Ushul Tsalatsah – Inabah

Pada bagian ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memaparkan beberapa dalil dari Al-Qur’an mengenai Inabah

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan:

وَدَلِيْلُ الإنابة قَوْلُهُ تَعَالَى:   وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ

Dalil Inabah adalah firman-Nya: Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 54)

❀•◎•❀

Definisi Inabah

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan mengatakan: “Inabah adalah kembali, ia bermakna Taubat. Jadi Taubat dan Inabah satu makna. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa Inabah lebih khusus daripada Taubat artinya lebih mendalam karena dia adalah taubat yang disertai dengan kembali menghadap kepada Allah, atau dengan kata lain: Taubat khusus. Seorang bisa jadi bertaubat dan meninggalkan dosanya dan tidak mengulangi serta telah menyesali dosa tersebut, akan tetapi kembalinya ia kepada Allah masih sangat lemah.” (Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah: 111)

Syarat-syarat Inabah atau Taubat

Para ulama mengatakan bahwa agar Inabah atau Taubat diterima ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:

Pertama: Ikhlas

Keikhlasan adalah salah satu syarat dalam setiap ibadah, dan taubat temasuk bagian dari ibadah. Allah berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya. (QS. Al-Bayyinah: 5)

Siapa yang bertaubat karena riya‘ (ingin dilihat) atau takut akan ancaman penguasa bukan karena Allah maka taubatnya tidak diterima.

Kedua: Menyesali Perbuatannya

Yaitu seorang merasa resah dan malu di hadapan Allah untuk melakukan apa yang dilarang atau meninggalkan kewajiban.

Ketiga: Mengakhiri Kemaksiatannya

Jika hal itu berkaitan dengan melakukan yang dilarang maka segera berhenti. Dan apabila berkaitan dengan meninggalkan yang wajib maka segera lakukan, serta ganti kewajiban yang telah ditinggalkan tersebut.

Keempat: Bertekad Kuat untuk Tidak Mengulanginya

Hal ini harus ada, sebab jika seseorang bertaubat dari dosa, tetapi ia masih berniat untuk mengulanginya di saat ada kesempatan, berarti dirinya belum bertaubat. Sebaliknya, jika ia betekad untuk tidak mengulanginya, kemudian ia dikuasai hawa nafsu sehingga kembali melakukannya, maka taubat yang pertama tetap berlaku, namun ia harus memperbaharui taubatnya atas kesalahannya yang kedua. Sebab itu, harus dipahami perbedaan antara “Disyaratkan untuk tidak mengulangi” dengan “Disyaratkan agar bertekad kuat untuk tidak mengulangi.”

Kelima: Bertaubat di Saat Pintu Taubat Masih Terbuka

Tertutupnya pintu taubat ada dua keadaan; umum dan khusus. Keadaan khusus yaitu saat ajal tiba ketika nafas berada di tenggorokan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ

” Sesungguhnya Allah masih menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi: 3537)

Keadaan umum yaitu ketika terbit matahari dari arah barat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ ، وَلَا تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

“Hijrah tidak akan putus sampai taubat terputus. Dan taubat tidak akan terputus hingga matahari terbit dari sebelah barat.” (HR. Abu Dawud: 2479, Shahihul Jami’: 7469)

Keenam: Minta Penghalalan

Apabila maksiat yang dilakukan berkaitan dengan hak orang lain sesama hamba maka wajib minta penghalalan darinya serta ganti rugi. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا ، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ ، وَلاَ دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْه

“Barang siapa yang pernah menzhalimi saudaranya maka hendaklah ia segera meminta penghalalan (maaf) darinya. Sesungguhnya di sana (pada hari pembalasan) tidak ada lagi dinar dan dirham. Sebelum nanti diambil pahalanya kemudian diberikan kepada saudaranya itu. Apabila ia tidak memiliki kebaikan lagi maka akan diambil kejelekan (dosa) saudaranya tadi lantas kemudian dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari: 2296)

Itulah syarat taubat yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin bertaubat. Apabila satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka taubanya tidak diterima. Wallahul muwaffiq.

Referensi:
1. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Cet. Dar Ats-Tsurayya, hlm. 434-437
2. Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi, Cet. Muassasah ar-Risalah, hlm. 33-3

Lihat Arsip Artikel Ushul Tsalatsah:

Arsip Pelajaran Kitab Ushul Tsalatsah

Selesai disusun di Jatimurni, Rabu 29 Dzulhijjah 1441H/ 19 Agustus 2020 M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !