Tiga Faidah Penting Dari Hadits Badui Yang Kencing di Masjid

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

بَيْنَمَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْ مَهْ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَمَرَ رَجُلًا مِنْ الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ

Ketika kami berada di masjid bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba seorang Badui datang dan kencing di masjid. Maka para sahabat pun berkata; ‘tahan, tahan.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menghentikan kencingnya, biarkanlah hingga selesai kencing.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya seraya bersabda: “Sesungguhnya masjid ini tidak layak dikotori dengan air kencing atau kotoran lainnya. Ia hanya untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca al-Qur’an, ” atau sebagaimana yang dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Anas melanjutkan ucapannya, “Lalu beliau memerintahkan seorang sahabat untuk mengambil seember air dan mengguyurnya.” (HR. Muslim: 285)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan beberapa faidah, di antaranya:

1. Bersikap lembut kepada orang yang bodoh dan tidak bersikap terburu-buru kepadanya.

Karena umat Islam itu diutus dengan memberikan kemudahan bukan menyusahkan. Sikap lembut kepada orang yang bodoh termasuk bentuk memberi kemudahan sedang sikap keras dan kasar termasuk penyusahan.

2. Air dapat menghilangkan najis dengan hanya menuangkannya kepada najis apabila najis tersebut tidak ada jismnya.

3. Mafsadat yang lebih besar ditolak dengan cara menerjang mafsadat yang lebih kecil. Sisi pendalilannya yaitu, apabila mereka (para sahabat) memaksa untuk langsung menghentikannya dari perbuatannya tersebut maka:
– bisa jadi air kencingnya akan bertebaran di banyak tempat
– atau bisa jadi dirinya sendiri yang terkena najis; badan, pakaiannya.
– bisa jadi dia malah lari dari Islam dan benci untuk masuk Islam.

Ini tentu mafsadat yang besar. Sedangkan jika dia menyelesaikan kencingnya kemudian disiram dengan air dan diajari dengan lembut tentu lebih bermanfaat dan lebih mudah. Najisnya lebih sedikit dan mudharatnya pun jadi lebih sedikit.

Diringkas dari artikel binbaz.org.sa dengan judul:

Fawa’id min Hadits al-A’rabii aldzi bala fi al-Masjid

# faidah singkat, ditulis di Kranggan. Senin, 21 Rabi’ul awwal 1441H/ 18 Nov 2019

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah dan lulus pada tahun 1438H. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !