya maka sungguh ia terhalangi untuk mendapatkannya.” [1]

Seribu bulan itu jika dijadikan tahun maka sebanding dengan 83 tahun 4 bulan. Inilah keutamaan yang sangat luar biasa, ibadah yang dilakukan di malam itu setara nilainya dengan ibadah yang dilakukan selama 83 tahun 4 bulan. Padahal, umur umat Nabi Muhammad jarang yang mencapai demikian, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sedikit sekali yang lebih dari itu.” [2]

WAKTU LAILATUL QADAR [3]

Lailatul Qadar ada pada bulan Ramadhan, utamanya adalah di sepuluh malam terakhir. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah malam lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” [4]

Utamanya lagi pada malam-malam ganjilnya. Rasulullah bersabda:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الوتر من الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah malam lailatul Qadar di malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” [5]

Dan sangat ditekankan sekali pada malam ke dua puluh tujuh.[6] Akan tetapi ini tidak memastikan karena Lailatul Qadar selalu berganti-ganti pada setiap tahunnya. Abu Qilabah berkata: “Lailatul Qadr itu berganti-ganti pada sepuluh terakhir malam-malam ganjil.” [7]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Aku menguatkan pendapat bahwa Laitul Qadr itu pada sepuluh hari terakhir dan berganti-ganti. Para ulama mengatakan: Hikmah tersembunyinya kepastian waktu Lailatul Qadr itu agar manusia bersungguh-sungguh untuk mencarinya. Seandainya kepastian malamnya diberitahukan, maka manusia hanya akan bersungguh-sungguh di malam itu saja (sedangkan malam lainnya tidak).’” [8]

TANDA-TANDA LAILATUL QADAR [9]

Lailatul qadar dapat diketahui melalui tanda-tandanya, di antara yaitu:

  1. Cuaca malam itu sedang dan anginnya tenang. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda

لَيْلَة الْقَدْرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ لا حَارَّةٌ وَلا بَارِدَةٌ تُصْبِحُ شَمْسُها صَبِيحَتَهَا ضَعِيفَةً حَمْرَاءَ

“Lailatul qadar adalah malam yang tenang, cerah tidak panas dan tidak pula dingin. Pagi harinya matahari terbit dengan cahaya yang lemah dan berwarna kemerahan.” [10]

  1. Ada ketentraman dan ketenangan pada malam itu yang dibawa turun oleh para malaikat, sehingga manusia merasakan ketentraman hati, lapang dada dan kelezatan beribadah pada malam itu yang tidak pernah dirasakan pada malam-malam yang lain.
  2. Sebagian orang melihatnya dalam mimpi, sebagaimana pernah dialami oleh sebagian sahabat Nabi.
  3. Pagi harinya matahari terbit jernih tanpa memancarkan sinarnya. Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَبِيحَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ تَطْلُعُ الشَّمْسُ لا شُعَاعَ لَهَا كَأَنَّهَا طَسْتٌ حَتَّى تَرْتَفِعَ

“Matahari terbit pada pagi lailatul qadar tanpa cahaya menyilaukan seolah-olah seperti talam hingga tinggi.” [11]

Catatan: Masyarakat umum memiliki banyak mitos dan keyakinan yang rusak tentang tanda-tanda lailatul qadar ini. Di antaranya, pada malam itu pohon-pohon sujud, semua bangunan tertidur, rasa garam berubah tawar, anjing-anjing berhenti menggonggong, dan mitos-mitos lainnya yang jelas rusak dan batil.

CARA MENGHIDUPKAN LAILATUL QADAR

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha, ia mengatakan:

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Nabi n bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dengan ber’ibadah dan membangunkan keluarganya.” [12]

Pada dasarnya cara menghidupkan malam Ramadhan adalah dengan shalat malam, ber-dasarkan sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

مَنْ قامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang mengerjakan shalat malam di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” [13]

Dan pernah seorang bertanya kepada Hasan Al-Bashri: “Wahai Abu Sa’id, apa amalan yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah?” Hasan Al-Bashri menjawab:

مَا أَعْلَمُ شَيْئًا يَتَقَرَّبُ بِهِ المُتَقَرَّبُونَ إِلَى اللهِ أَفْضَلَ مِنْ قِيَامِ اللَّيْلِ

“Tidaklah aku mengetahui satu amalan pun yang dilakukan oleh orang-orang untuk mendekatkan diri kepada Allah yang lebih afdhal dari shalat malam.”

Beliau menggangap bahwa asal dalam meng-hidupkan malam adalah dengan shalat. Hanya saja, sebagian ulama berpendapat bahwa menghidup-kan malam Ramadhan mencakup semua jenis ketaatan. Al-Hafizh mengatakan:

وَأَحْيَا لَيْلَهُ أَيِّ سَهَرَهُ بِالطَّاعَةِ

“Menghidupkan malamnya maksudnya ber-gadang dengan mengerjakan amalan keta’atan.”

Imam Nawawi mengatakan: “Beliau menghabiskan malamnya dengan bergadang untuk shalat dan yang lainnya.”

Disebutkan dalam kitab Aunul Ma’bud:

أَيْ بِالصَّلَاةِ وَالذِّكْرِ وَتِلَاوَةِ القُرْآنِ

Yaitu dengan shalat, dzikir, dan membaca al-Qur’an.

Oleh sebab itu, cara menghidupkan malam-malam Ramadhan terutama pada sepuluh malam terakhir adalah dengan semua macam ketaatan; shalat, dzikir, do’a, baca al-Qur’an, dll.

Di antara do’a yang dianjurkan untuk diper-banyak membacanya yaitu do’a yang diajarkan oleh Rasulullah kepada Aisyah, ketika ia bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ بِمَ أَدْعُو قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Wahai Rasulullah! Apabila saya menjumpai malam lailatul qadar, dengan apa saya harus berdo’a?” beliau bersabda: “Katakanlah Alla-humma innaka affuwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Engkau mencintai seorang pemaaf, maka ampunilah aku).”  [14]

TAMPILAN TERBAIK [15]

Dahulu para Salafus Shalih ketika di sepuluh akhir Ramadhan mereka mandi, memakai wewangian, mengenakan pakaian terbaik. Imam Ibnu Jarir mengatakan:

كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يَغْتَسِلُوْا كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ لَيَالِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ

Dahulu mereka (Salafush Shalih) menyukai mandi setiap malam pada selupuh malam terakhir.

Tsabit mengatakan:

كَانَ لِتَمِيْمِ الدَّارِي حُلَّةٌ اشْتَرَاهَا بِأَلْفِ دِرْهَمٍ، وَكَانَ يَلْبِسُهَا فِي اللَيْلَةِ الَّتِي تُرْجَى فِيْهَا لَيْلَةُ القَدْرِ

Tamim Ad-Dari memiliki sebuah pakaian yang ia beli seharga seribu dirham. Ia memakainya pada malam yang diharapkan terjadi Lalilatul Qadar.

Hamd bin Salamah berkata:

كَانَ ثَابِتٌ البُنَانِي وَحُمَيْدٌ الطَّوِيْلُ يَلْبِسَانِ أَحْسَنَ ثِيَابِهِمَا وَيَتَطَيَّبَانِ، وَيُطَيِّبُوْنَ المَسْجِدَ باِلنُّضُوْحِ وَالدُخْنَةِ فِي اللَيْلَةِ الَّتِي تُرْجَى فِيْهَا لَيْلَةُ القَدْرِ

Tsabit Al-Bunani dan Humaid Ath-Thawil memakai pakaian terbaik mereka, menggunakan minyak wangi dan membuat masjid menjadi harum dengan Nudhuh (sejenis parfum) dan gaharu pada malam yang diharapkan terjadi Lailatul Qadar.

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata:

فَتَبَيَّنَ بِهَذَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ فِي اللَيَالِي الَّتِي تُرْجَى فِيهَا لَيْلَةُ القَدْرِ التَنَظُّفُ وَالتَزَيُّنُ وَالتَطَيُّبُ بِالغُسْلِ وَالطِّيْبِ وَاللِبَاسِ الحَسَنِ، كَمَا يُشْرَعُ ذَلِكَ فِي الجَمْعِ وَالأَعْيَادِ، وَكَذِلِكَ يُشْرَعُ أَخْذُ الزِيْنَةِ بِالثِّيَابِ فِي سَائِرِ الصَّلَوَاتِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

Jelaslah dari hal ini bahwa dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan terjadi Lailatul Qadar bersih-bersih, berhias, memeperindah dengan mandi, memakai wewangian dan mengenakan pakaian yang bagus. Sebagaimana disyariatkan hal itu pada saat acara perkumpulan, hari raya. Demikian pula disyariatkan mengenakan pakaian yang bagus pada setiap kali shalat sebagaimana firman Allah: Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid.

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan ini. Amiin

Baca juga Artikel

Ramadhan Mubarak

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

_____________________________________

[1]    HR. Ahmad: 12/59

[2]    HR. Ibnu Majah: 4236, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah: 757

[3]    Diringkas dari tulisan guru kami Ustadz Abu Ubaidah dan Ustadz Syahrul Fatwa dalam Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut Al-Qur’an dan Sunnah hlm. 91-93

[4]    HR. Bukhari: 2020, Muslim: 1169

[5]    HR. Bukhari: 2017, Muslim: 1169

[6]    Hal ini berdasarkan hadits Ubay bin Ka’ab riwayat Imam Muslim: 762

[7]    HR. Abdurrazaq 4/252, Ibnu Abi Syaibah 3/76

[8]    Fathul Bari 4/266

[9]    Shahih Fiqh As-Sunnah: 2/149-150

[10] HR. ath-Thayalisi: 349, Ibnu Khuzaimah: 3/231

[11] HR. Muslim: 174

[12] HR. Bukhari: 2024

[13] HR. Muslim: 759

[14] HR. Ahmad: 24322

[15] Diringkas dari artikel saaid.net dengan judul: Azhim Al-Ajri fi Ightinam Al-‘Asyr

 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !